Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Pernah Malu Mengakui Orang Tuamu

26 Juli 2020   12:31 Diperbarui: 26 Juli 2020   12:44 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaman terus berubah. Dari tahun ke tahun pola pikir manusia pun mengalami perubahan yang signifikan.

Karena perubahan yang terus terjadi, kadangkala mengubah semua yang ada dalam diri manusia sendiri. Karakter nyata turut menjadi korban perubahan jaman itu.

Di sadari atau tidak, banyak perubahan yang semestinya bernilai positif nyatanya banyak yang terpangkas oleh keadaan. Korbannya adalah generasi itu sendiri.

Salah satu contoh perubahan perilaku pada manusia adalah perubahan cara pandang terhadap nilai kehormatan. Banyak orang yang menganggap kehormatan itu semata-mata dinilai karena materi semata, sedangkan budaya luhur sedikit banyak mengalami degradasi.

Cara pandang seperti apakah yang saat ini banyak berubah? Bagaimana kita bersikap? Apakah ikut arus pada perubahan itu atau tetap menjaga khasanah kepribadian yang baik itu?

Pertama, saya mengambil contoh suatu ketika seorang ayah yang hampir renta dengan susah payah membelikan anaknya ponsel yang lumayan mahal. Ketika ditanya petugas konter, sang ayah menjawab "ini permintaan anak saya."

Dalam batin petugas konter sepertinya sang anak sudah keluar dari ranah etika, bagaimana mungkin memaksa orang tua yang memang kekurangan untuk membelikan ponsel yang mahal. Sampai-sampai uang yang biasanya  untuk membeli beras harus dihabiskan membeli ponsel yang harganya tidak murah.

Bolehlah kita memiliki sesuatu yang menurut kita mahal, demi prestise atau pengakuan yang seolah-olah kita ingin dianggap kaya, meskipun faktanya kita adalah orang yang kehidupannya pas-pasan.

Ada kisah lagi, seorang ibu yang terlihat renta dan kondisi fisik yang tak lagi sehat, menemui sang gadis di dalam kampus. Ibu ini mengaku sebagai ibu kandungnya. Eh, yang menyedihkan seorang ibu yang sudah melahirkannya tidak lagi diakui oleh anak yang kebetulan mengenyam pendidikan tinggi.

Betapa status pendidikan sang anak telah melupakan orang tua kandung demi menjaga image dan menjaga harga diri sebagai "orang kaya" dalam pandanga orang lain, meskipun faktanya ia terlahir dari keluarga biasa saja.

Kasus ketiga adalah ada seorang mahasiswa yang telah menyelesakan pendidikan tinggi dan meraih status sebagai sarjana. Ternyata dalam statusnya di media sosial, ia bukannya membanggakan orang tuanya tapi memuji sang kekasih dengan maksud ingin mengatakan bahwa selama ini sang kekasih sudah berjasa mengantarkan dirinya memperoleh sarjana. Ia lupa bahwa dibalik statusnya saat itu, ada ayah ibunya yang telah mendukungnya dari belakang. Menghabiskan seluruh hidupnya demi menyelesaikan pendidikan anaknya.

Sungguh sikap sang anak yang sama sekali tidak menghargai orang tua. Sebaliknya membanggakan orang lain yang baru dikenalnya.

Ketika Anak malu mengakui siapa orang tuanya

Bolehlah kita menganggap diri kita mampu segala-galanya. Bahkan seolah-olah tidak ada campur tangan orang lain.

Padahal tidak ada manusia yang sukses tanpa campur tangan orang lain, termasuk orang tua yang telah mengandung dan membesarkannya. Mendidiknya sejak lahir hingga menjadi sosok yang sukses.

Sayangnya acapkali kesuksesan membuat dirinya lupa siapa sebenarnya dirinya. Bahkan orang tua yang petani saja dilupakan. Dengan kata-kata ketus "saya gak mau seperti ayah, orang kampung miskin." Atau "saya gak mau jadi petani, apa petani adalah pekerjaan hina." Padahal karena uang hasil pertanianlah yang mengantarkan dirinya menjadi orang besar.

Intinya, biarlah status melekat pada diri kita, tapi jangan pernah melupakan perjuangan orang lain termasuk orang tua sendiri.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun