Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanggapi Isu Politik Uang dalam Pilkada

1 Juli 2018   20:38 Diperbarui: 5 Juli 2018   18:06 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum redam rasa penasaran saya ketika menghadapi duel panas dan alot dari para calon kepala daerah, khususnya Lampung tercinta yang sejauh ini berjalan dengan suasana baik-baik saja. 

Adem dan tidak ada konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Meskipun daerah ini begitu banyak konflik yang muncul karena persoalan hukum, ternyata dengan melihat sendiri proses hingga menuju hasil Pilkada 2018 ini sungguh membuat saya bangga dan begitu yakinnya bahwa provinsi yang merupakan pintu gerbang pulau Sumatera ini lambat laun bisa menjadi contoh sebagai wisata pendidikan dilaksanakannya hajat demokrasi lima tahunan ini.

Semua tentu tidak berjalan dengan mulus, karena melalui pendidikan dan pembinaan yang baik dari pemerintah khususnya KPUD Prov. Lampung dan bersinergi dengan KPU Kab/ Kota menjadikan proses demokrasi yang harapannya benar-benar muncul dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya tanpa ada konflik yang muncul. Dan menariknya, dari sekian banyak TPS yang menyelenggarakan pungutan suara sampai sejauh initidak ada yang melakukan proses pemungutan suara ulang. 

Sungguh prestasi yang sangat membanggakan bagi provinsi Lampung. Karena menurut berita yang dilansir oleh detik.com (27/6/2018) ada beberapa daerah yang berpotensi untuk diadakan pemungutan suara ulang. Seperti Banten, Papua, Palangka Raya dan Aceh Selatan.

Betapa Lampung menjadi salah satu dari sekian banyak daerah yang melalui serangkaian pesta demokarsi tersebut dengan proses yang sangat mulus.

Berharap proses demokrasi yang berjalan mulus ini akan diikuti oleh hajat demokrasi yang lain dengan prestasi yang membanggakan.

Pilkada yang Mulus dan Isu Politik Uang

Berdasarkan kondisi yang ternyata sungguh menyenangkan jika hendak mengamatinya, ternyata ada saja informasi yang membuat publik di negeri ini turut terhenyak lantaran masih ditemukannya aksi jual beli suara atau disebut juga money politik.

Terang saja dengan isu maupun informasi yang boleh jadi fakual tersebut sedikit banyak turut mengganggu kenyamanan masyarakat yang tengah berkompetisi dan tentu masyarakat secara umum. 

Bukan hanya masyarakat yang terlibat dalam politik atau partai politik, karena bisa saja penyelenggara pesta demokrasi di buat gamang. Lantaran selama ini penyelenggara pemilu di daerah ini sudah bekerja keras membersihkan "sampah demokrasi" menurut penyelenggara demokrasi tersebut. Bahkan tidak hanya jargon atau pesan-pesan postif bahwa demokrasi itu harus bersih karena jika sudah dikotori oleh politik uang maka hasilnya pun akan mengecewakan.

Bagaimana penyelengara pemilu sudah berusaha semaksimal mungkin menyadarkan masyarakat untuk tidak menerima apapun pemberian atas dukungan politik dari calon tertentu. Namun faktanya ada saja aksi tidak fair tersebut ketika hendak merebut suara dari pemilihnya.

Meskipun aksi politik uang tersebut bisa berbentuk barang-barang perabot rumah tangga, tentu mencederai semangat demokrasi itu sendiri. Dan eksesnya tentu semangat untuk membersihkan sampah demokrasi tersebut seperti terganjal oleh kepentingan sesaat dari para calon yang tengah berkompetisi.

Dengan kata lain bisa dianggap sia-sia para penyelenggara pemilu dan para tokoh agama yang menganjurkan untuk tidak melakukan politik uang jika pada kenyataannya hanya dengan cara itulah yang dianggap paling jitu dan telak dalam memenangkan kontestasi politik. 

Politik kotor yang sedianya semestinya segera dijauhi oleh peserta pemilu ternyata sampai sejauh ini masih sulit untuk dielakkan. Publik selalu berharap bahwa demokrasi ini berjalan mulus tapi lagi-lagi ada banyak kepentingan dan keinginan mengapa politik uang itu tidak bisa dicerabut dari sistem politik kita.

Adanya temuan money politik yang juga sudah dilansir di media lokal,tentu menjadi preseden buruk, betapa kejahatan dalam dunia demokasi itu masih dianggap asik dan menyenangkan untuk selalu dijalankan. 

Meskipun bisa saja temuan itu salah satu bentuk politik hitam yang justru ingin menghancurkan nama baik lawan politiknya. Namun, jika mendengar pernyataan para pemilih di daerah ini yang tidak sadar menyebutkan bahwa mereka mendapatkan "angpau" politik itu memberikan pemahaman tersendiri, ternyata memang politik itu selalu saja kotor dan sulit untuk dientaskan dari bumi nusantara.

Masyarakat pun Rindu Politik Bersih

Publik tentu selalu berharap bahwa sistem demokrasi di negeri ini dijalankan dengan sebersih-bersihnya. Mereka beranggapan bahwa jika politik dijalankan dengan bersih, maka akan terpilih kepala daerah, anggota legislatif dan presiden yang benar-benar amanah. Mereka beranggapan bahwa semakin sedikit gerak partai politik dalam memainkan poltik uang maka biaya yang harus digelontorkan oleh para calon kontestan pun bisa ditekan.

Bayangkan saja, jika dalam sekali pertarungan politik calon harus menggelontorkan dana yang nilainya milyaran bahkan hingga ratusan milyar agar bisa menang,tentu sipaapun yang menang akan berusaha mencari penghasilan lain. 

Menurut para pengguna media sosial aksi mencari penghasilan lain ini disebut dengan "nggolek pulihan" atau ingin mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan sebelumnya. Selayaknya sebuah politik bisnis, permainan atau perjudian. Jika kalah maka harta pun raib, jika menang, maka bagaimana caranya bisa mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.

Fakta yang sungguh rumit dan mencengangkan. Jika publik sendiri ingin pemerintahan yang bersih, para wakil rakyat yang bersih dan rakyat sendiri yang juga semestinya diajarkan makna kejujuran, ternyata harus mendapatkan pendidikan yang negative tentu menjadi preseden buruk. 

Sampai kapan ketidak jujuran dalam politik ini mesti dijalankan. Apakah selamanya, hingga tidak ada lagi pesan-pesan moral dan jargon anti politik uang hendak disuarakan.Atau memang semua orang mulia malas berpikir jujur, hingga memiliki pandangan "jika ingin menang ya harus curang".

Sungguh cara-cara yang tidak layak untuk dicontohkan pada masyarakat yang notabene paling merasakan dampak dari pesta demokrasi ini. Pesta demokrasi yang sudah menguras uang Negara yang notabene juga kebanyakan dari utang luar negeri, harus dibuang sia-sia oleh perilaku culas dari para kontestan politik.

Publik ingin demokrasi ini mulus dan damai, namun lebih rindu politik yang bersih.  Karena dengan politik yang bersih harapannya negeri ini tidak terpasung oleh kepentingan "modal" dan harus berjibaku dengan urusan korupsi yang sampai sejauh ini masih sulit untuk diberantas hingga ke akar-akarnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun