Mohon tunggu...
Malikah Maryam Kaustar Ilmi
Malikah Maryam Kaustar Ilmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurnalistik Prodi Ilmu Komunikasi UHAMKA

Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kaligua, Kebun Teh Peninggalan Kolonial Belanda

19 Mei 2022   09:07 Diperbarui: 19 Mei 2022   09:11 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaligua, Kebun Teh peninggalan Kolonial Belanda 

dokpri
dokpri

Gambar diatas adalah potret sekilas pemandangan Agro Wisata Kaligua 

Hujan mengguyur kawasan wisata Agro Kebun Teh Kaligua, di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan Brebes, Jawa Tengah.

Kala itu, kabut menyelimuti perjalanan saya, ketika hendak berkunjung ke rumah salah satu teman saya yang bertempatan di daerah wisata yaitu daerah Kaligua yang terkenal dengan Kebun Teh dan peninggalan kolonial di dalamnya.

Dingin yang semerbak hingga menusuk kulit terdalam terasa seperti berjalan diatas batu es ketika mulai masuk ke daerahnya. Dingin ini disebabkan karena Kaligua berada di ketinggian antara 1.200-2.050 Mdpl.

Suhu udara ketika musim hujan mencapai 8-22 derajat Celcius dan ketika musim kemarau menjadi lebih dingin yaitu berskisa 4-12 Derajat Celcius. Itulah mengapa Kaligua sering di selimuti kabut tebal.

Jalan yang berlika liku dan menanjak, membuat suhu disekelilingku semakin dingin kala itu. Bahkan setelah mengenakan jaket tebal, tubuh masih terasa sangat dingin. Jalan tertutup kabut putih seperti sedang erupsi.

Dingin disebabkan oleh dekatnya wilayah Kaligua dengan Gunung terbesar di Jawa Tengah, yaitu Gunung Slamet. Untuk menginjakkan kaki disini, kamu bisa melewati jalur pantura dan melewati fly over Kretek daerah Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah. Tepatnya berada di Brebes bagian Selatan.

Ketika sampai di rumah teman, saya manginjakkan kaki di ubin rumahnya. Sungguh sangat dingin seperti berpijak diatas batu es di kulkas.

Teman saya menyajikan teh hangat pahit khas lokal untuk menghormati saya yang sudah jauh datang dari Bumiayu berkunjung bersama teman-teman sekolah. Waktu yang kami habiskan untuk perjalanan ke desa itu adalah kurang lebih selama satu jam tiga puluh menit.

Kami menaiki mobil truk yang biasa digunakan masyarakat desa untuk naik dan turun dari desa ke kota. Masyarakat desa Kaligua terbiasa menggunakan truk, untuk berpergian ke kota untuk sekadar berbelanja kebutuhan.

Menggunakan truk lebih efektif dari menggunakan mobil mewah. Hal itu karena mobil sedan pribadi cenderung tidak kuat dengan tanjakan curam yang berada di jalan menuju desa Kaligua.

Setelah disuguhi minuman hangat, saya dan teman-teman diajak untuk menikmati udara segar desa pandansari di Kebun Teh Kaligua.

Masyarakat desa disana, memiliki akses bebas keluar masuk tempat wisata. Itu hanya berlaku untuk penduduk lokalnya saja. Jika anda berkunjung ke tempat wisata itu, anda akan dimintai biaya masuk sebesar Dua puluh lima ribu rupiah sebagai pendapatan desa.

Agro wisata Kaligua adalah perkebunan teh peninggalan Belanda sejak tahun 1889 yang memiliki pemandangan alam yang begitu disertai hembusan udara sejuk nan segar berlatar belakang Gunung Slamet. Ada salah satu tokoh konsesi Belanda, De Jong yang di makamkan di lokasi kebun Kaligua.

Udara disana sangatlah sejuk dan tidak berpolusi. Warga-warganya berprofesi sebagai tukang sayur mayur di pasar. Kaligua juga terkenal dengan kebun kubis yang mereka tanam dengan saksama setiap hari. Sayur mayur mereka berbagai jenisnya, ada kubis, wortel hingga sawi. Warganya rajin memberikan pupuk setiap hari. Teh yang dihasilkan dari kebun teh juga di perjual belikan di kota dan sudah tersebar kehangatan tehnya.

Setelah disajikan teh hangat dan menikmati udara segar, kami mulai berjalan memasuki wilayah wisata Kaligua. Di dalamnya terhentang berhektar hektar kebun the bekas peninggalan kolonial Belanda.

Serta tempat yang terkenal disana adalah Gua Jepang yang dibangun semasa penjajahan  Jepang, dengan panjang 850 meter. Gua Jepang ini adalah bukti bahwa perkebunan ini pernah di ambil alih oleh Jepang ketika masuk ke Indonesia.

Di dalam Gua Jepang terdapat beberapa ruangan. Seperti ruang sidang, ruang tahanan, hingga ruang pembantaian.

Di dalam Gua Jepang ini sangatlah gelap, namun kamu masih bisa melihat patung ilustrasi yang sengaja dibuat untuk mendeskripsikan situasi pada masa itu.

Di dekat Gua Jepang pula, terdapat air mancur kecil yang dipercaya dapat mengawet mudakan orang yang mencuci wajahnya disana. Banyak wisatawan dan warga lokal yang kerap membasuh wajahnya di pancuran itu. Air yang begitu asri dan sejuk membuat para wisatawan menikmatinya.

Namun, untuk pencapai Kaligua, wisatawan harus berjalan cukup jauh atau bisa menggunakan kendaraan yang lewat asal bersedia membayar.

Umumnya, mobil yang digunakan adalah mobil bak terbuka atau menggunakan motor biasa. Jaraknya cukup jauh jika berjalan kaki, tetapi anda tidak rugi jika harus berjalan sambil menikmati pemandangan yang amat indah sepanjang perjalanan. Banyak orang yang suka berfoto dan bersender di tulisan "I Love Kaligua". Mereka menjadikan itu sebagai kenang-kenangan.

Selain wisata di dalam kaligua, ada sebuah telaga di dataran tinggi di dekat wisata itu yang menyimpan mitos dan sejarah yang unik. Kolam ini tergolong perawan dan masih dihuni ribuan ikan jinak.

Namanya adalah Telaga Ranjeng. Masih berada di kaki Gunung Slamet dan berada di daerah yang sama dengan Kaligua yaitu Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan dan berada di ketinggian 1.200 Mdpl.

Telaga Ranjeng dikenal sebagai wisata yang penuh mitos. Telaga ini memiliki luas 18,85 ha. Walau di telaga ini terkenal dengan ikan yang sangat jinak, dan menjadi daya tarik wisatawan, namun tidak ada satu orang yang berani mengambilnya. Konon, jika ada orang yang mengambil ikan di telaga ini bisa mendapatkan malapetaka. Hingga saat ini, warga lokal dan wisatawan masih mempercayai mitos itu dan tetap menjaga kelestarian telaga ranjeng dengan tidak mengambil ikan yang ada di dalamnya.

Jika teman-teman tertarik untuk menikmati keindahan alam yang masih asri dan begitu menawan dengan segala ciri khas yang dimiliki, maka Agro Wisata Kaligua menjadi tempat rekomended yang saya tawarkan. Saya bukan penduduk lokal, dan saya juga bukan wisatawan. Saya hanya seseorang yang pernah tinggal di dekat tempat itu dan berkunjung sebagai seorang teman sekolah salah satu masyarakat lokal disana.

Penulis : Malikah Maryam Kaustar Ilmi 

NIM : 2006015044 

MK : Menulis Feature 4A 

Peminatan Jurnalistik, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP UHAMKA 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun