"Sudah-sudah. Kalau mau rapat ayo diteruskan. Silakan Ketua membuka rapat secara resmi dan menerima masukan dari semua anggota." Peserta lain berusaha menengahi agar suasana tidak semakin gaduh.
Baiklah, sebelum kita rapat, saya sampaikan pada kawan-kawan beberapa hari yang lalu sudah menyepakati untuk mengerjakan gawe kita tadi malam. Nyatanya hanya saya dan Juned yang datang. Sedangkan yang lain tidak menampakkan batang hidungnya. Kemana kalian semua?"Â
Kata-kataku meninggi. Aku seperti tak mampu lagi membendung emosi lantaran anggota yang tidak lagi konsisten dalam ucapan. Semua seolah-lah ingin menang sendiri dan ingin didengar pendapatnya. Padahal setiap orang berhak untuk berpendapat dan didengarkan pendapatnya. Jangan mentang-mentang keluarga pejabat seolah-olah mau berkuasa.
"Maaf ketua, kenapa masih ngomongin yang kemarin? Hari ini kita kan mau rapat? Kapan mulainya? Bejo merasa tidak bersalah dan mengalihkan pembicaraan.
"Jo, saya harap kamu bisa konsisten sama omongan kamu. Keputusan rapat seharusnya kamu ikuti, jangan menang sendiri. Atau jangan-jangan kamu mempengaruhi teman-teman untuk mengkudetaku?" Aku sedikit emosi.
"Apa bener Jo, kamu ingin melengserkanku dari ketua karang taruna? Â Kamu ingin jadi ketua? Silakan saja, kalau kamu mau mengurus karang taruna ini. Tapi tolong kali ini dengarkan dulu kata-kata saya, dan tolong ikuti hasil rapat. Jangan seperti kemarin, seolah-olah menerima, ternyata berhianat. Ketika kerjaan masih banyak, batang hidungmu pun tak nampak. Lelaki macam apa kamu ini, omongannya gak bisa dipegang." Aku luapkan kekesalanku pada Bejo lantaran sikapnya yang tidak bertanggung jawab.
"Jika ada yang ingin memberi masukan sebelum rapat dimulai, silakan bicarakan di sini. Jangan dibelakang kalian ngedumel nggak jelas. Tahukah kalian, kalau pembicaraan hanya di belakang forum, maka kata-kata kalian seperti kentut. Yap. Seperti buang angin yang justru meracuni orang-orang di sekitarnya!"
Kali ini jiwa laki-lakiku memberontak. Ada sikap mbalelo dari anggota karang taruna. Sikap yang ditunjukkan seperti ulah para penghianat. Aku yang sudah lelah membangun karang taruna ini agar menjadi besar, seakan-akan sia-sia gara-gara ulah satu orang yang keras kepala.
Seketika ruangan itu menjadi hening. Setiap peserta hanya terdiam dan tidak mengeluarkan kata-kata sedikitpun.Â
Bejo yang dari tadi memotong pembicaraan, kini hanya terdiam dan tak lagi berbicara.Â
Ada raut wajah penuh malu yang terpancar di sana.Â