Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Wajah Kotoran Kita

22 Agustus 2020   10:05 Diperbarui: 23 Agustus 2020   11:59 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Entah mengapa, sang nenek justru berpaling dariku pergi begitu saja. Aku heran, kenapa kebiasaan jelek ini bisa dilakukan.  Apa memang nenek ini terbiasa membuang sampah sembarangan? Tidak tahu pasti. Tapi banyak orang yang aku temui memiliki kebiasaan buruk dan tak layak ditiru.

        Aku kembali meneruskan olahraga pagi ini, hingga beberapa menit berlalu, tubuh sudah bermandikan peluh. Tak terasa rasa lelah melanda. 

        Tapi, nggak apa-apa, bagiku olahraga ini menyenangkan. Meskipun tadi nampak membuat aku kecewa. Seorang nenek yang seharusnya memberi teladan yang baik, nyatanya sikapnya tidak layak ditiru.

        Kulangkahkan kaki perlahan. Aku lihat seonggok berambut ada di sisi tembok pagar tetanggaku. Kupungut dan kumasukkan ke dalam polybag tanaman obat di sana. Ada kunyit, kencur dan jahe. Ada pula lengkuas yang juga tumbuh lebat di sana. Ambil segenggam demi genggam, ku isi polybag itu agar tanaman-tanaman yang aku pelihara menjadi lebih subur.

         "Sungguh nyaman suasana pagi ini," kataku sambil menikmati kudapan jajanan di pagi hari selepas melemaskan otot-otot yang tegang karena kelamaan duduk. Kopi susu masih teronggok di meja tamu yang isinya tidak sedikit. Kutegguk dan kembali aku lanjutkan kegiatan di pagi ini.

         "Mau angon pak?" tanyaku pada lelaki hitam legam bergaun kaos yang warnanya mulai memudar..

         "Iya, Pak." Jawab penuntun sapi itu dengan santai sambil tangannya tetap menuntut sapi-sapinya. Ia tersenyum sekedarnya.

         Tak seberapa lama, tiba-tiba beberapa sampinya mengeluarkan kotoran yang baunya cukup menyengat dan berceceran di jalanan yang aku lalui yang mengganggu orang-orang yang hendak melewati jalanan itu. Segenap mata tertarik untuk mengamati pemandangan yang tidak menyenangkan itu.

        "Pak, sapinya membuang kotoran sembarangan ya? Tanyaku sambil tertawa ngekek.

        "La iya to, Pak, namanya sapi yang sembarangan. Kalau sapi bisa buang air di toilet, tentu bukan sapi lagi tapi manusia."

        "Tapi banyak juga manusia yang membuang kotoran di jalanan ya, Pak? Sampah-sampah yang seharusnya di buang di tempat sampah, ternyata dibuang diselokan, jalanan, di taman-taman dan di mana menemukan tempat yang dianggap layak untuk membuang kotoran. Padahal tempat itu akan penuh dengan sampah dan mengganggu pemandangan. Selain itu kan pasti mengganggu kesehatan karena akan membusuk dan menjadi tempat hinggap lalat-lalat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun