Jakarta, 20 Januari 2025 - Suasana mencekam menyelimuti depan kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) berkumpul mengenakan pakaian hitam, membawa spanduk berisi tuntutan, hingga karangan bunga dengan pesan yang menggugah: #LawanMenteriDzalim. Aksi ini bukan sekadar protes biasa, melainkan puncak rasa kecewa dugaan kebijakan otoriter yang mencuat dalam kepemimpinan Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Perhatian publik bukan hanya tertuju pada sang menteri, tetapi juga pada istrinya, Silvia Ratnawati. Di antara kerumunan, spanduk bertuliskan “Institusi Negara Bukan Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri!” menjadi sorotan tajam. Pesan ini memicu diskusi luas tentang dugaan keterlibatan pihak keluarga dalam kebijakan kementerian.
Akar Masalah: Pemberhentian Pegawai hingga Status Kepegawaian
Aksi ini dipicu oleh pemberhentian salah satu pegawai, Neni Herlina, yang dianggap sepihak dan tanpa dasar evaluasi kinerja yang jelas. Ketua Paguyuban Pegawai Dikti, Suwitno, menyebut kejadian ini sebagai bentuk “ketidakadilan dan pelanggaran prosedur”. Menurut Suwitno, pegawai khawatir kejadian serupa akan menimpa mereka di masa depan.
Di sisi lain, demonstrasi ini juga memperjuangkan isu yang lebih luas. Banyak dosen dan tenaga kependidikan di Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) merasa status mereka sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak memadai. Mereka meminta agar status tersebut diubah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak-hak yang lebih baik, termasuk jaminan pensiun.
Selain itu, tunjangan kinerja yang terlambat cair turut menjadi bahan bakar aksi ini. Pemerintah sebelumnya telah menyetujui anggaran sebesar Rp2,5 triliun untuk tunjangan kinerja dosen dan ASN di lingkungan pendidikan tinggi. Namun hingga kini, banyak pegawai merasa belum mendapatkan hak mereka.
Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar M. Simatupang, menyatakan bahwa pemberhentian pegawai dilakukan sesuai prosedur. “Ini bukan keputusan mendadak. Semua berdasarkan evaluasi kinerja dan kebutuhan organisasi,” ujar Togar dalam konferensi pers.
Mengenai isu tunjangan, Togar menjelaskan bahwa proses pencairan sedang dalam tahap finalisasi. Ia meminta pegawai bersabar dan tidak memanfaatkan situasi ini untuk tujuan politis.
Namun, pernyataan tersebut belum cukup meredakan ketegangan. Demonstran menuntut dialog langsung dengan menteri untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam setiap kebijakan yang diambil.
Fakta Campur Tangan Keluarga
Tudingan campur tangan Silvia Ratnawati dalam urusan kementerian menjadi salah satu sorotan utama. Meski belum ada bukti konkret, demonstran menganggap bahwa kebijakan yang diambil menteri cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu, termasuk keluarganya. Hingga kini, Menteri Satryo belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini.
Aksi demonstrasi ini bukan hanya persoalan internal kementerian, tetapi juga cerminan dinamika yang lebih besar: bagaimana transparansi dan akuntabilitas harus menjadi dasar dalam setiap kebijakan pemerintah.
Bagaimana menurut Anda? Apakah aksi ini merupakan bentuk protes yang tepat atau justru mengungkap masalah kepemimpinan yang lebih dalam? Silakan tuliskan pendapat Anda di kolom komentar!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H