Mengapa kita masih ribut?
Pertanyaan ini sepertinya sepele ya? Menanyakan kenapa setiap hari terjadi keributan.Â
Keributan yang kadang bernuansa politis pun cenderung menghiasi dunia pergaulan kita. Karena perbedaan kaos dan pakaian ternyata membuat bangsa ini larut dalam keributan.Â
Dan tepat di hari CFD masyarakat diberitakan ribut lantaran perbedaan dalam mengenakan kaos. Buruh ketika demonstrasi memperingati Hari Buruh (May Day) di Jogjakarta pun diisi dengan keributan. Belum lagi di media sosial foto tokoh Papua seperti dilecehkan.Â
Sepertinya di setiap suasana dipenuhi dengan keributan. Meskipun tidak semua orang suka ribut, ternyata masih ada saja yang memancing keributan.Â
Entah membully, memancing untuk dibully, menyebar foto-foto hoax, hasutan, fitnah dan beragam cara yang membuat suasana menjadi gaduh  dan mencekam.Â
Kalau boleh jujur, ketika kita suka ribut jangan-jangan kejiwaan kita sedang sakit. Sakit karena didera persoalan yang seharusnya bisa dihindari. Memikirkan harga-harga yang cenderung melambung sedangkan pendapatan cenderung stagnan.Â
Belum lagi para penggede pun terlihat suka menunjukkan keributan, memberikan pernyataan-pernyataan yang bermuara sentimen kelompok tertentu. Atau urusan kehidupan yang karena gaya hidup membuat hidup semakin sengkarut.Â
Kehidupan masih susah, tapi penampilan bergaya orang kegedean. Begitu pula sebaliknya para penggede pun bertindak seolah-olah bukan penggede lagi, lantaran bisa disebut penggede jika kepribadiannya juga bagus dan menjaga kehormatannya di mata publik.
Bagaimana masyakat bawah tidak suka ribut, jika para punggawanya juga terlibat konflik.Â
Bagaimana rakyat kecil tidak suka ribut, jika para pembesar di negeri ini menunjukkan sikap jumawa dan kerendahan budi. Dan bagaimana mungkin rakyat menjadi tenang, jika tokoh-tokoh politik justru memperlihatkan kekerdilan dalam berpikir.