Begitu pula jika ingin melengkapi dengan rekaman pribadi, baik yang sudah diunggah di internet atau masih tersimpan dalam memory gawai tentu tidaklah sulit.
Selain itu ketika ingin melengkapi dengan sumber rujukan tentu semuanya sudah tersedia. Yang penting harus selektif apakah sumber itu valid apa tidak dan sumbernya jelas apa tidak. Sebab banyak tulisan di internet yang tidak memiliki dasar yang kuat dan banyak pula yang bohong (hoax).
Seketika itu pula tulisan yang tadi sudah diketik pada layar gawai tingga diedit dan disimpan untuk mencari sumber lain dari buku atau langsung di publish agar bisa dibaca di internet.
Menulis senikmat menyuruput kopi
Seperti halnya menikmati secangkir kopi pun tetap butuh kenyamanan hati. Jangan sampai terjadi bad mood agar tulisan yang diinginkan bisa segera terselesaikan. Jika kondisi bad mood, jangankan menyelesaikan seribuan kata, untuk memulai menulis judul saja sudah enggan dilakukan.
Boro-boro menulis, untuk bisa menenangkan diri saja butuh usaha yang tidak ringan. Butuh berdamai dengan batin dan mempertemukan antara pikiran dan perasaan. Karena satu bagian yang terganggu maka apapun pekerjaan kita amat sulit dilakukan.
Terlepas bagaimana orang lain menilai tulisan saya, yang penting isi hati dan pikiran bisa diolah dan disalurkan dengan tepat. Tak perlu takut atau rendah diri, karena menulis bukanlah sekedar untuk memuji diri tapi menggabungkan dimensi jasmaniah dan ruhaniah pribadi. Seandainya tulisan tersebut sudah menarik perhatian orang, anggaplah sebagai bonus.
Begitu pula menikmati rasa kopi, hanyalah peminumnya yang tahu rasanya. Apakah kopi yang diminum itu benar-benar sedep dan mantep dan aroma yang membuat kenikmatan bagi peminumnya atau justru sebaliknya.Â
Para penonton seringkali atau bahkan tidak pernah mengetahui rasa kopi yang saya minum sebelum turut mencicipinya. Atau memang sudah pernah menikmati kopi yang sama. Namun tetap saja  esensi rasa dari indera peminumnya tidak akan pernah tahu.
Seperti halnya ketika seorang penulis puisi sudah menelurkan satu buah puisi maka yang paling memahami puisi tersebut adalah yang membuatnya. Boleh jadi pembaca mengetahui isi puisi tersebut, namun secara hakekat hanyalah penulisnya yang paling mengerti.
Menikmati separagraf demi paragraf  tulisan yang dihasilkan sama nikmatnya seperti meminum kopi. Ada kepuasan batin dan menjadi sumber adiktif yang terus memikat penulisnya untuk kembali menulis.Â