"Pengaruh Islam pada Kesultanan Banten sangat besar, hampir 90 persen peninggalan-peninggalan di Banten Lama itu dipengaruhi Islam," kata Rohani saat ditemui di kantornya belum lama ini.
Menurutnya, di antara peninggalan Islam di Banten berupa masjid yang  kini menjadi Masjid Agung Banten Lama. Ada pula gerabah yang bermotif kaligrafi Islam, nisan dan makam keluarga sultan.
"Yang paling banyak diziarahi adalah makam Sultan Maulana Hasanuddin," jelasnya.
Para peziarah bertawasul dan bertabaruk (mencari berkah) dengan berdoa di dekat makam. Ada hari-hari tertentu yang menjadi favorit untuk bertabaruk, salah satunya adalah saat bulan maulud Nabi, yakni Rabi'ul Awal.
Selain makam, ziarah juga dilakukan masyarakat kepada meriam yang dianggap keramat. Meriam yang dianggap penjelmaan seorang kiai adalah Meriam Ki Amuk.
Meriam menjadi bagian tidak terpisahkan dari Kesultanan Islam Banten. Alat perang ini diletakkan di tempat-tempat strategis seperti benteng dan pelabuhan. Salah satu benteng yang terkenal adalah benteng Speelwijk.
Dahulunya, benteng Speelwijk digunakan sebagai menara pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda dan sekaligus berfungsi sebagai penyimpanan meriam. Di dalam benteng terdapat terowongan yang terhubung dengan Keraton Surosowan.
Istana ini dahulunya merupakan kediaman para Sultan Banten, mulai dari Sultan Maulana Hasanuddin hingga Sultan Haji yang pernah berkuasa pada tahun 1672 hingga 1687. Istana Surosowan dibangun pada tahun 1552 namun kemudian dihancurkan oleh Belanda pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1680.
1. Ki Amuk adalah meriam besar memiliki panjang 3,45 meter, kaliber 31 cm dan beratnya mencapai 6 ton. Meriam ini oleh beberapa ahli diyakini sebenarnya adalah Meriam Ki Jimat. Meriam Ki Jimat disebut dalam Babad Banten yang ditempatkan dalam bangunan mandapa (tempat suci di keraton) Keraton Surosowan yang moncongnya mengarah ke utara. Ki Amuk memiliki ciri khas adanya tiga inskripsi tulisan Arab pada punggungnya, hiasan matahari yang dikenal dengan Surya Majapahit dan sepuluh gelang pada tubuhnya.
2. Ki Kalantaka, satu dari dua meriam yang dirampas dari kapal orang Parenggi (orang-orang Eropa) atas perintah Mangkubumi. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Pangeran Muhammad (Kanjeng Ratu Baten Surosowan). Pada peristiwa penyerbuan Mataram terhadap Belanda di Jaketra, meriam ini dipakai untuk menembaki pasukan Belanda dan dijaga oleh para punggawa.