[caption caption="www.liputan6.com"][/caption]Manusia merupakan individu yang terdiri dari jasmani dan rohani. Kajian tentang aspek jasmani dan rohani sudah banyak ditemukan dalam literatur pendidikan di tanah air. Untuk rohani, ada ilmu yang khusus membahas masalah itu yang dikenal dengan ilmu kejiwaan atau psikologi
Ilmu tersebut mencakup pada moralitas, akhlak, kepedulian sosial yang kemudian lebih dikenal dengan istilah kesalehan sosial. Keluarga adalah sekolah pertama, tempat belajar bagi anak dalam mengenali dirinya sebagai makhluk sosial. Hanya keluarga berketahanan yang akan mampu menepis pengaruh negatif yang datang dari luar. Keluarga yang berketahanan dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi keluarga dapat menjadi landasan dalam mewujudkan keluarga bahagia sejahtera.
Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, peran keluarga sangat menentukan kualitas bangsa. Hal ini mengingat keluarga merupakan lingkungan pertama dalam pembinaan tumbuh kembang, penanaman nilai moral dan pembentukan kepribadian individu. Keluarga merupakan sebuah pondasi untuk tumbuh dan berkembanganya sebuah bangsa. Jika pondasinya kuat dan kokoh, maka bangunan di atasnya dapat berdiri tegak, awet dan tahan terhadap guncangan. Pondasi yang kuat haruslah berawal dari keluarga-keluarga yang berkualitas dan tangguh, sehingga tercipta ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Namun, saat ini masih banyak 'pekerjaan rumah' bagi bangsa Indonesia dalam membangun ketahanan keluarga. Di antaranya tingkat perceraian yang tinggi, masih banyaknya kekerasan, kenakalan remaja, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, orientasi seksual yang menyimpang, radikalisme atas nama agama dan pudarnya semangat nasionalisme. Itu semua merupakan wajah buruk tentang rapuhnya kondisi keluarga indonesia.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah memberi warning kepada rakyat Indonesia bahwa saat ini telah terjadi "proxy war". Secara terminologi, perang proksi adalah perang yang terjadi ketika lawan kekuatan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti berkelahi satu sama lain secara langsung. Sementara kekuasaan kadang-kadang digunakan pemerintah sebagai proksi, aktor non-negara kekerasan, dan tentara bayaran, pihak ketiga lainnya yang lebih sering digunakan.
Diharapkan bahwa kelompok-kelompok ini bisa menyerang lawan tanpa menyebabkan perang skala penuh. Perang Proksi juga telah berjuang bersama konflik skala penuh. Hal ini hampir mustahil untuk memiliki perang proksi yang murni, sebagai kelompok berjuang untuk bangsa tertentu biasanya memiliki kepentingan mereka sendiri, yang dapat menyimpang dari orang-orang dari patron mereka. Biasanya perang proksi berfungsi terbaik selama perang dingin, karena mereka menjadi kebutuhan dalam melakukan konflik bersenjata antara setidaknya dua pihak yang berperang sambil terus perang dingin.
Warning dari Ryamizard merupakan bentuk antisipasi dini kepada rakyat Indonesia untuk mewaspadai infiltrasi asing yang ingin memecah belah NKRI. Ryamizard memahami sepenuhnya bahwa ancaman ini hanya bisa dilakukan jika rakyat Indonesia memiliki tameng yang kuat untuk tidak terpengaruh.
Tameng tersebut jalin menjalin dalam diri orang tua yang ingin merekonstruksi dan memperbaiki kepribadiannya melalui sarana pendidikan berkebangsaan, bernegara dan spirit nasionalisme. Hal ini akan lebih mudah dilakukan jika mereka memiliki tekad yang kuat untuk berkomitmen terhadap keutuhan NKRI. Salah satu cara yang paling mudah adalah pendidikan terhadap anak-anak harus lebih diperkuat. Pada hakikatnya, anak-anak menjadi tumpuan generasi masa depan. Bagaimana pendidikan diberikan kepada anak-anak pada hari ini, maka hal itu akan menentukan seperti apa wajah anak-anak kita di masa yang akan datang.
Hal paling penting adalah membangun jiwa anak-anak yang akan menjadi tumpuan bangsa dan negara di masa datang. Membangun jiwa melalui kesabaran dalam mendidik anak. Anak akan memiliki komitmen terhadap bangsa dan negara, serta akan terpancar dari dirinya. Kesabaran dalam mendidik anak mencakup :
1. Memberi contoh teladan secara langsung kepada anak-anak, yang dimulai sejak mereka bisa melakukan sesuatu. Orangtua senantiasa berusaha maksimal untuk memberi teladan yang di dalamnya banyak nilai-nilai nasionalisme. Dengan demikian, pertumbuhan anak akan dipenuhi dengan sifat-sifat terpuji. Begitu pula sebaliknya, jika nilai-nilai buruk yang disuguhi dalam pendidikan anak, maka perkembangan mereka akan bertolak belakang.
2. Orang tua yang memiliki pembawaan tenang dalam kesehariannya, akan diikuti oleh anak-anak mereka. Ibu yang rajin, disiplin bekerja di rumah, menjaga kerapihan dan kebersihan rumah, maka dia tidak lagi perlu menyuruh anak-anak mereka agar bersikap demikian. Hal itu disebabkan, anak-anak sudah memiliki teladan yang baik tentang kedisiplinan, kerapihan dan kebersihan.
3. Memperhatikan perkembangan anak-anak dengan sungguh-sungguh. Ini adalah kesabaran yang sangat besar. Seorang ibu harus melihat perkembangan anak-anaknya ketika sudah memahami apa yang didengarnya. Tidak hanya ibu, ayah pun demikian. Keduanya harus membiasakan bercerita tentang kisah anak-anak yang menyenangkan dan menggembirakan, sekaligus mampu menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keutamaan akhlak dalam diri mereka. Dengan adanya komunikasi yang aktif, setidaknya orang tua akan memahami hal-hal apa saja yang menjadi ancaman dan gangguan yang dialami anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H