Di pinggiran kota yang ramai, terdapat sebuah pemukiman kecil di mana kehidupan berputar di sekitar tumpukan sampah. Di sana tinggal beberapa keluarga pemulung yang hidup sederhana namun penuh kebahagiaan.
Ceritanya dimulai dengan dua sahabat, Mali dan Joko, yang merupakan anak-anak dari keluarga pemulung di pemukiman tersebut. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka bermain di antara tumpukan sampah, mencari benda-benda yang bisa mereka jual untuk mendapatkan sedikit uang bagi keluarga mereka.
Di tengah perjalanan menuju rumahnya, Joko bertemu dengan Mali. Kala itu Mali tengah memunguti kayu-kayu yang bertebaran di tumpukan sampah. Ada juga plastik dan ranting-ranting kecil tak luput dari tangannya yang mengaisnya dengan cepatnya.
"Hai, Mali. Kamu sedang bikin apa?" Tanya Joko dengan senyum gembira.
"Ini lho aku mau kumpulin kayu-kayu dan ranting untuk nanti malam." Jawab Mali.
"Memangnya mau bikin apa kok dikumpulin?" Tanya Joko lagi.Â
"Mau bikin api kecil di depan rumah, siapa tahu malam ini terang dengan rembulan yang bulat tanpa tertutup awan. Semoga alam ini membawa kebahagiaan untuk kita." Imbuhnya.
Joko hanya tersenyum sambil menatap mimik Mali yang begitu bersemangat. Emang mau sama siapa bakar kayu-kayu itu?" Sembari duduk sebentar Joko kembali bertanya.Â
"Semoga saja teman-teman ada yang mau mendekat. Ya mudah-mudahan kita bisa bakar singkong atau ubi rambat. Kan lumayan manis untuk dimakan sambil menatap langit yang cerah."
Tak disangka di tengah pembicaraan mereka, seorang gadis kecil menegur. Namanya Nina. Keduanya pun terperanjat.
"Hai. Kalian mau bikin apa? Kok ngumpulin kayu-kayu dan ranting? Mau bakar-bakar, ya?" Tanya Nina sewot.