Padahal, faktanya, kurikulum yang dikembangkan saat ini bertujuan untuk membekali generasi bangsa sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang mengikuti kondisi zaman yang terus tumbuh dan bergerak maju. Bukan sebaliknya ingin negara ini jatuh dan tersungkur ke dalam kebinasaan. Seperti apa yang dinarasikan para orang pintar dan pandai itu dalam menarasikan gagasan-gagasannya terkait dunia pendidikan.
Di satu sisi saat ini bangsa ini tengah berjuang bagaimana memperbaiki kurikulum yang ada agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan disesuaikan dengan zaman. Tapi di sisi lain ada pihak-pihak yang termasuk di dalam orang pintar dan pandai itu justru seperti mendestruksi dan mendegradasi keyakinan masyarakat bahwa upaya yang saat ini digagas adalah salah atau tidak tepat.
Dengan banyak argumen, para ahli tersebut seolah-olah mengungkapkan bahwa apa yang disampaikan benar-benar menyentuh substansi kebutuhan akan kurikulum dan keberdayaan generasi muda, dan usia sekolah yang menurut PISA sungguh jauh dari kata layak.
Kenapa orang-orang pintar dan pandai itu selalu mencari celah untuk mendramatisir keadaan?
Apa yang terjadi saat ini tentu membuat miris dan seakan-akan dunia pendidikan kita tak henti-hentinya menghadapi gejolak pro dan kontra yang tidak juga mendapatkan titik temunya.
Semenjak kurikulum dimunculkan dengan seabrek biaya dan pemikiran serta teori-teori dan praktik bagaimana menerapkan dalam ruang-ruang kelas, nyatanya sampai saat ini terus mendapatkan kritik dan argumen tandingan, dan seolah-olah kita tidak pernah selesai dengan program perbaikan serta tidak pernah menemukan kesamaan pandangan.
Bahkan boleh jadi, jika Kurikulum Merdeka ini telah diterapkan dan boleh jadi dengan pergantian kepemimpinan yang kemudian berimbas pergantian kurikulum, maka sejauh ini semua yang diciptakan tidak pernah cukup diterima dan diapresiasi.
Bolehlah ada pihak yang konservatif yang menganggap bahwa "untuk apa kita meniru negara lain, toh negara kita masih begini-begini aja", atau pendapat lain yang lebih moderat yang menganggap bahwa "kita harus bisa mengadopsi kurikulum negara lain agar kita bisa ikut maju", yang tentu saja semua memiliki argumentasi bahwa gagasan mereka adalah benar dan mewakili kebutuhan saat ini.
Kondisi yang penuh pro dan kontra ini seolah-olah hanya situasi yang sengaja diciptakan atau memang terjadi secara natural akibat adanya perbedaan pandangan dari para ahli dan orang pandai dan pintar tersebut. Meskipun faktanya, kita tidak hanya butuh teori dan gagasan, tapi bagaimana kita berkolaborasi dan mewujudkan gagasan yang berbeda itu dalam gerbong yang sama.
Banyak di antara kita yang suka mencari-cari alasan agar terlihat lebih pandai dan cerdas, tapi tidak mampu menujukkan secara pasti bagaimana menu yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai sebagaimana amanah Pancasila dan UUD 1945.
Bagaimana mungkin sebuah negara yang di dalamnya berisi orang-orang pandai dan pintar tapi belum menemukan titik temu dan kesepakatan dalam mewujudkan kurikulum dan sistem penyelenggaraan pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik serta zaman saat ini. Meskipun zaman ini terus maju dan menuju era di mana teknologi dan kecerdasan buatan semakin mendominasi.
Bagaimana sikap kita dalam menyikapi situasi ini?