Mohon tunggu...
Maulana Malik I
Maulana Malik I Mohon Tunggu... Human Resources - Seorang Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Jakarta. Keseharian saya adalah membaca buku dan bercita-cita untuk masuk dalam tatanan perpolitikan tanah air untuk mengganti sistem yang usang.

Gross Sein Heist Massen Bewegen Konnen Besarlah seseorang yang mampu menggerakan massa! - Adolf Hitler

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Merdeka atau Pura-pura Merdeka

17 Agustus 2020   12:35 Diperbarui: 17 Agustus 2020   12:41 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Kebimbangan akan makna kemerdekaan hari ini telah tercermin dalam setiap tindak-tanduk Negara Indonesia. Lalu sudahkah kita merdeka sepenuhnya(?)”

Tepat jam 8 pagi hari ini—17 agustus  suara televisi menggelegar dengan nyanyian-nyanyan kemerdekaan, lagunya sangat banyak sekali diulang-ulang; mulai dari Sabang-Merauke, Maju tak Gentar, 17 Agustus, dll. 

Tak seperti biasanya, kemerdekaan hari ini tidak dapat dilaksanakan secara meriah akibat pandemi covid-19 yang mencengkram seluruh dunia. Segala bentuk model kegiatan yang semula dilaksanakan tatap muka, seperti upacara dan perlombaan harus ditransformasikan bentuknya, perlombaan yang semula sangat dinanti-nantikan oleh seluruh kalangan bocah harus ditiadakan—alternatif lombanya mungkin dapat diganti menjadi lomba game online-.

Kemerdekaan merupakan hal sakral, dapat pula disebut sebagai ritus kenegaraan. Begitu pun hal-hal untuk memperingati dan mengisi kemerdekaan hingga hari ini. 

Penulis sangat teringat adagium yang pernah dilontarkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam sebuah bab di Buku Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan, sang panglima mengatakan “Lebih baik di Bom atom, daripada tidak merdeka 100%”. 

Maknanya sangat jelas, bahwa merdeka adalah sebuah pijakan untuk sebuah bangsa dalam melakukan perubahan mendasar bagi setiap rakyatnya. Tidak boleh ada intervensi dari manapun, apapun bentuknya. Kebimbangan akan makna kemerdekaan hari ini telah tercermin dalam setiap tindak-tanduk Negara Indonesia. Lalu sudahkah kita merdeka sepenuhnya(?)

Pertanyaan Seputar Kemerdekaan

75 tahun yang lalu, para tokoh revolusi sangat giat merancang masa depan Indonesia. Beragam Analisa ditulis dan dilontarkan di dalam ataupun di luar forum-forum megah, tak lain dan tak bukan itu adalah upaya untuk membangkitkan nasionalisme dan optimisme rakyat Indonesia, dengan kata lain seluruh Tokoh ingin menyuarakan bahwa Indonesia memiliki masa depannya yang gemilang. 

Semuanya sedang dilanda optimisme tingkat atas, hingga kemudian para tokoh revolusi lupa menitipkan Indonesia agar terus dijaga, dan dikembangkan untuk kepentingan rakyatnya.

Jalan panjang kesejarahan telah menghantarkan Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan yang hari ini telah dirasakan. Akan tetapi, banyak sekali bermunculan paradoks di negeri yang sudah merdeka ini. 

Tanahnya terhampar luas tapi bukan milik petani-petani kecil, lautannya mahadalam tapi bukan untuk nelayan-nelayan yang menghidupi diri sendiri. Semuanya milik negara, dikuasai, dikelola, dan dimonopoli oleh negara, lantas pertanyaannya apakah negara Indonesia sekarang yang sudah berumur ¾ abad sudah dapat menyejahterahkan rakyatnya? 

“Sudah” jawab para pemodal dan oligarki, “belum sama sekali” jawab petani, nelayan, dan rakyat yang hidupnya selalu tertindas. Beragam perpektif mengenai Indonesia merdeka, apakah kita betul-betul telah merdeka.

Refleksi historis diatas mengingatkan kembali pada optimisme para pendahulu dalam menyusun setiap detail republik. Sangat hati-hati, tidak sembrono, dan tidak serampangan, agar apa yang hendak disusun menjadi satu manifestasi bahwa kemerdekaan Indonesia yang telah diperoleh dengan mati-matian dapat dipertahankan pula secara mati-matian. Lantas bagaimana dengan Negara Indonesia hari ini?

Merdeka Pura-pura

Tidak ada satu hal di dunia ini yang sangat menyakitkan, selain kepura-puraan. Pura-pura ingin menyejahterahkan rakyat padahal ingin menyejahterahkan kolega, pura-pura menghidupi rakyat padahal ingin menghidupi diri sendiri, pura-pura menerima aspirasi padahal nyatanya ingin merepresi. 

Gambaran Indonesia hari ini terpampang pada ketiga kalimat diatas sebagai symbol kemerdekaan bagi segelintir orang yang berkuasa di Indonesia. 

Tidakkah semua sudah cukup untuk selalu berpura-pura? Kekuasaan tidak akan pernah puas akan setiap tindakan yang diambilnya. Setiap apa yang ingin diambil dari rakyat, akan selalu terus kurang, dan akan selamanya terus kurang.

Jika selamanya akan seperti ini, akan banyak penderitaan rakyat Indonesia yang akan semakin menjadi-jadi. Petani tidak memiliki tanah, nelayan dibatasi dalam menangkap ikan, hutan dibakar demi kepentingan koorporasi, menyuarakan aspirasi dianggap menyalahi aturan, mengorgansir pergerakan diintimidasi. 

Jadi, apa yang disebut merdeka? Merdeka secara universal adalah segala hal yang patut dirasakan oleh semua orang dan golongan. Merdeka bukan hanya miliki segelnitir orang, tapi milik semua orang.

Penulis bukannya jatuh pada pesimisme pada negara Indonesia, akan tetapi sekadar mengingatkan bahwa peran serta fungsi negara dalam kemerdekaan haruslah dioptimalisasi demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. MERDEKA!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun