Hari Raya Idul Fitri 1439 H sudah berjalan 6 hari. Dan seperti biasa ada Hari Raya Kupat atau kupatan yang biasanya diadakan oleh sebagian umat Islam. Kegiatan yang masih berkaitan dengan Hari Raya Idul Fitri tersebut dimaksudkan untuk memperingati hari ke-7 di bulan Syawal. Pada saat itu umat Islam disunnahkan melaksanakan puasa Sunnah selama 6 hari. Sesuai dengan dalil-dalil yang ada, puasa selama 6 hari itu sama nilainya dengan puasa 1 tahun.
Ada gegap gempita, suka cita dan bahagia yang mengiringi setiap langkah kaki dan hembusan nafas para kaum muslimin wal muslimat dalam menyambut hari yang istimewa itu. Di hari yang fitri tersebut semua umat bertumpah ruah  menuju tempat-tempat ibadah atau lapangan demi melaksanakan shalat sunnah Ied.Â
Ba'da kegiatan, umat Islam kembali bertebaran keluar rumah untuk bersilaturrahim dan melakuan halalbihalal. Demi menyongsong hari kemenangan karena setelah sebulan penuh digembleng dengan aneka ibadah agar meraih ampunan Tuhan.Â
Nah, setelah manusia memohon ampunan kepada Tuhan, semua orang berduyun-duyun mengunjungi orang tua untuk sungkem, Â karib-kerabat dan handai tolan demi bisa berjumpa dan saling memaafkan. Karena kesalahan manusia terhadap manusia lainnya tidak diampuni Tuhan jika manusia yang pernah disakiti tidak memberikan maaf.Â
Ada makna yang dalam terkait hablumminallah (hubungan manusia kepada Allah) dan hablumminannas (hubungan manusia dengan manusia lainnya). Salah satunya adalah saling memaafkan sesama manusia.
Selain aneka rupa aktivitas yang melingkupi suasana nan fitri tersebut, ada beberapa hal yang paling menyenangkan ketika menemui hari penuh kemenangan tersebut, diantaranya:
1. Menemui orang tua
Menemui orang tua bisa dibilang susah-susah gampang. Susahnya jika sang anak tinggalnya  terlalu jauh dari orang tuanya, seperti di luar Jawa bagi masyarakat yang tinggal di Jawa atau luar Sumatera jika masyarakat tersebut tinggal di Sumatera.Â
Dan daerah-daerah lain yang notabene tinggal jauh dari sanak familinya. Mungkin mudah bagi yang memang memiliki cukup ongkos untuk pulang kampung, karena di sekitar kita adapula yang sama sekali tidak bisa menemui orang tuanya  hingga sang orang tua menemui ajalnya. Bahkan ada yang sama sekali tidak bisa mudik barang setahun sekli lantaran ketiadaan ekonomi yang cukup parah. Jangankan untuk bermudik-mudik ria, bisa mengetahui kabar via telephon saja sudah sulit.
Bahkan ada yang sampai-sampai dianggap meninggal dunia lantaran bertahun-tahun tidak diketahui kabarnya. Sungguh kondisi yang membuat sedih dan miris. Di saat hari yang penuh kebahagiaan itu harus menemui orang tua sendiri, nyatanya banyak faktor yang menghalangi perjumpaan tersebut.
Namun yang lebih miris lagi, bagi yang memiliki kecukupan ekonomi ternyata untuk bertemu orang tua saja urung dilakukan. Mereka beranggapan bahwa uang adalah segala-galanya. Maka tidak ada jalan lain menggunakan uang untuk hal-hal yang kurang tepat.
Sedangkankan saya sendiri, ketika berlebaran selain "sungkem" terhadap orang tua sendiri yang tinggal bapak, untuk bisa menemuinya saja sudah alhamdulillah. Melihat kesehatan yang baik menambah rasa syukurku pada Allah SWT.
Bahkan tidak hanya menemui orang tua "kandung" saja, karena orang tua, sesepuh kampung pun berhak dikunjungi.
Menumpahkan rasa rindu terhadap orang tua, merupakan wujud dari rasa cinta kepada orang-orang yang dicintai.
2. Sungkem atau Saling Meminta Maaf
Fenomena tulisan ucapan minal aidin wal faizin di media sosial merupakan ekses dari kemajuan teknologi. Ketika masyarakat sudah menikmati teknologi, maka mau tidak mau bisa menggunakannya pada pada hal-hal yang berkaitannya dengan hari raya.Â
Menggunakan media sosial sebagai ajang mengucapkan hari lebaran sekaligus ungkapan tulus untuk saling memaafkan ternyata sedikit banyak mewakili orang-orang yang tidak bisa menemui keluarga atau kolega untuk bisa berjabat tangan dan saling memaafkan.
Kemajuan teknologi komunikasi tersebut tentu saja tetap memberikan manfaat bagi siapa saja yang ingin berkomunikasi jarak jauh.Â
Bahkan bukan hanya tulisan atau selebaran yang disebar di medsos, karena melalui video call atau sekedar SMSsaja saat ini sudah bisa melakukannya.
Namun bagi saya, menemui orang-orang yang dicintai secara langsung adalah saat-saat paling mengharukan. Saya bisa langsung menunduk dan meminta maaf semoga kesalahan yang sudah dilakukan bisa dimaafkan.Â
Baik dengan bahasa daerah atau bahasa Indonesia meminta maaf dan saing memaafkan adalah hal yang penting ketika berada dalam situasi lebaran. Meskipun saling memaafkan tidak terbatas pada saat hari raya saja, namun ketika moment penting tersebut, maka ungkapan penyesalan dan saling memaafkan akan lebih khusyu' lagi.
3. Berbagi angpau atau hadiah
Sebenarnya saya agak terusik dengan istilah salam tempel atau uang tempel ketika ingin memberikan sejumlah uang kepada anak-anak. Ada beberapa tulisan yang mengatakan tidak baik memberikan angpau atau salam tempel kepada anak ketika lebaran karena terkesannya mengajarkan mereka untuk mengemis. Padahal di hari raya tersebut adalah momen untuk saling memberi dan berbagi. Bukan masalah memberikan uangnya, namun betapa Islam mengajarkan untuk saling memberi dengan orang lain.
Pemberian uang tersebut adalah murni shadaqah dan memberikan pelajaran untuk saling berbagi. Dan justru pemberian hadiah ini bisa juga sebagai hadiah karena sudah sukses melaksanakan puasa. Dengan pemberian uang tersebut anak-anak semakin bersemangat dalam berpuasa dan mengaji lagi.
Sedangan kami sekeluarga memang meniatkan diri untuk berbagi. Meskipun tidak semua kebagian karena keterbatasan dana, ternyata dengan melibatkan anak-anak dalam memberi hadiah tersebut, anak-anak semakin paham makna saling memberi.
Mulai dari mencari amplop di pasar, kemudian menukarkan uang ke bentuk pecahan yang lebih kecil, memasukkan uangnya ke dalam amplop dan kemudian memberikan kepada anak-anak  ketika berlebaran pun dilakukan oleh anak sendiri. Terharunya lagi karena anak-anak begitu bersemangat untuk berbagi angpau meskipun boleh jadi uang yang dibagi dan dimiliki juga tidak seberapa. Jauh dari milik orang-orang kaya tentunya.
4. Menyuguhkan kue, sirup, dan olahan daging
Bagi yang berkecukupan,jika melihat kue, sirup dan olahan daging sepertinya sudah tidak "nggumun" lagi lantaran mereka sudah terbiasa menyediakannya di rumah. Namun berbeda sekali bagi kalangan sederhana, untuk menikmati sajian di atas tentu amatlah sulit.Â
Bisa dibilang setahun sekali itu adalah lumrah karena mereka harus menghitung budget pengeluaran dan penghasilan. Jangankan untuk menikmati kue, sirup dan olahan daging, untuk bisa menikmati sepotong telur rebus saja terasa sulit.
Maka dari itu, bagi saya, momen lebaran adalah saat-saat paling tepat untuk menyediakan itu semua. Ketika uang yang ada masih mencukupi untuk membeli makanan-makanan di atas, maka sudah pasti dibeli dan disuguhkan kepada tamu-tamu yang datang.
Meskipun tidak semua tamu ingin menikmati sajian tersebut,yang pasti masyarakat sudah antusias mempersiapkan pernak-pernik lebaran. Â berharap apa yang disuguhkan bisa dinikmati para tamu yang datang.
5. Berkumpulnya keluarga
Pada hari lebaran adalah saat-saat anggota keluarga berkumpul dan bisa melepaskan rindu. Semua saling meminta maaf jika memiliki kesalahan dan kebanyakan yang datang karena ingin bertemu wajah lantaran selama ini menjadi teman komunikasi jarak jauh.
Maka tidak heran, di antara mereka ada yang menitikkan air mata, haru atas pertemuan mereka yang sekian lama baru bisa terlaksana. Maka bagi siapa saja yang memiliki keluarga atau pekerja, hendaklah saling memahami dan menghormati hak-hak dan kewajiban dalam agama. Biarkan para pekerja tersebut untuk mudik dan kemudian kembali ke tempat kerja setelah masa liburnya selesai.
Begitu pula bagi saya dan keluarga, bisa berkumpul bersama adalah kenikmatan sejati dan tidak bisa digantikan dengan apapun.
Yang pasti silaturahmi semakin kencang untuk mempelajari setiap kata dan bahasa komunikasi dan silaturrahim, keluarga yang berkumpul bisa menikmati kebahagiaan bersama orang yang paling dicintai.
Beberapa hal tersebut turut menghiasi pernak-pernik hari raya di tahun ini, meskipun ada banyak pelanggaran berlalu lintas karena tidak memakai helm, namun kesadaran diri untuk menjaga pondasi yang sakinah, Â mawwadah, warahmah, serta merajut kebahagiaan bersama keluarga dan lingkungan sekitar agar tercipta harmonisasi masyarakat di sekitarnya.
6. Mengunjungi tempat hiburan
Setelah berkumpul keluarga pun usai, kami dan masyarakat biasanya bersegera menuju  tempat hiburan, meskipun tidak semuanya melakukannya karena keterbatasan budget. Ada yang ke kolam renang, air terjun atau sekedar menikmati hembusan angin yang sejuk di pantai. Meskipun adapula yang justru menikmati tempat hiburan di bioskop bersama keluarga tercinta, dan atau sekedar menikmati makanan favorit sekaligus melepas rindu akan makanan istimewa tersebut.
Itulah pernak-pernik atau serba-serbi berlebaran yang rata-rata umat Islam lakukan. Semua sudah menjadi tradisi dan menarik untuk dipertahankan sebagai khazanah kebudayaan Islam dan kebudayaan di Indonesia tentunya. Agar gegap gempita di hari nan fitri tetap menjadi sesuatu yang ditunggu setiap tahun dan selalu dirindukan oleh umat Islam pada khususnya.
Semoga di hari nan fitri, lepas sudah dosa-dosa yang bersandang di badan, lepas semua kerinduan kepada sanak saudara dan lepas semua ego dan permusuhan yang telah melanda. Berjabat tangan, satukan tekat untuk membangun Indonesia yang makmur dan sejahtera bagi semuanya.
Taqoobalallahu minna wa minkum, wataqobbal yaa karim. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir batin.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H