Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terkait Warung Tetangga yang Paradoksal

18 April 2018   21:37 Diperbarui: 19 April 2018   09:14 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti halnya jika kita hendak membeli pecel, karena warung kecil seolah-olah pembeli tidak butuh kenyamanan. Jadi akan ditemukan warung yang mudah sekali dikerubungi lalat karena tidak tertutup rapat dan alat-alat yang digunakan juga kadang kotor (seperti lap) yang sering tidak diganti.

Begitu juga untuk warung belanjaan, kadang mereka menjual barang yang sudah membusuk. Meskipun dihargai murah untuk menutupi kerugian. Faktornya karena mereka tidak menempatkannya di sebuah alat pendingin (penyimpanan) dan berharap sekali belanja langsung habis.

Meski demikian, tidak semua warung tetangga yang kecil itu meninggalkan aspek kebersihan karena banyak pula yang respek terhadap kenyamanan, keamanan dan kesehatan konsumen.

Kedua : Kejujuran

Melakukan bisnis memang mesti jujur, karena kejujuran akan membuat orang percaya. Seperti yang saya sering alami dimana ketika membeli buah-buahan, dengan bermodalkan saling percaya ternyata warung kecil ini justru menjual barang yang mulai membusuk. Akhirnya buah-buahan yang sudah dibeli tidak bisa dikonsumsi. Tidak hanya sekali saja saya temui di satu tempat, karena terjadi pula di tempat lain. Boleh jadi karena mereka berfikir bahwa pembeli tidak akan kembali karena enggan ribut dan sungkan hati. 

Selain kondisi buah atau produk yang kadang kadaluarsa, ternyata ada pula kecenderungan untuk mengurangi timbangan. Meski ini tidak selalu benar karena ada juga yang jujur. Tapi jika kita mau berkeliling ke pedagang-pedagang kecil yang justru terbiasa mencuri dengan mengakali timbangan.

Kita berharap ingin memajukan pedagang kecil, eh ternyata justru kita ditipu. Sebuah dilema.

Warung makanan pun kadang melakukan aksi curang, seperti membeli minyak curah yang kadang kualitasnya tidak terjamin. Maka saya pun sering merasa ditipu lantaran membeli makanan yang justru seperti berasa minyak tanah. Boleh jadi minyak makan yang dipakai tercampur dengan minyak tanah. Bisa jadi karena kurang teliti dalam membeli atau memang ditipu penjual minyaknya. 

Yang mengherankan lagi terkadang minyak yang digunakan untuk menggoreng justru dicampur dengan plastik. Alasannya agar lebih renyah dan awet. 

Selain kejujuran dalam timbangan dan produk, ternyata tak kalah liciknya para pedagang kecil ini ada yang suka mencampur barang yang bagus dengan yang buruk. Entah karena mungkin tidak peduli jika pembeli komplain lantaran pedagang jenis ini tidak atau jarang berizin, jadi tidak khawatir kalau digugat atau ditutup tempat usahanya. 

Terkait pemberian label sebagai ciri tempat usaha, rata-rata pedagang jenis ini tidak memiliki ciri-ciri khusus (label) pada produk yang dijual. Jadi lemah untuk dilakukan gugatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun