Bisa jadi gempa bumi tidak pernah terjadi di suatu wilayah, jika bumi ini tiba-tiba bergerak dengan sendirinya, maka tak menutup kemungkinan akan meruntuhkan semuanya. Apalagi bencana alam tidak hanya gempa bumi, karena di media pun bermunculan informasi bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran dan bencana lain yang begitu saja terjadi.
Kita selalu berharap dalam keadaan aman dari bencana, tapi siapa yang dapat menduga jika bencana tersebut tiba-tiba hadir? Hanyalah kesiap-siagaan itulah yang memperkecil jatuhnya korban jiwa.
Melatih kesiap-siagaan bencana dari rumah
Sebagai keluarga yang menjadi bagian dari bumi pertiwi, tentu adanya bencana turut menjadi perhatian yang serius. Hal tersebut berdasarkan kejadian bencana yang ternyata tanpa disadari telah menewaskan anggota keluarga mereka.Â
Bagaimana mirisnya ketika orang-orang yang semestinya mendapatkan perlindungan dan rasa aman, ternyata harus menjadi korban karena "kelalaian" atau karena memang musibah yang tidak bisa dihindari.
Padahal memperkenalkan solusi sederhana ketika terjadi bencana adalah langkah yang paling mungkin dapat diberikan. Seperti lari secepatnya jika memungkinkan melewati pintu atau jendela yang mudah di buka, bersembunyi di bawah meja atau dipan (tempat tidur kayu atau ranjang besi) jika tidak sempat keluar rumah, menjauhi dari lemari karena kemungkinan lemari yang akan roboh yang berdampak menimpa tubuh, atau menutup kepala menggunakan tas untuk menghindari kejatuhan benda-benda yang jatuh, serta memperkenalkan di mana tempat paling aman untuk dilakukan evakuasi.
Namun hal yang paling utama mencegah terjadinya jatuh korban adalah pastikan jalur evakuasi tidak terhalang oleh benda-benda lain seperti kabel, kursi yang menutup akses jalan, dan teralis besi pada pintu dan jendela yang ketika terkunci semakin mempersulit melakukan evakuasi.
Di bulan-bulan bencana, berlibur di tempat paling aman adalah sebuah keniscayaan
Setiap penduduk sepertinya ingin menikmati saat-saat liburan, baik liburan Natal maupun Tahun baru. Apalagi di Desember ini adalah puncak liburan dua moment tersebut selain liburan sekolah selama setengah bulan.
Tentu saja moment yang tidak setiap bulan dialami turut memicu semangat orang-orang yang tengah menjalaninya ingin keluar rumah untuk menikmatinya. Baik sekedar buang-buang uang kecil (konglomerat) maupun membuang kepenatan setelah berbulan-bulan merasakan beban dan aktivitas pekerjaan.
Semua hal tersebut boleh dan bisa saja dilakukan demi untuk memuaskan hasrat berlibur tersebut. Akan tetapi apakah hasrat berlibur tersebut bisa dengan melawan kondisi yang akhir-akhir ini cukup membahayakan?