Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membangunkan Geliat Gotong Royong yang Mulai Pupus

10 Juli 2020   08:24 Diperbarui: 10 Juli 2020   19:26 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan gotong royong memperbaiki rumah penduduk (Dokumentasi pribadi)

Ketika gotong royong masih tersisa
Gotong royong adalah aktivitas yang melibatkan banyak orang demi menyelesaikan persoalan di sekitar kita. Setiap orang bahu membahu membangun atau memperbaiki fasilitas umum atau pribadi sebagai bentuk saling tolong menolong di antara sesama masyarakat.

Sama seperti pada 1991, ketika orangtua bermigrasi dari satu kota ke sebuah perdesaan. Sejak awal kehadiran keluarga kami disambut dengan sangat baik oleh masyarakat di sana. 

Sukadana Ilir (Lampung Timur) kala itu masih sangat tertinggal dari segi pembangunan. Nampak rumah-rumah masih banyak yang geribik dan atap masih rumbia (alang-alang).

Namun yang membuat kami terkesan adalah meskipun kami adalah pendatang baru (dari kota) ternyata masyarakat di desa itu menerima kami dengan sangat ramah. Bahkan meskipun kami tidak mempunyai tempat tinggal karena harus membangun rumah dulu, kami mendapatkan tempat menetap sementara dari salah satu penduduk di sana.

Ada wajah penuh ketulusan yang memancar dari masyarakat desa itu. Dan kami yakin, kala itu, di semua desa masih hidup rukun dan menjaga sikap toleransi dengan sesama warga.

Ketika kami memulai pondasi rumah, hampir semua masyarakat sekitar membantu membangunkan rumah kami tanpa meminta bayaran sepeser pun. Padahal jika mereka meminta upah pun sejatinya kami mampu membayar. 

Beruntungnya, penduduk sekitar sama sekali tidak meminta tarif atas tenaga yang mereka sumbangkan. Hanya kopi manis, jajanan sekadarnya dan makan siang dan sore setelah selesai bekerja. Itu semua dilakukan dengan ikhlas tanpa meminta balasan yang berupa materi tadi. 

Padahal jika dihitung menurut itung-itungan bu Mentri Keuangan kami harus mengeluarkan badget puluhan juta demi menyelesaikan rumah baru kami.

Itu untuk pekerjaan rumah yang ternyata nilai gotong royong dan kepedulian masyarakat masih terasa. Rasa-rasanya zaman itu setiap orang saling membutuhkan dan saling ingin membantu saudaranya.

Semangat gotong royong itu berlanjut tidak hanya ketika membangun rumah, karena di setiap lini kehidupan hampir tidak lepas dari sentuhan tangan-tangan bersih dari masyarakat desa. 

Semua ingin terlibat dalam pekerjaan meskipun tidak mendapat upah. Karena dalam pikiran mereka, kalau masih membantu dengan tenaga, maka tenagalah yang mesti dikeluarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun