Percobaan Gerakan Kudeta Partai Komunis Indonesia (PKI) 30 September 1965 sebagai respon atas adanya isu Dewan Jenderal di tubuh Angkatan Darat (AD) ABRI hingga keberhasilan AD menumpasnya di 1 Oktober 1965 (Kesaktian Pancasila) hingga hari ini 1 Oktober 2022 masih menjadi obrolan hangat bangsa kita. Obrolan hangat itu 'mbulet' dan fokus tentang siapa pelaku dan dalang sebenarnya. Wajar saja karena G30SPKI tidak hanya menimbulkan korban di TNI AD, namun banyak juga korban masyarakat sipil di daerah-daerah Indonesia pada saat itu. Bahkan disebut-sebut menimbulkan Genosida.
Masing-masing kelompok dan golongan di Indonesia memiliki klaimnya masing-masing. Praktis masing-masing golongan saling menyalahkan dan menuduh. Sejak tahun 1965 hingga 2022, 57 tahun berlalu masih saja timbul pro kontra. Kekepoan publik levelnya masih cukup tinggi, hingga muncul fenomena hacker Bjorka, publik mencoba peruntungannya, minta Bjorka membocorkan rahasia siapa sebenarnya dalang G30SPKI. Maklum tahun 2022 semakin dekat dengan tahun politik 2024. Isu PKI biasanya kembali akan dibungkus untuk dicoba sebagai strategi kampanye memberangus elektabilitas lawan politik.
Kembali fokus 57 tahun bangsa kita masih mencari dalangnya. Hobi bener memang bangsa kita kalau untuk soal mencari kambing hitam dari setiap persoalan haha. Mentalitas ini yang semoga pembaca sudah tidak memilikinya dan segera sirna di jiwa dan benak saudara-saudara kita sebangsa Indonesia.
Padahal menurut saya sudah saatnya kita punya frame, sudut pandang yang tepat agar bisa memandang dan memaknai sejarah ini secara konstruktif dan positif.
Jadi menurut saya begini.
1. Bangsa kita perlu bersyukur loh ternyata.
Wajar kok terjadi konflik yang bahkan menimbulkan korban jiwa, saat memang beberapa negara-negara yang usia muda di Asia sekitar tahun 1965 an sedang jadi medan perang pengaruh antara ideologi Komunis dan ideologi Nasionalis.
Kenapa saya katakan bangsa kita perlu bersyukur. Karena perang pengaruh antara dua ideologi di negara lain banyak yang terjadi berlarut-larut, menimbulkan korban jiwa yang begitu banyak.
Tiongkok/China misalnya tahun 1927 - 1945, sungguh menempuh jalan perang ideologi yang lebih kelam, berlarut dan menyedihkan dibandingkan Indonesia. Bagaimana tidak perang saudara antara golongan Partai Nasionalis Kuomintang (Dr. Sun Yat Sen) dengan golongan Partai Komunis (Mao Zedong) berlarut menimbulkan perang sipil yang hebat. Perang dimenangkan oleh Partai Komunis, hingga akhirnya menimbulkan perpecahan dan pendirian negara baru Taiwan yang diperintah oleh rezim Nasionalis. Begitu juga di Korea, terbentuk Korea Selatan - Korea Utara. Di negara lain pun perang berlarut walaupun tidak memecah negara, seperti di Vietnam.
Bersyukur setidaknya di Indonesia perang dan pertentangan ideologi tidak selarut di negara lain. Walaupun memang banyak dari saudara-saudara sebangsa kita jadi korban pembantaian.
2. Butuh Kedewasaan Cara Pandang, demi Fokus pada Usaha dan Lompatan untuk Kemajuan.