Yang terjadi adalah jutaan warga akan berebut lahan tersisa untuk sekedar membuat rumah tapak. Ingat bahwa rumah tapak berarti ada satu bangunan rumah bagi satu keluarga di atas sebidang lahan. Berlawanan dengan ide rusun, di mana satu lahan digunakan oleh ratusan kepala keluarga beramai-ramai. Rumah tapak jelas tidak efisien, dan akan menimbulkan masalah baru karena berarti akan ada ribuan perkampungan baru yang semakin sulit dijangkau oleh fasilitas umum maupun sarana transportasi.Â
Sehingga jika ide DP 0% ini terjadi, jutaan orang akan berlomba-lomba memiliki rumah tapak baru, sementara seperti yang sudah kita mahfum, tanah di Jakarta terbatas. Semakin banyak yang mampu memiliki rumah tapak, maka akan makin meroket pula harga tanahnya, dan yang jelas transportasi akan makin sulit menjangkau ke pelosok perumahan.
Bandingkan dengan solusi yang ditawarkan Ahok dengan menarik minat warga DKI untuk mau tinggal di hunian vertikal melalui rusunawa, rusunami, dan apartemen terjangkau. Dengan masyarakat tinggal mengelompok di lahan tertentu, maka transportasi umum cukup mendatangi bangunan tersebut saja, maka sudah semuanya terangkut. Bayangkan bila pemukiman warga makin tersebar terserak-serak di seluruh penjuru Jakarta, dan bayangkan suatu saat semuanya akan terpaksa menggunakan kendaraan pribadi untuk mencapai tempat kerjanya ke arah pusat Jakarta!Â
Sudahkah Anies Sandi memikirkan ini? Akan dibawa ke mana Jakarta oleh mereka?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H