Indonesia memiliki standarisasi untuk menentukan seberapa tinggi ketahanan pangan di suatu daerah. Terdapat sembilan indikator yang menjadi tolak ukur ketahanan pangan di antaranya:
Aspek Ketersediaan
- Rasio Konsumsi normatif per kapita terhadap produk bersih (padi, jagung, ubi kayu, ubi, jalar, sagu, serta stok beras pemerintah daerah).
Aspek Keterjangkauan
- Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan
- Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluaran
- Persentase rumah tangga tanpa akses listrik
Aspek Pemanfaatan
- Rata-rata lama sekolah perempuan berusia di atas 15 tahun
- Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih
- Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk
- Persentase balita stunting
- Angka harapan hidup pada saat lahir
Kondisi Pertanian dan Pangan di IKN
Kalimantan Timur merupakan daerah di Indonesia dengan komoditas pangan utamanya adalah padi. Masyarakat Kalimantan Timur menjadikan beras sebagai makanan pokok mereka di samping makanan lainnya seperti pisang, singkong, dan umbi-umbian. Pada tahun 2020, total konsumsi beras di Kalimantan Timur sebanyak 425 ribu ton (untuk tingkat konsumsi 113 kg/kapita) (Ir. Suyadi, 2021).
Berdasarkan IKP (indeks ketahanan pangan) tahun 2022, Provinsi Kalimantan Timur termasuk kriteria daerah tahan pangan dengan skor 77,65 (Drs. Nyoto Suwignyo, 2022). Meskipun begitu, terdapat tiga kabupaten yang masih berada di “zona merah” ketahanan pangan yaitu Kabupaten Mahakam Hulu, Kutai Barat, dan Kutai Timur.
Berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan) Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan nilai yang relatif cukup rendah pada pilar ketersediaan (60,64).
Perlu adanya upaya peningkatan ketahanan pangan yang berfokus kepada ketersediaan pangan di wilayah Kalimantan Timur. Permasalahan ketersediaan pangan memiliki korelasi dengan ketersediaan stok beras yang semakin menurun setiap tahunnya akibat penurunan lahan produksi padi di Kalimantan Timur.
Luas lahan sawah dari tahun 2010 hingga 2020 mengalami penurunan sebesar 34,54% atau 38,126 hektar dari 110,379 hektar ke 72,253 hektar (Ir. Suyadi, 2021). Status produksi padi sebagai bahan pangan pokok di Kalimantan Timur belum mencapai swasembada, dengan defisit hingga >60%.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa ketersediaan pangan belum sepenuhnya merata di Kalimantan Timur, yang menyebabkan ketahanan pangan dan swasembada pangan belum tercapai.
Alih fungsi lahan yang masif untuk kebutuhan bangunan seperti perumahan, infrastruktur, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu alasan terjadinya penurunan lahan produksi padi. Alih fungsi lahan menjadi pertambangan menjadi yang paling banyak di antaranya yang lainnya.