Dalam batinnya mungkin berkata: "Oalah pak pak, minyak goreng kok nggak ada. Mau beli ngantrinya seperti ular. Kalau nggak ngantri pasti nggak kebagian." Seperti itulah kesan yang saya tangkap dari pembicaraan mereka ketika mendiskusikan persoalan sembako yang sangat-sangat krusial bagi ibu-ibu rumah tangga ini.
Makanya, ketika ada yang berkomentar negatif karena ibu-ibu sulit mencari minyak goreng, mereka secara ketus langsung menjawab, "ya wajar anda tidak merasakan kesusahan, lah wong dari kecil sudah hidup enak."
Dan kita abaikan saja silang pendapat mengapa minyak goreng itu langka.Â
Kembali ke laptop.Â
Bahwa kelangkaan minyak goreng ini turut memicu semangat untuk hidup lebih irit. Yang biasanya setiap hari bisa bikin gorengan atau masakan oseng-oseng, karena langka terpaksa membuat olahan tanpa minyak.
Seperti apa yang dilakukan ibunya anak-anak, ketika mendapatkan kelapa dari tempat orang tuanya ia pun memanfaatkannya untuk membuat minyak goreng. Caranya sangat mudah, pertama, kupas kelapa dan sabutnya dibuang atau dijadikan bahan bakar ditemani oleh batok kelapanya.Â
Setelah kelapa bersih dari sabut dan batoknya, kemudian kelapa itu dicuci dan diparut dengan rasa bahagia. Sebab kalau ketika marut wajah cemberut dan hati susah, akibatnya tangannya ikut kena parut dan berdarah. Hati sudah sakit karena minyak langka ditambah tangan yang terluka bukan karena cinta, tapi tajamnya duri-duri parut.
Setelah kelapa itu diparut, maka langkah selanjutnya memerasnya dengan lembut selembut salju, sampai santan tercipta, lalu buanglah ampasnya. Ampas ini bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak (ayam) dicampur bekatul atau langsung disawurkan di hadapan ayam-ayam yang kelaparan.
Jika ingin menghemat biaya dalam mengolah, maka ada baiknya jangan menggunakan kompor gas atau kompor listrik, tapi gunakanlah tungku kayu bakar.
Disamping hemat bahan bakar, tentu melatih ibu-ibu berolahraga dengan memanfaatkan kayu-kayu yang banyak berserak di kebun. Ingat, bukan kebun tetangga lho ya?
Ketika tungku sudah dipenuhi api merah nan panas, langkah selanjutnya adalah terus mengaduk-aduk santan itu sampai air santan tertinggal minyak dengan sisa-sisa pengolahan yang sering disebut "blondo". Di desa kami blondo ini banyak disukai anak-anak karena  gurih.Â