Siapa yang tidak kenal Prabowo Subianto? Sepertinya seluruh anak negeri di negeri +62 ini amat kental dengan yang namanya politisi ini.Â
Politisi yang begitu berat kiprahnya dalam membangun negaranya-selain bisnis pribadi, ternyata sampai sejauh ini turut memancing opini publik.Â
Opini tersebut terus menerus menerpa diri sosok pria dengan panggilan Prabowo tersebut.Â
Kita maklum, bahwa siapapun yang terlibat politik praktis akan terus berhadapan dengan manuver-manuver lawan politiknya, serta opini dari publik terkait kinerjanya selama ini.
Boleh kita menganggap bahwa sosok Ketum Partai Gerindra ini akan merasa jatuh ketika sesama teman politik tiba-tiba menjauhi beliau. Faktanya meskipun satu persatu menganggap Prabowo sebagai penghianat rakyat, nyatanya beliau selalu menanggapinya dengan kepala dingin dan hati yang bening.
Satu contoh ketika Prabowo menjadi calon presiden, sikapnya tegas menyatakan bahwa saat itu beliau adalah lawan terberat dari Jokowi. Dan beliau merasa suaranya tidak kalah jauh dibandingkan yang diperoleh oleh Jokowi, yang kala itu benar-benar menjadi lawan politik yang tangguh. Bagaimana tidak tangguh, meskipun segala upaya sampai tingkat MK melakukan gugatan, nyatanya kemenangan Jokowi tidak bisa dianulir. Dan Prabowo, dengan berat hati menerima keputusan itu, dengan risiko partner politik atau orang-orang di lingkaran beliau turut menyesalkan sikapnya, nyatanya tidak membuat Prabowo begitu saja membiarkan sikap kenegarawanannya musnah begitu saja.
Seandainya kala itu Prabowo adalah politisi yang kepala panas (lawan kepala dingin), saya menduganya akan terjadi demo besar-besaran menolok hasil keputusan Mahkamah Konstitusi.Â
Namun, beliau bukanlah politisi abal-abal. Seorang politisi yang bertanggung jawab akan siap menerima risiko bahwa menang atau kalah adalah konsekuensi bagi siapa saja yang masuk dalam gelanggang.
Dengan sikap bijak beliau bisa menenangkan massa pendukungnya untuk tidak  melakukan tindakan yang bisa merugikan semua orang.Â
Menang dalam kontestasi politik adalah keinginnan, tapi menerima kekalahan adalah sikap ksatria dan pantas dipanggil sang negarawan.