Maka jika tiba-tiba ada krisis ekonomi dan jutaan rumah gagal bayar, kolapslah Bank DKI sebagai pihak yang menanggung seluruh resiko. Itulah alasan kenapa DP harus ada, sesuai regulasi.
Pendukung Anies lalu berkelit dengan argumentasi bahwa ada skema kredit FLPPyang juga memudahkan masyarakat berpendapatan rendah, Bank DKI atau Pemprov kemudian tinggal mensubsidi kredit yang memang sudah berDP rendah ini sehingga jumlahnya sama atau mendekati nol. Indah bukan?
Sayangnya akal-akalan ini juga akan menemui hambatan dengan aturan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. FLPP Rumah Tapak tidak bisa diberikan di kota-kota padat di Indonesia. Yang bisa diberikan hanyalah FLPP Rumah Susun Hak Milik. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2014, yang tidak mengizinkan Jakarta Timur, Selatan, dan Barat untuk mendapat jatah FLPP Rumah Tapak..
Padahal di sinilah yang harga tanahnya masih memungkinkan untuk dibuatkan rumah murah. Jakarta Pusat dan Utara? Waduh.. ga usah becanda deh. Ya mungkin kalau impian yang ditawarkan Anies adalah rumah di tengah pulau di Pulau Seribu yang untuk berpindahnya harus menunggui kapal tiap beberapa jam sekali. Saya tidak yakin akan banyak yang tertarik.Â
Andaipun Anies dan pendukungnya masih bisa mengakali atau bernegosiasi dengan Gubernur BI dan Menteri PU/Pera, agar aturan-aturan tersebut bisa diabaikan, maka ganjalan berikutnya adalah harga tanah. Kita mahfum bahwa harga rumah paling rendah saja di pinggiran Jakarta adalah kisaran 200-400 juta. Itu sudah di benar-benar terpencil, dengan akses minimal, dan ukuran rumah yang sangat minimalis, kalau tidak bisa dikatakan tidak layak.Â
Katakanlah sesuai dengan janji Anies di debat, DP bisa diakali dengan menjadikannya cicilan tabungan selama 6 bulan sebesar 10%, maka warga yang tergiur harus mampu menyediakan paling tidak Rp 20 juta selama 6 bulan, alias 3,3 juta setiap bulannya.Â
Maka mari bertanya, warga berpendapatan rendah mana yang sanggup menyisihkan penghasilannya Rp 3,3 juta setelah dipotong makan, transportasi, dan biaya sekolah anak? Pastinya si warga itu telah melewati batas penghasilan UMR, sehingga tidak bisa lagi digolongkan berekonomi lemah, alias sudah masuk lapisan kalangan menengah. Rumah-rumah tapak dengan DP 0% ini jelas akan diantri oleh mereka yang punya duit cukup banyak untuk disisihkan sebagai cicilan bulanan.
Itukah yang dikoar-koarkan Anies untuk dibantu?
Dampak DP 0% kepada Tata Ruang Jakarta 10 tahun Lagi
Oke.. anggaplah itu semua tidak valid. Pokoknya bisa saja deh mencarikan mereka lahan murah dengan kreativitas dan goodwill mengapung, maka mari kita evaluasi kebijakan Anies ini terhadap tata ruang Jakarta ke depannya. Apa yang akan terjadi di masa depan?