Mohon tunggu...
Malik Anwar
Malik Anwar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya (HR. Ahmad)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yuk, Siapkan Asa untuk Kembali Belajar Walau di Tengah Situasi Pandemi!

3 Januari 2021   17:59 Diperbarui: 3 Januari 2021   19:22 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadeuuh, memang yaaa si Covid-19 ini sudah banyak sekali mengubah tatanan kehidupan masyarakat di Indonesia mulai dari bidang ekonomi, sosial hingga pendidikan. Hampir semua segi kehidupan berubah yang tadinya dilakukan secara offline, sekarang berubah menjadi online.

Di bidang pendidikan saja misalnya, dahulu sebelum pandemi Covid-19 memasuki semester genap merupakan salah satu hal yang paling menarik untuk ditunggu-tunggu, selain bisa kembali belajar di sekolah, bertemu dengan teman untuk saling melepas rindu, karena tidak saling bertemu selama liburan menjadi alasan pemanis mengapa dimulainya semester genap selalu ditunggu kehadirannya.

Bagi sebagian pelajar (bagi yang punya pacar ehehe), momen kembali masuk sekolah sangat romantis sekali, karena bisa bertemu dengan pacar atau kekasih yang dicintainya, seperti para pujangga cinta yang menyebut bahwa cinta tidak perlu dengan suatu hal yang spesial ataupun yang mewah, karena ketika dua hati saling terikat dengan cinta maka hal sederhana pun akan menjadi suatu hal yang luar biasa dan terkesan spesial, seperti dengan sekadar makan siang di kantin ataupun pulang bareng.

Tidak hanya itu, semester genap merupakan momen yang tepat untuk kembali belajar dengan baik, sekaligus menebus kesalahan di semester ganjil yang mungkin bagi sebagian orang belum maksimal dalam belajar, sehingga output (nilai rapot) yang didapat kurang sesuai dengan keinginan.

Oleh karenanya, semester genap ini adalah turning point untuk merubah prestasi akademik sekaligus meraih mimpi baik itu dengan peringkat kelas yang bagus ataupun dengan diterima di sekolah favorit atau kampus favorit bagi siswa tingkat lanjut.

Sebelum akan memasuki semester genap, sebelumnya juga proses pembelajaran di sekolah dilakukan secara online, mengingat pada saat itu jumlah kasus harian masih melonjak tinggi, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan klaster penyebaran Covid-19 baru.

Pro dan kontra dalam menyambut semester genap menjadi ajang pembicaraan yang hangat baik diantara para siswa ataupun diantara para orang tua. Para siswa mengklaim bahwa pembelajaran secara online membuat mereka terlalu jenuh, karena harus berfokus kepada layar handphone atau laptopnya, sehingga hal ini berimplikasi kepada penyerapan materi yang diberikan guru kepada para siswa tidak optimal.

Di lain sisi, keluhan mengenai proses belajar dan mengajar secara online, tidak jarang dilontarkan oleh para orang tua murid. Mereka mengklaim bahwa di dalam belajar secara online tersebut, membuat peran orang tua terutama ibu menjadi ganda, tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja, melainkan harus menjadi guru dalam hal membimbing anak-anaknya untuk bisa memahami materi pelajaran.

Dalam situasi ini diperlukan kelihaian dan kesabaran dari orang tua terutama ibu dalam hal memberikan arahan dan memandu dalam tercapainya materi pembelajaran bagi si anak.

Kalau dua hal ini tidak ada, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandung sendiri di Lebak, Banten dikarenakan sang ibu kesal anaknya tidak mengerti pelajaran yang dijelaskan oleh ibunya.

Semua pasti berharap dan berdoa bahwa pandemi Covid-19 ini segera berakhir, sehingga proses belajar dan mengajar secara tatap muka bisa dilaksanakan. Namun, ketika artikel ini dibuat dengan melihat lonjakan kasus harian yang belum menunjukan hal yang menggembirakan, kubu kontra berpendapat bahwa keselamatan siswa dan warga sekolah menjadi hal yang seharusnya diprioritaskan daripada memaksakan untuk belajar secara tatap muka.

Pakar kesehatan anak dr. Mesty Ariotedjo bersama para koleganya di Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sampai saat ini masih mendukung pembelajaran yang dilakukan secara online di masa adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19. Dalam argumen yang dipaparkannya bahwa alasannya, yaitu terkait temuan penelitian yang menunjukan bahwa potensi anak menjadi pembawa (carrier) virus.

Ketika anak terinfeksi virus, virus yang dibawanya bisa lebih banyak 10-100 kali lipat bila dibandingkan dengan yang dibawa orang dewasa. Artinya, ketika mereka telah pulang ke rumah dan ternyata membawa virus dikhawatirkan akan menularkan ke orang yang lebih dewasa baik itu orang tuanya maupun kakek atau neneknya. Terlebih, jika orang dewasa tersebut memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, jantung dsb kemungkinan terinfeksi akan jauh lebih besar, dikarenakan imunitasnya yang menurun.

Di lain sisi, anak-anak terutama usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) belum memahami protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan mengenakan masker dengan baik dan benar. Sebisanya pun dirasa akan tidak terlalu optimal mengingat bahwa dalam usia anak seperti itu adalah masa senang bermain dan sulit untuk diatur, sehingga dirasa guru atau warga sekolah yang lain pun akan kesulitan dalam mengatur hal ini.

Selain itu, bila sekolah kembali dibuka dan kegiatan belajar dan mengajar dilakukan secara tatap muka, dikhawatirkan akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19, sehingga akan mempengaruhi ketersediaan sarana dan prasarana bagi pasien yang terpapar Covid-19, seperti berkurangnya ventilator ataupun berkurangnya daya tampung rumah sakit dalam hal kamar isolasi dsb.

Pemerintah selaku pemegang otorisasi penuh dalam menjawab paradigma yang berkembang di masyarakat mengenai pro dan kontra terkait pembelajaran tatap muka yang akan dilangsungkan pada semester genap nanti, telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) para menteri yaitu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadim Anwar Makarim, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koordinator Bidang MPK Muhadjir Effendy yang mana dalam isi SKB tersebut memuat beberapa poin penting.

Pertama, kewenangan dalam hal pemberian izin sekolah tatap muka sepenuhnya mutlak atas kehendak dan izin dari pemerintah daerah selaku pihak yang paham betul mengenai perkembangan situasi dan kondisi yang dialami daerah tersebut. Kedua, pemerintah daerah tidak mewajibkan secara mutlak bahwa peserta didik harus datang ke sekolah mengikuti pembelajaran tatap muka tanpa didasari atas izin dari orang tua.

Jika orang tua khawatir akan keselamatan dan kesehatan sang anak, maka pembelajaran akan dilaksanakan secara online. Ketiga, kalaupun peta risiko sudah direncanakan dengan matang dan pembelajaran secara tatap muka dilaksanakan, maka proses pembelajaran tersebut harus sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah ditentukan.

Dengan semua pemaparan terkait pro dan kontra terkait pembelajaran tatap muka yang akan diselenggarakan di semester genap nanti serta terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) para menteri, maka penulis sendiri akan memberikan catatan mengenai beberapa hal.

Pertama, penulis mengakui bahwa pandangan dari kubu pro dan kontra memiliki landasan yang kuat atas argumen yang disampaikan, SKB para menteri menurut penulis sendiri sudah baik dan cukup memberikan kejelasan, tetapi yang menjadi perhatian penulis jangan sampai dengan diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah selaku otoritas penentu pembelajaran tatap muka, menjadikan pemerintah pusat terkesan lepas tanggung jawab.

Penulis sendiri, memberikan catatan bahwa terkait sarana dan prasarana protokol kesehatan selaku aspek paling menunjang bagi terlaksananya pembelajaran tatap muka bisa tersebar merata di setiap sekolah baik itu, masker, alat cuci tangan, ataupun terkait simbol jaga jarak. Hal ini demi mendukung terciptanya 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak).

Untuk itu, peran pemerintah pusat dalam hal ini harus pro aktif dan transparan, karena dana terkait penanganan Covid-19 porsi pemerintah pusat lebih besar bila disbanding dengan pemerintah daerah.

Kedua, dengan ditentukannya bahwa peta zonasi risiko dari Satgas Covid-19 Nasional tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka, hal ini dikhwatirkan akan menimbulkan interpretasi liar bagi pemerintah daerah.

Boleh jadi data Satgas Covid-19 Nasional menunjukan bahwa daerah tersebut zona berbahaya bagi penularan Covid-19, tetapi di lain sisi  pemerintah daerah menganggap daerah tersebut masih dalam kriteria wajar sehingga pembelajaran secara tatap muka masih dapat diselenggarakan.

Semoga dalam tahap pengimplementasiannya nanti, pemerintah daerah dapat mengambil tindakan seobjektif mungkin, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain seperti siswa, orang tua, tenaga pendidik dan masyarakat.

Pemerintah daerah, harus juga pro aktif melihat perkembangan kasus harian Covid-19, jika dirasa kasus harian tiba-tiba melonjak, maka pembelajaran tatap muka harus segera dihentikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun