Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hindari Bakar Sampah, Berikut 3 Alternatif Mengelola Sampah

25 Juni 2023   21:35 Diperbarui: 27 Juni 2023   20:45 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sampah adalah barang yang dianggap tak berguna, tapi jika dimanfaatkan dengan optimal, maka sampah pun bisa jadi emas" (Kata-kata bijak)

Ada yang menarik dari sliweran notifikasi kompasiana malam ini, yaitu terkait pembakaran sampah. Yang pada esensinya menguak fakta bahwa di sekitar kita masih banyak yang menganggap membakar sampah adalah solusi paling jitu dan mudah mengatasi masalah limbah sisa rumah tangga ini.

Tidak hanya di perdesaan, di perkotaan sejatinya masih banyak masyarakat yang sengaja membakar sampah. Motifnya bisa karena ingin segera menghilangkan tumpukan sampah, bisa juga karena tidak mau repot jika harus membuangnya di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA). Alasannya klasiknya karena jauh dan boleh jadi karena kurang memahami dampak dari pembakaran sampah terhadap kesehatan. 

Menurut situs citarumharum.jabarprov.go.id bahwa "asap pembakaran sampah dari jenis apapun, baik plastik, kayu, kertas, daun maupun kaca, melepaskan banyak polutan beracun, yakni karbon monoksida, arsenik, dioksin, furan dan VOC."(citarumharum.jabarprov.go.id, 23 Agustus)

Tentu dengan kandungan polutan tersebut bisa berdampak serius jika terhirup oleh manusia maupun hewan, dan tentu saja bisa mengakibatkan gangguan kesehatan pada mata yang terkena paparan asap tersebut. Seperti iritasi dan jika berlangsung lama bisa mengakibatkan kerusakan mata yang serius. 

Dan ketika googling mencari dasar pelarangan pembekaran sampah itu, ternyata tertuang dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 29 Ayat 1 huruf g yang menyebutkan bahwa "setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah." Undang-undang ini menegaskan, setiap orang berkewajiban mengelola sampah rumah tangga dengan cara yang berwawasan lingkungan. (Kompas.com, dalam artikel Sanksi Membakar Sampah Sembarangan, 25 Januari 2023)

Apa yang disampaikan oleh Kompas.com tersebut sejatinya banyak juga dibahas oleh media-media lain yang tidak disebutkan di sini. Namun yang menjadi persoalan di sini adalah, apakah pemerintah telah memberikan sosialisasi terkait pelarangan pembakaran sampah dan masyarakat sudah mengerti terkait pelarangan itu disertai dengan undang-undangnya? Dan apakah pemerintah daerah telah memberikan solusi terkait pembuangan sampah dari masyarakat?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang notabene banyak ditanyakan oleh masyarakat terkait pelayanan umum dalam pengelolaan sampah. 

1. Apakah masyarakat sudah mengerti terkait pelarangan sampah dan memahami undang-undangnya?

Nah, untuk pertanyaan pertama ini saya yakin sudah banyak sosialisasi diberikan pada masyarakat melalui media cetak maupun elektronik. Bahkan beberapa kali pemerintah daerah memberikan sosialisasi terkait larangan membuat sampah sembarangan. Seperti dilakukannya sosialisasi ke sekolah-sekolah di derah kami dan penyuluhan desa yang diwakili oleh RW, RT, ibu-ibu PKK, Kader Posyandu, KWT, dan sebagainya yang tentu saja harapannya sosialisasi itu bisa sampai ke akar rumput, yaitu masyarakat paling bawah di daerahnya.

Namun demikian, kadang informasi itu tidak sepenuhnya dipahami masyarakat di tingkat bawah karena kebiasaan yang dilakukan adalah lebih nyaman dan mudah membakar sampah daripada harus menjadikannya sebagai pupuk kompos misalnya. Karena membuat pupuk kompos nyatanya juga butuh biaya bahan fermentasi. Itu satu kendala di masyarakat mengapa pengelolaan sampah yang alami begitu sulit dilakukan masyarakat. 

Masyarakat tentu akan mengikuti aturan yang ada, namun jika terkendala biaya pembelian bahan fermentasi pasti sudah jadi persoalan yang prinsip. Bahkan bisa jadi, mending sampah dibakar daripada beli bahan fermentasi yang seharusnya untuk dibelikan cabai atau bumbu lainnya. 

Masalah selanjutnya adalah ketika perwakilan masyarakat yang menerima sosilisasi di desa ternyata tidak juga menyampaikan pada masyarakat di desanya. Tentu sia-sia pengetahuan tentang larangan sampah itu, karena masyarakat bawah sendiri tidak mendapatkan informasi secara tepat. Masih beruntung ada yang dengan kesadaran tidak membakar sampah lantaran mengganggu pernapasannya sendiri dan tetangga.

Memberikan larangan terkait pembakaran sampah tentu akan bersinggungan dengan seberapa pahamnya dampak atau akibat jika sampah-sampah itu dibakar. 

Saya kira semua elemen masyarakat harus saling mengingatkan betapa bahaya sampah dan akibat jika dibakar bagi kesehatan.

Tidak hanya sampah yang dibakar, karena masyarakat desa masih banyak yang membuang sampah di saluran irigasi atau selokan, yang tentu saja ini sangat berbahaya. Namun, sayangnya ketika diingatkan ternyata muncul perdebatan dan ketersinggungan dan seolah-olah kita terlalu turut campur dengan urusan orang lain.

Dan saya pun sempat meragukan kredibilitas pengelolaan sampah karena di antara mereka saja ada yang membakar sampah di penampungan. Hal ini beberapa kali saya menyaksikan sendiri bagaimana penjaga pasar justru membakar sampah yang notabene tempat sampahnya di sisi pasar. Bukannya ini pelanggaran serius dan berbahaya?

2. Apakah pemerintah memberikan solusi terkait pembuangan sampah dari masyarakat?

Pertanyaan kedua ini sungguh sangat bersinggungan dengan aktivitas harian bagaimana masyarakat dapat membuang sampah di tempat pembuangan sampah akhir. Biasanya tempat pembuangan sampah akhir ini telah ditentukan lokasinya. Seperti di Jakarta ada di daerah Bantar Gebang, dan kalau di Kota Metro ada di daerah Karang Rejo. Di mana di daerah inilah sampah-sampah di Kota Metro dikumpulkan menjadi satu. 

Pemerintah pun sudah menyediakan kendaraan pengangkut sampah milik pemerintah daerah yang juga beroperasi setiap hari. Namun sayangnya keberadaan truk pengangkut sampah ini pun tidak menjangkau semua daerah. Dampaknya masyarakat yang enggan membuang ke tempat sampah tersebut, lebih baik membakarnya. Meskipun adapula tempat sampah di sisi pasar Margorejo, ternyata masyarakat yang tidak dilalui kendaraan pengangkut sampah enggan membuangnya ke tempat tersebut. Dan mudah-mudahan kendaraan sampah ini bisa menjangkau seluruh wilayah di Kota Metro.

Inilah faktor mengapa pembakaran sampah masih dianggap sebagai primadona. Padahal ada hal lain yang lebih bermanfaat dilakukan terhadap sampah daripada membakarnya, yaitu:

Pertama, Jika sampah plastik, maka lebih baik mengumpulkannya ke dalam karung bekas. Setiap ada sampah plastik jangan dibakar tapi dikumpulkan sampai banyak, dan jika jumlah dan beratnya sudah lumayan bisa dikilokan ke pengepul barang rongsokan. Lumayan hasilnya bisa untuk beli uang jajan anak-anak. 

Hal tersebut sering kami lakukan di rumah, daripada sampah dibakar mending dikumpulkan lalu dijual pada pengepul.

Kedua, jika sampah basah atau sisa sayuran, mendingan ditutup dan diberikan ember untuk sampah sayuran dan dimasukkan ke dalam tong dan ditutup dengan rapat nanti akan menjadi pupuk cair atau pupuk kompos. Dan jika sayuran itu tidak hendak dibuat pupuk, maka alternatif lainnya adalah diberikan pada peternak kambing. Sampah sayuran dan buah-buahan sangat disukai para embek.

Ketiga, alternatif paling mudah namun kadang malas melakukannya adalah memasukkan sampah tersebut ke dalam karung dan mengantar sendiri ke penampungan sampah akhir. Hal ini lebih praktis dan tak perlu membayar retribusi sampah yang notabene ditarik dari masyarakat yang memang mendapatkan jasa pengumpulan sampah dari pemerintah daerah.

Akhirnya, sampah adalah masalah yang selalu ada dan muncul di tengah-tengah kita, namun dengan kesadaran mengelola sampah dengan baik akan mengurangi penyakit di lingkungan masyarakat dan mengurangi polusi udara akibat zat beracun dalam asap pembakaran sampah. Janganlah membakar sampah, ketika memanfaatkan atau menjualnya lebih menghasilkan uang.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun