Mohon tunggu...
Abd Malik
Abd Malik Mohon Tunggu... -

Aktif menulis sebagai "kontributor lepas". (lepas tanggungjawab serta lepas segala2nya) di Lembaga Kantor Berita Indonesia wilayah Jatim, dan biasa up-loud berita di antarajatim.com. Sehingga bisa dikatakan bila pekerjaanku kini sebagai "pedagang tulisan".. (Ada berita dibayar, gak ada berita ya gak bayaran..he.he.he)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemimpinku Lho...!, Masyarakatku Pun Lho...!

24 April 2014   04:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah gang jalan bernama Flamboyan di lereng bukit Songgoriti, Kota Batu, Jawa Timur, hidup seorang ustadz yang dikenal baik oleh masyarakatnya.

Kebaikan ustad itu dikenal karena dia cukup rajin mendatangi masjid untuk melaksanakan sholat lima waktu, kadang pula dia menjadi imam atau pemimpin sholat jamaah di masjid gang itu.

Masyarakat setempat awalnya mengenal ustadz itu cukup singkat, hanya beberapa bulan tinggal disitu dan rajin mendatangi masjid, "orang baru" itu sudah mendapat predikat atau julukan sebagai "ustadz", ditambah lagi masyarakat sudah sangat percaya dan mengaku mengenal baik.

Namun pada suatu malam, di saat masyarakat gang Flamboyan tertidur pulas, tiba-tiba dibuat kaget dan terhentak tak karuan oleh suara letusan senapan.

Suara sunyi dan nyanyian merdu para jangkrik di malam hari itu pun hilang lenyap entah kemana, diganti suara saling tembak, seolah gang Flamboyan itu berubah menjadi perkampungan koboi di Texas, Amerika Serikat.

Kaget dan tersadar oleh suara itu, seluruh masyarakat di gang sunyi itu pun bangun dan mencari tahu darimana asal suara itu. "Jangan-jangan menuju salah satu rumah saudara," kata seorang warga yang mencari tahu asal suara tembakan.

Masyarakat yang coba keluar rumah mencari tahu asal bunyi tembakan itu langsung dihadang oleh puluhan petugas berseragam intelejen yang bertuliskan Densus 88, dan meminta warga untuk tetap tinggal di dalam rumah demi keamanan.

Seorang warga wajahnya terlihat kalut tak karuan, tak percaya ketika diberitahu salah satu petugas bahwa sasaran tembakan itu tertuju pada rumah sang ustadz yang dikenal baik oleh masyarakat.

Histeris dan menangis setelah mendengar keterangan itu, seolah ingin membela sang ustadz yang dikenal baik oleh warga. Namun ketika diberi penjelasan jika ustadz itu adalah salah satu target operasi Polri, dan seorang pemimpin gerakan terorisme di Indonesia, wajah warga pun semakin bingung.. "Lho, ternyata ustadz dan pemimpin masjid itu adalah Dr Azhari..

Makin dibuat bingung warga di gang itu, dan hanya bisa berucap "Lho.. Ternyata..!!

Beberapa minggu usia kejadian, kehidupan warga di gang Flamboyan itu kembali normal dan tenang.

Suara jangkrik pun bisa benyanyi merdu dan menghiasi malam di gang yang terletak di Desa Bumiaji itu.

Embun pagi pun tersenyum dan semakin menyadarkan warga jika perkenalan secara "instan" dengan orang baru itu harus lebih hati-hati.

Dan untuk memilih pemimpin masjid, warga kini perlu mengenal "track record" siapa dia, dan darimana asalnya.

Gambaran memilih pemimpin yang dikenal secara instan menjadi pelajaran warga di gang itu, sehingga mereka semakin sadar perlu mengenal lebih jauh calon pemimpin masjid di wilayah itu.

Memang, menjadi salah satu kewajiban bagi semua orang bila akan memilih pemimpin atau presiden harus lebih teliti dan mengenal siapa dia, sebab seorang pemimpin tak bisa dikenal hanya dengan hitungan bulan, apalagi minggu.

Keberadaan media yang kini berperan banyak mengenalkan seorang pemimpin, wajib dan perlu dilihat apakah media itu cukup obyektif atau berimbang dalam menginformasikan seorang pemimpin.

Sebab, kemalasan dalam mencari tahu latar belakangnya calon pemimpin membuat bangsa ini semakin terpuruk, karena salah satu faktor majunya bangsa bisa dilihat dari masyarakatnya yang teliti dan cerdas dalam memilih pemimpinnya.

Dan metode memilih pemimpin yang baik dan bertanggungjawab pun tidak bisa dilakukan secara "instan" hanya melalui media massa seperti televisi, koran dan lainnya.

Diperlukan pertimbangan yang matang, sehingga tidak akan muncul ungkapan kaget seperti "Pemimpinku Lho..!!!, dan "Masyarakatku pun Lho..!!!. (twitter @malikpunya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun