Murid menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan dorongan dari dirinya sendiri dan guru hanyalah memberikan pertanyaan-pertanyaan dukungan bagaimana murid memahami solusi atas persoalan yang dialami dalam menerapkan budaya positif yang tujuannya agar mereka dapat menyelesaikannya dengan mandiri dan bertanggung jawab.Â
Pada mulanya saya memahami bahwa murid-murid dapat terbentuk menjadi sosok yang disiplin hanya dengan menempatkan diri sebagai penghukum dan pengamat, namun akibatnya murid-murid tidak memahami hakekat dari apa yang dilakukannya dan hanya memahami bahwa akibat dari kesalahannya adalah sebuah hukuman yang terkadang justru menyakiti fisik dan psikisnya.Â
Bahkan meskipun guru menempati posisi sebagai pemantau dengan menunjukkan aturan-aturan di sekolah, hakekatnya murid-murid tadi tidak secara ikhlas mematuhi apa yang seharusnya mereka patuhi, di lain kesempatan semua peraturan itu dianggap hal yang menakutkan. Padahal sejatinya pembentukan karakter itu diawali oleh pemahaman murid mengenai apa dan bagaimana mereka seharusnya sebagai murid dan menempatkan mereka sebagai pribadi yang mesti bertanggung jawab dengan apa yang akan mereka lakukan. Mereka adalah pribadi yang merdeka yang menempatkan dirinya sebagai hamba Tuhan, makhluk individu dan makhluk sosial.
Aktivitas murid pun sejatinya bukanlah karena aturan sepihak dari sekolah, namun berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disusun bersama-sama dalam keyakinan kelas. Murid-murid menyadari bahwa ketika mereka bertindak, berlaku dan bertutur kata harus sesuai dengan keyakinan kelas yang telah mereka sepakati.
Menariknya adalah ketika awalnya murid mendapatkan hukuman atau konsekuensi dari kesalahannya, karena mereka memahami nilai-nilai kebajikan yang tersusun dalam keyakinan kelas tadi, maka secara sadar dan dengan kontrol diri dari masing-masing individu mau mengikuti keyakinan yang telah mereka sepakati.
Perubahan cara berpikir saya sebagai guru dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah adalah bahwa dalam mewujudkan budaya positif seharusnya guru mampu menggiring siswa dalam pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai kebajikan universal yang dipahami secara mendalam dan menjadi dasar bagi murid-murid dalam melakukan aktivitasnya di kelas dan sekolah.Â
Guru pun sejatinya adalah teladan yang akan ditiru atau dicontoh oleh para muridnya bagaimana menerapkan budaya positif di sekolah. Jika guru sudah mampu menerapkannya secara konsisten, maka diharapkan murid-murid pun dapat melakukannya secara konsisten pula.
Pengalaman-Pengalaman yang saya alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul budaya positif baik di kelas maupun di sekolah.
Sebagaimana dipahami bahwa budaya positif adalah bagaimana menerapkan kebiasaan-kebiasaan baik yang bertolak ukur pada pemahaman nilai-nilai kebajikan, bagaimana anak-anak mulai memahami tentang keyakinan kelas yang pada akhirnya mereka secara sadar mengamalkannya dalam setiap perilakunya di sekolah.Â
Namun demikian anak-anak berkebutuhan khusus adalah pribadi yang unik dengan aneka hambatan dan potensi yang dimilikinya, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan bagaimana berperilaku yang baik. Belum lagi karena pemahaman tentang konsep-kosep masih sangat terbatas, maka sejauh ini masih membutuhkan bimbingan dan diupayakan secara internal agar mereka memahami dan mau melakukannya.
Meskipun dalam keterabatasan pemahaman mengenai konsep-konsep kata dan kalimat dalam keyakinan kelas dan budaya positif, saya meyakini bahwa budaya positif bukan sekedar dipahami kata perkata atau perkalimat, tapi bagaimana diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selalu mengingatkan dan memberikan arahan terbaik bagaimana menerapkan budaya positif tadi tanpa mengurangi keyakinan bahwa setiap murid adalah istimewa dan memiliki potensi masing-masing.