Seperti sudah menjadi maklum, bahwa setiap mahluk hidup menginginkan kehidupannya bercengkrama dengan orang-orang di sekitarnya. Ingin bertemu dan saling berbagi suka dan duka, pengalaman hidup, masalah dan solusi sertai warna-warni kehidupan lain yang menemani tingkah laku mahluk di jagat semesta ini.
Tidak hanya manusia saja yang butuh untuk bercengkrama, karena pada makhluk lain pun ada pula kecenderungan melakukan tradisi interaksi ini. Semua alami dan semua sungguh menarik untuk diselami.
Bahkan dengan silaturrahim disinyalir bisa menggoncang sebuah benteng imperialisme yang kokoh dan bisa mengusir segala bentuk penjajahan di muka bumi. Sederhananya, silaturrahimmenjadi jembatan yang menghubungkan sekat-sekat perbedaan di antara manusia. Tak lagi memandang dari mana asal usulnya, agamanya, budayanya dan tentu saja akan mengikis egosentrisme umat manusia. Sebab, dengan silaturrahmi semua pribadi melebur menjadi satu menuju satu keinginan dan harapan untuk merajut kebersamaan meskipun ada banyak perbedaan.
Coba bayangkan, jika ada seorang petinggi negeri tiba-tiba tanpa diundang mengunjungi penduduk yang menempati gubuk reot? Atau wakil rakyat yang tiba-tiba menghadiri acara kematian seorang warga yang mata pencaharinnya petani? Menarik kan? Atau pedagang asongan tiba-tiba berkumpul dengan pengusaha kaya, tentu sebuah keindahan tentunya.
Betul, jika seorang memiliki jabatan, pangkat dan kekayaan saja mau bersilaturrahim dengan orang bawah tentu yang muncul adalah adanya sambung rasa, ikatan emosional meskipun bukan saudara kandung, dan tentu melepaskan ego pribadi bahwa "diriku bukanlah makluk yang sempurna, karena kesempurnaan adalah milik Tuhan". Tepat sekali bukan?
Meskipun ada yang kurang sependapat dengan pernyataan ini, tapi saya meyakini bahwa di antara kita lebih suka menjalin silaturrahim demi persaudaraan sejati.
Sederhananya silaturrahim adalah siapa saja yang mau saling berkunjung maka keluarlah minuman semisal kopi dan biasanya muncul makanan lain, wajah nampak berseri-seri karena masalah bisa dihadapi dengan urun rembuk orang-orang yang bersilaturrahim tadi, dan tidak ada prasangka seolah-olah dilupakan atau melupakan. Tidak lagi bertanya-tanya, gerangan apakah yang terjadi pada si Fulan? Karena hilangnya kabar cukup lama.
Selain telah disyariatkan dalam agama bahwa silaturrahim bisa menambah rezeki, menghindari su'uzhon dan memperpanjang umur, ternyata tanpa disadari kebiasaan ini menjadi benteng kekuatan sebuah negeri.
Hal ini terbukti, ketika bangsa ini tengah sulitnya hidup dalam cengkeraman imperialisme penjajahan, ternyata silaturrahim tersebut menjadi kekuatan tak terlihat yang menjembatani perbedaan di sana-sini, para pejuang tak lagi mengenal dari mana mereka berasal dan apa statusnya. Namun apa yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana melepaskan diri dari penderitaan. Penderitaan karena penjajahan yang melanggar kebebasan suatu negara. Dan yang pasti kemerdekaan dari kejahatan kemanusiaan.