Mohon tunggu...
I Nengah Maliarta
I Nengah Maliarta Mohon Tunggu... Pengacara - Pluralism

Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Apakah Covid-19 dapat Dijadikan Dasar Force Majeure?

1 Mei 2020   15:06 Diperbarui: 13 Desember 2020   04:03 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun tetap saja, secara umum Covid-19 sebagai suatu wabah penyakit tidaklah dapat dijadikan sebagai dasar suatu keadaan memaksa / force majeure yang diberlakukan secara umum. 

Sebagai contoh, force majeure bagi satu orang yang sedang terikat dalam suatu perjanjian dalam masa pandemi Covid-19 ini tidak serta merta menjadi suatu hal yang sama terhadap orang lain yang terikat dalam perjanjian yang berbeda.

Force majeure harus dilihat sebagai suatu yang sifatnya “kondisional tertentu” berdasarkan kasus per kasus tergantung dari pada sifat, jenis, keadaan-keadaan dan subjek maupun objek perjanjian.

Misalnya:

  1. Perjanjian dengan objek pembuatan aplikasi antara seorang programmer dengan sebuah perusahaan yang dalam pembuatannya hanya membutuhkan sumber daya listrik untuk menghidupkan mesin produksi (komputer), secara umum di masa pandemi Covid-19 dan PSBB ini tentu masih bisa dikerjakan secara normal karena tidak memerlukan akses keluar rumah, dan semacamnya. 
  2. Perjanjian dengan objek antar jemput dengan sepeda motor antara seorang karyawan perusahaan dengan seorang ojek pangkalan, di masa pandemi Covid-19 dan PSBB pengendara bermotor dibatasi hanya boleh mengangkut penumpang dengan alamat yang sama antara yang pengendara motor dengan yang dibonceng. Kondisi demikian tentu membuat tidak dapat dijalankannya perjanjian antar jemput dengan sepeda motor tersebut. 

Apabila pandemi Covid-19 dilihat secara umum sebagai suatu force majeure, tentu akan menjadi tidak tepat diberlakukan terhadap kasus nomor 1, karena meskipun dalam situasi pandemi Covid-19 programmer aplikasi tersebut masih tetap bisa menunaikan kewajibannya untuk mengerjakan aplikasi tersebut.

Berbeda dengan kasus nomor 2, akan menjadi tepat apabila pandemi Covid-19 dengan aturan turunannya yaitu PSBB dikatakan sebagai sebab yang memaksa tidak dapat dilaksanakannya kewajiban tukang ojek untuk mengantar karyawan tersebut. 

Kesimpulannya force majeure di tengah-tengah pandemi Covid-19 ini tidak bisa dikatakan sebagai dasar suatu keadaan memaksa / force majeure yang berlaku umum.

Force majeure dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19 harus dilihat sebagai sesuatu yang pendekatannya kasus per kasus tergantung dari pada sifat, jenis, keadaan-keadaan dan subjek maupun objek perjanjiannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun