Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan yang Memanusiakan Peserta Didik, Sebuah Pesan Bijak dari Ki Hajar Dewantara

25 Mei 2023   16:45 Diperbarui: 29 Mei 2023   17:17 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita menganggap bahwa seolah-olah pendidik adalah manusia yang paling berkepentingan terhadap pendidikan anak-anak? Atau menganggap bahwa pendidikan itu semata-mata menuntut anak-anak seperti apa mau pendidiknya?

Ya, mungkin di antara kita termasuk penulis masih menganggap bahwa anak-anak sebagai objek pendidikan hingga memberikan label bahwa anak-anak adalah "korban" dari sebuah agenda pendidikan, tanpa melihat bahwa hakikatnya pendidikan itu adalah menuntun anak-anak sesuai dengan kodrat kemanusiaan, kodrat alam dan semestinya menyesuaikan kodrat zamannya.

Bahkan ada pula yang boleh jadi sampai detik ini menganggap bahwa anak-anak didik adalah mesin yang tengah kita ciptakan sesuai dengan kemauan kita, tanpa melihat kemampuan, kebutuhan dan potensi yang dimilikinya dan untuk apa mereka terlahir di dunia ini.

Hingga masih ditemukan berbagai persoalan yang dialami oleh anak-anak, seperti anak-anak yang malas dalam belajar, guru yang dianggap membosankan, tujuan pembelajaran yang hambar dan kurang diterima anak-anak, serta bentuk lain yang lebih ekstrim dimana anak-anak mengalami depresi dalam menjalani proses pendidikannya. 

Itu di satu sisi yang dialami anak-anak dalam proses penemuan jati dirinya dalam pendidikan. Dan di sisi lain ada pula sekolah, keluarga dan lingkungan yang justru belum menjadi wadah yang menyenangkan bagi tumbuh kembang anak-anak tersebut.

Mengapa demikian? Apa yang semestinya kita lakukan?

Perlu kita pahami bahwa anak-anak atau murid-murid kita adalah sosok makhluk yang memiliki potensi yang seringkali kita abaikan. 

Seperti apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa, anak-anak mesti tumbuh sesuai kodrat kemanusiaannya dengan fisik dan jiwa penuh kasihnya, anak-anak mesti tumbuh sesuai kodrat alam, di mana setiap anak memiliki latar belakang yang berbeda; baik anak-anak yang lahir dan tumbuh di daerah pedesaan atau perkampungan, dan ada pula yang hidup di daerah perkotaan. 

Selain itu ada anak yang tumbuh di lingkungan masyarakat petani, nelayan, pedagang, pengusaha yang tentu saja memiliki karakteristik yang berbeda. Juga anak-anak ada yang hidup dari kalangan kaum papa dan ada juga yang lahir dan dibesarkan dari kalangan terpandang.

Ini adalah potret nyata bahwa anak-anak memiliki kodrat alam yang berbeda. Yang tentu saja tidak bisa disamaratakan apa kebutuhan dan keinginannya, dan tentu saja tidak bisa disamakan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Semua anak secara kodrat (fitrah) adalah berbeda.

Begitu pula jika kita pahami secara mendalam, bahwa zaman dulu dan era saat ini amatlah berbeda. Zaman dulu pendidikan masih bergelut dengan era meraih pendidikan demi kemerdekaan dan melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, sedangkan saat ini anak-anak butuh sentuhan berbeda sesuai dengan zaman yang semakin modern di segala bidang. Mereka butuh untuk bekerjasama dengan orang lain dan menjadi warga masyarakat, bangsa dan dunia.

Hal ini tentu adalah sebuah fenomena yang membutuhkan pemahaman yang mendalam bagi pendidik dan seluruh pemangku kebijakan.

Kita mungkin merasa telah sukses mendidik anak-anak ini dengan cara yang masih sama dari tahun ketahunnya, menjadikan anak-anak sebagai objek pendidikan yang dengan terpaksa menerima semua rencana orang tua bagi tumbuh kembang anak yang seharusnya mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. 

Bahkan ironisnya ketika segenap rencana yang diberikan bagi anak-anaknya ternyata justru membelenggu kodrat anak untuk berkembang dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan adalah menuntun dan bukan menuntut

Ki Hajar Dewantara pernah berkata bahwa pendidikan adalah menuntun murid untuk mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya dan menjadi insan yang merdeka. Bahwa "pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. (KDH, 1936) Dasar-dasar Pendidikan hal. 1, paragraph 4, disalin dari Refleksi Filosofis Pendidikan Ki Hajar Dewantara-Elaborasi Pemahaman Modul 1.1 tanggal. 25 Mei 2023)

Telah jelas apa yang disampaikan oleh KHD tersebut bahwa pendidikan itu menuntun kekuatan kodrat yang dimiliki anak-anak jadi bukan sebaliknya menuntut anak-anak sesuai kemauan pendidik atau orang tuanya.

Dengan kata lain pendidikan itu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak-anak untuk terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan, bakat atau potensi yang dimilikinya agar mereka mampu hidup dengan mandiri sebagai manusia individu maupun makhluk sosial.

Dan tentu saja para pendidik sangat tidak diperkenankan untuk menuntut mereka di luar kemampuan, bakat, potensi dan kebutuhan mereka. Guru sebatas fasilitator dan pendukung anak-anak agar mereka meraih mimpi dan cita-cita hidup yang bahagia. Bahkan seorang pendidik hakekatnya semestinya melayani mereka dengan sepenuh hati dan menyiapkan suasana dan lingkungan yang menyenangkan dan bahagia agar anak-anak ini dapat menemukan pengalaman yang berharga dari setiap jenjang pendidikan yang mereka lalui untuk masa depannya kelak.

Sama seperti petani mereka tidak mampu mengubah sifat dan kodrat padi untuk menjadi jagung atau kedelai misalnya, akan tetapi pendidik memberikan layanan dan tuntunan agar mereka memiliki kualitas yang lebih baik dengan perawatan (pendidikan) yang selayaknya. Dan bukan mengubah sifat dasarnya padi menjadi jagung. 

Begitu pula ketika anak-anak itu tumbuh di masyarakat pedesaan pun semestinya pendidikan itu merujuk di mana mereka berasal. Mendidik mereka sesuai dengan potensi daerah dimana mereka bermukim. Semua menyesuaikan dengan alam di mana mereka dapat menemukan dan menggali potensi yang dimiliki dengan mengambil segala manfaat dari lingkungan sosial dan alam mereka sendiri.

Menggali segenap potensi alam yang bisa dikembangkan untuk kehidupan mereka yang lebih baik dengan mengikuti perkembangan zaman saat ini.

Jika mereka petani, maka petani yang berteknologi kekinian adalah sebuah keniscayaan

Ada yang beranggapan bahwa setiap pendidikan itu menciptakan seorang pegawai atau karyawan kantor, dan menganggap bahwa untuk potensi lain sulit dicapai. Tentu pernyataan ini belumlah tepat.

Mengapa? Karena pendidikan itu menuntun dan mengarahkan anak-anak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan mensupport mereka agar mencapai kemampuan dan potensi terbaiknya. Dimana trikon KHD adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Di depan menjadi teladan, di tengah memberikan semangat, dan di belakang memberikan dorongan.

Ketika di depan, pendidik semestinya memberikan teladan yang baik bagaimana anak-anak berperilaku yang baik, mereka mampu memberikan gambaran perilaku bahwa menjadi pegawai, karyawan atau petani sekalipun adalah sebuah pilihan yang bisa diambil. Memahamkan anak-anak semua profesi adalah baik dan mesti dicintai sepenuh hati. 

Menjadi pedagang pun adalah alternatif profesi yang menjadi cita-cita dan tentu saja pendidikan itu semestinya menyemangati dan mengarahkan mereka sesuai dengan cita-cita dan impiannya.

Pendidik tidak berhak membelenggu cita-cita anak-anak dan tidak berhak menuntut apa yang tidak mampu mereka lakukan. 

Ketika anak tidak mampu dalam matematika, maka selayaknya memberikan pemahaman dan dukungan bahwa materi lain pun bisa dipahami dan dicintai. Bukan sebaliknya memaksa mereka menguasai matematika di mana mereka tidak menghendaki itu. 

Jika seorang anak lebih mencintai seni, maka bakat inilah yang semestinya dikembangkan dengan sebaik-baiknya.

Anak-anak memiliki bakat yang berbeda, dan tentu memiliki hambatan dan kemampuan yang berbeda pula. 

Bahkan jika anak-anak mencintai profesi sebagai petani, maka dukungan yang terbaik mesti diberikan agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai, bahkan jika saat ini adalah dunia tekhnologi, maka raihan cita-cita pun semestinya didukung dengan teknologi yang memadai. Teknologi saat ini begitu aplikatif dalam mencapai derajat pendidikan yang lebih baik dan raihan kemandirian anak-anak di zaman yang serba modern saat ini.

Memanfaatkan segala potensi daerah sebagai bahan dan sumber pembelajaran, dan menjadikan kekayaan sosio kultural di daerahnya sebagai aset yang berharga bagi tumbuh kembang anak-anak dalam  mencapai kemerdekan pribadi dan masa depan yang lebih baik.

Implementasi Filosofis Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sebagai makhluk yang sempurna dengan kodrat insaniah, alam dan zaman, anak-anak semestinya berhak terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang mereka miliki.

Menuntun mereka berkembang dan tumbuh dengan sebaik-baiknya, bergaul dan berkehidupan bersama orang-orang di sekitarnya dengan budi pekerti yang baik tanpa memandang siapa dan dari mana mereka berasal.

Pendidikan yang menuntun sesuai konteks alam dan zaman tentu akan bersinggungan dengan karakter Profil Pelajar Pancasila yaitu Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong dan berkebinekaan global adalah sendi dari sisi kehidupan anak-anak sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.

Mengarahkan mereka sesuai dengan kehidupan yang semakin kompleks, dengan sikap gotong royong, yang tentu melibatkan mereka dengan dunia anak-anak lainnya yang luas sehingga terciptalah manusia yang memiliki nilai humanis (kemanusiaan) yang pada akhirnya menjadi insan yang selamat dan bahagia.

Salam dan Bahagia!

Penulis: M. Ali Amiruddin, S.Ag

Guru SLB Negeri Metro

CGP Angkatan 8 BGP Provinsi Lampung Tahun 2023

Tugas 1.1.a.8 Koneksi Antar Materi-Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun