Sedangkan, tarif royalti musik di supermarket, mal, toko, distro, salon kecantikan, pusat kebugaran, arena olah raga, dan ruang pameran ditetapkan sebesar Rp4.000 per meter untuk luas 500 meter persegi pertama, dan Rp3.500 per meter untuk 500 meter persegi Selanjutnya.
Apabila memiliki luas tambahan, maka dikenakan tarif sebesar Rp3.000 per meter untuk 1.000 meter persegi pertama, Rp2.500 per meter untuk 3.000 meter persegi selanjutnya, dan sebesar Rp2.000 per meter untuk 5.000 meter persegi setelahnya.
Sementara itu, tarif royalti yang harus dibayarkan oleh hotel dihitung berdasarkan jumlah kamar. Untuk hotel yang memiliki 1 sampai 50 kamar wajib membayar royalti sebesar Rp2 juta per tahun, 51-100 kamar sebesar Rp4 juta per tahun, 101-150 kamar sebesar Rp6 juta per tahun, 151-200 kamar sebesar Rp8 juta per tahun, dan jumlah kamar di atas 201 sebesar Rp12 juta per tahun.
Lalu, tarif royalti musik di restoran ditetapkan sebesar Rp60.000 per kursi per tahun, untuk bar sebesar Rp180.000 per meter persegi per tahun, dan diskotek sebesar Rp250.000 per meter persegi per tahun untuk pencipta dan Rp180.000 per meter persegi per tahun untuk pemilik hak terkait.
Pajak Royalti Turun
Pemerintah resmi menurunkan tarif pajak atas royalti bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri yang menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto (NPPN).
Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2023, WP OP yang menggunakan NPPN hanya akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 alias pajak atas royalti sebesar 6% dari penghasilan bruto. Tarif efektif ini lebih rendah jika dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yang sebesar 15%.
Ketentuan baru ini mengatur bahwa bagi WP OP yang mememenuhi syarat, penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak royalti adalah 40% dari jumlah royalti sehingga tarif efektifnya menjadi 6%.
Adapun syarat yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan penurunan tarif ini ada tiga. Pertama, merupakan WP OP yang berpenghasilan di bawah Rp4,8 miliar. Kedua, menggunakan NPPN dalam perhitungan pajaknya. Terakhir, pihak yang memotong PPh royalti telah menyampaikan bukti penerimaan surat (BPS) pemberitahuan penggunaan NPPN, sebelum pemotongan dilakukan.
Pemotongan dilakukan oleh wajib pajak yang membayar royalti disertai pembuatan bukti potong. Bukti potong tersebut kemudian diserahkan kepada WP OP yang menerima penghasilan royalti. Setelah memotong, pembayar royalti juga wajib menyetorkan pajak yang sudah dipotong tersebut kepada kantor pajak dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh unifikasi.
Selain dipotong pajak, penghasilan atas royalti juga harus dilaporkan di dalam SPT Tahunan. Adapun pelaporan dilakukan pada bagian penghasilan neto dari pekerjaan bebas yang diterima wajib pajak dalam negeri. Saat menyampaikan SPT Tahunan tersebut, wajib pajak juga dapat mengkreditkan pajak royalti yang telah dipotong.
Apabila dilihat dari potensi penerimaan PPh yang hilang, secara sederhana, potongan PPh 23 atas royalti tersebut merupakan kredit pajak bagi WP OP pengguna NPPN. Dengan tarif 15% maka WP OP akan lebih bayar pajak dan dapat mengajukan restitusi atas kelebihan tersebut. Sementara dengan tarif 6%, WP OP tidak akan terbebani oleh restitusi pajak yang berisiko pemeriksaan pajak.