Malam ini suasana dingin sedingin salju laksana di pegunungan Himalaya. Hujan dari maghrib masih menyelimuti.
Namun, suasana beku ini tak kami biarkan membunuh semangat untuk melukis pahlawan kemerdekaan. Sebab, esok hari kami ingin membuat hiasan gapura di gerbang desa, untuk dilombakan dalam rangka HUT RI ke-75 tahun ini.Â
Meskipun hujannya tidak juga reda, sepertinya sulit menggoyahkan semangat menyongsong kemerdekaan, yang hanya dirasakan setahun sekali. Yap, hanya setahun sekali kami merasakan gelora semangat kemerdekaan dan persatuan kita. Meski setelah itu semua seperti digulung ombak pertikaian kembali.
Di beranda, aku dan teman-temanku tengah asyik dengan aktivitas masing-masing. Tanganku tengah menari dengan kuasnya. Sosok pahlawan tengah aku lukis.
Sebenarnya aktivitas ini sudah dua hari yang lalu kami kerjakan, tapi apa daya, hingga malam ini belum juga kelar.
"Capek juga ya, Mat? Tanya temanku membuka pembicaraan.
"Ia, rasanya capek sekali. Padahal teman-teman kita sudah dibagi kelompok agar tugas masing-masing berjalan lancar. Eh, ndilalah masih ada saja yang absen, lupa kalau tugasnya belum selesai. Padahal dua hari lagi semua harus beres."
"Setelah ini beres, kita akan mengerjakan pekerjaan lain. Lihat saja, pos jaga kampung ini tak terawat. Bambu-bambu yang akan kita gunakan untuk membuat pagar jalan desa saja belum selesai ditebang. Gimana ini, Jun? Curhatku.
"Entahlah, aku saja bingung. Kalau lagi rapat, orang-orang begitu nyaring berbicara. Bak suara harimau mengaum yang hendak menyergap mangsa. Eh, giliran kerjaan ada di depan mata, langsung mlempem. Seolah-olah semua hanya ingin mencari panggung. Semua ingin dianggap hebat, padahal nol besar."Â
Juned menggerutu. Ia malah heran dengan prilaku teman-teman yang seakan-akan tidak sesuai dengan apa yang diomongkan. Juned adalah  teman yang merupakan anggota Karang Taruna Merdeka di kampungku.Â