Mohon tunggu...
Malik Aziz
Malik Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Komunal

Menulis hal-hal umum agar tidak ada yang tertinggal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merdeka dari Kurikulum Merdeka

24 Oktober 2024   14:03 Diperbarui: 24 Oktober 2024   14:25 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abdul mengangguk. "Iya, aku juga. Lebih enak dengerin guru menjelaskan ya"

Mereka terdiam sejenak, merenungi apa yang sedang terjadi. Kurikulum Merdeka, meski memiliki niat baik untuk membebaskan anak-anak dari pola belajar yang monoton, terasa menekan bagi mereka yang belum siap.

Namun, Kariem masih punya harapan. Suatu hari, ia mendengar ayahnya berbicara tentang pemilihan presiden yang baru saja selesai. Presiden yang baru akan menerapkan perubahan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Kariem mendengar kata-kata itu dengan penuh perhatian.

"Mungkin, kurikulum baru nanti bisa lebih baik," pikir Kariem. Ia berharap, perubahan pemerintahan ini membawa angin segar bagi dunia pendidikan. Ia tidak menginginkan sesuatu yang terlalu bebas atau membingungkan lagi, tetapi sesuatu yang bisa membuatnya tetap belajar sambil merasa nyaman dan bahagia.

Ketika makan malam tiba, Kariem memberanikan diri berbicara. "Ayah, apakah dengan presiden yang baru, kurikulumnya akan berubah juga?"

Ayahnya menatapnya, tersenyum. "Mungkin saja, Nak. Pemerintah yang baru pasti akan mengevaluasi apa yang kurang. Siapa tahu, kurikulum di sekolahmu bisa jadi lebih baik dan sesuai dengan kebutuhanmu".

Kariem mengangguk pelan. Ia tak terlalu paham tentang politik atau kebijakan negara, tapi ia berharap, pemerintahan baru ini akan memperbaiki sistem yang selama ini membuatnya dan teman-temannya merasa tertekan.

Kariem terus menjalani harinya dengan harapan itu di benaknya. Ia menanti-nantikan apa yang akan terjadi. Ia ingin bisa belajar lagi dengan cara yang membuatnya merasa nyaman, tanpa tekanan yang membuatnya bingung. Ia ingin bermain sambil belajar, bukan belajar yang membuatnya kehilangan waktu bermain.

Sore itu, setelah pulang sekolah, Kariem berlari ke halaman rumahnya. Ia ingin melepas lelah dengan bermain bola. Tiap kali menendang bola, ia menyimpan harapan bahwa esok hari, mungkin ada perubahan yang akan membuat sekolah terasa lebih menyenangkan lagi.

Bagaimana menurut kalian tentang harapan Kariem terhadap kurikulum baru? Apakah perubahan pendidikan di pemerintahan baru bisa benar-benar membawa solusi bagi anak-anak seperti Kariem? Yuk, tulis pendapat kalian di kolom komentar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun