Di tengah gegap gempita kampanye Pilkada Serentak 2024, janji-janji para calon kepala daerah bergulir deras. Infrastruktur, ekonomi, pendidikan, semua dibahas secara rinci. Namun, ada satu isu yang seringkali hanya sebatas wacana: Pilkada Hijau. Slogan tentang lingkungan hidup ini sering terdengar tapi jarang jadi prioritas utama. Padahal, berbagai masalah lingkungan sudah di depan mata, seperti pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang yang menuai protes besar-besaran dari warga setempat.
Pilkada Hijau adalah komitmen untuk mengintegrasikan kebijakan ramah lingkungan ke dalam program pemerintahan. Dari tata kelola air hingga pengelolaan sampah, semua bertujuan menjaga keberlanjutan. Namun sayangnya, janji kampanye ini belum menjadi fokus. Contoh nyata terlihat pada Pulau Rempang. Pembangunan Rempang Eco City yang rencananya akan mendukung ekonomi, justru membawa dampak buruk pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Pohon ditebang, air tercemar, dan hutan mulai hilang, padahal warga setempat bergantung pada alam.
Meski kita menghadapi dampak perubahan iklim dan kerusakan alam, masyarakat seringkali lebih tertarik pada isu pembangunan fisik dan ekonomi langsung. Bagi sebagian orang, membangun sekolah atau memperbaiki jalan dirasa lebih mendesak. Hal inilah yang membuat Pilkada Hijau kerap diabaikan, meskipun masalah lingkungan di berbagai daerah terus bertambah.
Kasus Pulau Rempang adalah contoh nyata di mana pembangunan berdampak pada lingkungan dan masyarakat. Hutan yang rusak akibat pembangunan menghilangkan habitat flora dan fauna. Namun, permasalahan ini jarang diangkat sebagai janji utama. Calon kepala daerah umumnya masih lebih fokus pada isu-isu yang hasilnya bisa langsung terlihat oleh masyarakat, tanpa melihat dampak jangka panjang pada lingkungan.
Lalu, bagaimana caranya agar Pilkada Hijau benar-benar terwujud? Pertama, masyarakat perlu memahami bahwa isu lingkungan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari mereka. Ketika masyarakat tahu bahwa udara bersih, air yang sehat, dan tanah subur itu penting, mereka akan cenderung memilih calon yang peduli lingkungan.
Kedua, para calon kepala daerah perlu menyajikan program lingkungan yang nyata dan dapat diukur. Misalnya, alih-alih hanya berbicara tentang "pembangunan berkelanjutan," calon bisa menjelaskan bagaimana mereka akan melindungi ruang hijau, melarang pembukaan hutan ilegal, atau menjaga sumber air bersih. Jika rencana tersebut jelas, maka masyarakat akan melihat manfaatnya.
Ketiga, keterlibatan media dan organisasi masyarakat juga sangat penting. Media bisa mengangkat isu-isu lingkungan yang berdampak langsung, seperti yang terjadi di Rempang. Sementara organisasi masyarakat bisa memberikan edukasi tentang bagaimana pentingnya menjaga lingkungan untuk keberlanjutan hidup. Dengan begitu, masyarakat akan lebih kritis terhadap program kampanye.
Harapan Baru dari Pilkada Serentak 2024
Pada Pilkada Serentak 2024, banyak harapan yang disematkan pada para calon kepala daerah. Kita ingin melihat janji lingkungan yang lebih konkret, bukan sekadar slogan. Pilkada Hijau bukan hanya harapan bagi aktivis lingkungan, tetapi juga untuk masyarakat yang merasakan dampak langsung dari kerusakan alam di sekitarnya.
Masyarakat berhak memilih pemimpin yang bukan hanya berjanji tetapi benar-benar beraksi untuk melindungi lingkungan hidup. Dukungan kita terhadap calon yang berkomitmen pada Pilkada Hijau akan memberikan dorongan bahwa masyarakat Indonesia peduli akan kelestarian lingkungan.
Bagaimana pendapat Anda tentang isu ini? Apakah Anda merasa Pilkada Hijau sudah seharusnya menjadi prioritas utama? Tulis komentar Anda di bawah dan jangan lupa bagikan artikel ini untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya Pilkada Hijau!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H