Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mahalnya Buku Tak Semahal Isinya

23 April 2018   16:57 Diperbarui: 24 April 2018   10:14 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada cahaya dan harta karun dalam sebuah buku (dok.pri)

Mengapa saya menganggap bahwa mahalnya buku tak semahal isinya? Karena saat ini untuk bisa membeli buku tentu tidaklah sulit, karena banyak toko buku yang bertebaran di pelosok kota. Asal di situ ada pasar, sepertinya toko buku akan bisa ditemukan. 

Karena untuk membeli buku cukup mudah, tentu saat ini tidak ada alasan untuk berkelit dan berkilah dengan mengatakan "dimana sih ada toko buku?" Ya, kan? 

Sedangkan jika dilihat dari isinya, tentu nilainya berkali-kali lipat dibandingkan dengan harga buku itu sendiri. Bayangkan dari sebuah buku yang berisi tutorial menulis atau petunjuk menanam cabai, ternyata pembacanya bisa menyerap informasi dan melakukan apa yang disampaikan oleh buku itu, maka nilai tak terhingga akan didapat. 

Materi sudah pasti dan ilmu semakin lengkap. Dan penulisnya akan mendapatkan ganjaran yang mengalir selama buku itu diambil manfaatnya. Saya ingat pesan Nabi Muhammad SAW yang artinya kurang lebih "barang siapa memberi contoh yang baik (kebaikan) maka orang yang memberi contoh tadi akan mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri dan orang yang mengikuti apa yang dicontohkan".  Maka sungguh mulia para penulis itu, mereka bekerja keras demi mendidik diri sendiri dan tentu orang lain.

***

Lain dulu lain sekarang, karena semenjak sekolah dasar,  sebuah buku menurut saya adalah seperti barang yang antik,  unik dan menggelitik dan tentu amat menarik. Maka melihat buku tak ubahnya seperti terperangkap dalam jebakan imajinasi hingga menumbuhkan energi untuk membacanya. 

Meskipun sulit untuk dimiliki karena mahal, tentu karena sebuah buku teramat penting untuk dimiliki.

Saya tidak mau mengatakan bahwa saya harus membelinya,  lantaran harga buku sama halnya perjuangan saya untuk makan satu hari. Jika dinilai dari materi rasa-rasanya sulit bagi saya untuk memilikinya.  

Dan menurut saya bisa membaca buku adalah sebuah kebanggaan yang tak terhingga,  hingga di siang atau malam hari, saya berusaha meminjam buku di sebuah perpustakaan sekolah dasar di mana saya tinggal. 

Saat itu, jangankan bisa membeli buku bacaan semisal komik,  karena untuk membeli buku pelajaran saja saya harus menahan diri untuk tidak mendapatkan uang jajan selama seminggu,  lantaran harganya mahal.  Hingga pada suatu ketika saya ditegur orang tua kenapa terlihat  rajin membaca buku meskipun tidak memilikinya,  saya pun menjelaskan bahwa buku itu saya meminjamnya dari perpustakaan. Meskipun cara saya meminjam tanpa permisi pada pengelola perpustakaannya. 

Bolehlah saya disebut maling,  lantaran meminjam tanpa permisi.  Namun saya selalu mengembalikannya ketika sudah selesai membacanya.  

Saya kira lucu jika saya ceritakan di sini bagaimana saya melakukannya.  Karena secara hukum negara dan agama itu dilarang karena disebut ghashab. Artinya saya meminjam tanpa permisi. 

Semoga Allah mengampuni dosa saya kala itu.

Lalu,  mengapa saya mau melakukan itu? Ya, karena saya ingin membaca. Bahkan karena kecintaan pada buku, kertas koran yang kotor pun menjadi bahan bacaan.  

Seandainya kejailan saya diketahui pengelola perpustakaan saya pun pasrah dan siap menerima hukuman. Bolehlah dikatakan saya gila buku,  untung tidak sampai stress karena memikirkan buku tapi tidak mampu membelinya. 

dokpri
dokpri
Kini,  ketika buku sudah terlalu murah

Memang buku bisa dibilang mahal bagi sebagian orang, lantaran tidak memahami bagaimana sosok penulis berperas keringat demi menghasilkan sebuah buku.  

Butuh energi, waktu,  biaya dan kesempatan yang kadang kala tidak semua orang bisa melakukannya. Bagi saya saat ini buku begitu murah hingga begitu mudahnya bisa mengoleksi buku dalam lemari pribadi.  

Pernah suatu ketika saya berada di Kota Bandung demi melaksanakan tugas sekolah, saya menyempatkan diri untuk membeli buku.  Saya kilar-kilir mencari buku yang berkaitan dengan anak-anak berkebutuhan khusus. 

Hunting tersebut saya niatkan karena minimnya pengetahuan tentang materi tersebut. Jadilah saya memborong buku. Kalau tidak salah menghabiskan uang 400 ribu rupiah untuk 8 buku.  

Uang saku dari tugas tersebut saya relakan demi mendapatkan buku yang saya inginkan.   Senang sekali rasanya ketika bisa membelinya. Meskipun uang yang semestinya bisa buat oleh-oleh, saya pergunakan membeli buku. Pikir saya, mumpung saya masih di sini,  sedangkan esok hari belum tentu saya bisa menemukan buku yang saya inginkan. 

Selain itu, karena di Lampung sendiri buku yang saya inginkan memang masih jarang atau malah bisa dibilang belum ada. Masih beruntung sih,  saat ini jual beli buku sudah bisa dilakukan dengan cara online,  jadi para pembeli lebih mudah, tinggal searching untuk kemudian menentukan buku yang diinginkan. 

Membeli buku adalah sebuah kesenangan sekaligus kebutuhan.  Lebih menyenangkan dibandingkan membeli baju atau oleh-oleh.  Karena baju dan oleh-oleh bisa dibeli dimanapun saya suka. 

Selain kepada buku, saya menganggap seorang penulisnya adalah sosok yang berjasa besar karena telah membagikan pengetahuannya pada yang lain-meskipun terselip materi-ternyata menulis buku sebuah kreativitas yang tak hanya untuk kepentingan pribadi semata.  

Ada banyak manusia tertolong seperti saya, bisa menurutkan hoby membaca meski diawali dengan cara ilegal,  dan saat ini ketika sudah mampu membeli,  maka memiliki sebuah buku adalah sebuah kebanggaan. 

Tak sadar saya selalu berharap mendapatkan hadiah buku lantaran mengikuti sebuah kuis, dan alhamdulillah dua kali pula saya mendapatkannya dengan harga buku di atas ratusan ribu rupiah. Namun bukan masalah harga,  tapi betapa saya diberi kesempatan memiliki buku untuk diambil manfaatnya.  

Mendapatkan sebuah buku saya kira lebih berharga dari sekedar rupiah, karena menurut saya uang cenderung  habis untuk dibelikan makanan atau hal lain yang kurang bermanfaat.  Tapi kalau buku tentu ilmunya pasti didapat. 

Membeli buku, menghidupkan para penulis

Pernah pula ketika saya sengaja melihat-lihat buku di sepanjang toko buku, begitu banyak buku yang nampak mulai lusuh. Entah buku fiksi atau non fiksi keluaran baru atau lama, ternyata buku-buku tersebut tertumpuk seperti tidak ada yang menarik perhatian pembeli. Saya berpikir, jika saya adalah penulisnya tentu saya akan bersedih. 

Buku yang ditulis sekian lama itu hanya teronggok di rak-rak buku dan tidak dimanfaatkan. Entahlah apakah buku itu terlalu mahal, kolot, atau memang sudah ketinggalan jaman dan berganti generasi. Jadi sudah menjadi risiko buku tak lagi diminati.

Sempat telintas dalam benak saya, andaikan saya punya uang sekarung, akan saya beli dan saya buatkan perpustakaan atau taman bacaan di rumah dan akan saya undang anak-anak untuk membaca sepuasnya. Mungkin sekedar mimpi meskipun semoga suatu saat tertunaikan mimpi itu.

Selain membeli buku karena hoby,  ternyata tanpa disadari membeli buku sama halnya menghidupkan para penulisnya.  Seperti jika kita mau membeli, maka penulisnya mendapatkan royalti dan tentu mereka akan semakin bersemangat untuk menulis lagi.  Tak hanya untuk ongkos menulis lagi,  karena para penulis pun menghidupi keluarganya dari buah karyanya itu.  

Satu buku kita beli,  maka akan ada jutaan manfaat yang terus bertumbuh dan lahirlah generasi-generasi baru yang akan mewarisi ilmu dari buku itu. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun