Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu Sukmawati, Lihatlah Sosok Roy Kiyoshi

4 April 2018   06:12 Diperbarui: 4 April 2018   18:14 11673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bolehkan saya tetap memanggil ibu kepada Anda? Sebab, bagaimanapun bentuk fisik Anda, Anda adalah seorang wanita dan juga seorang ibu. Dan wanita atau seorang ibu haruslah dihormati karena derajatnya amat tinggi. Karena bagaimanapun juga dalam agama kami (boleh jadi agama Anda juga) seorang ibu mesti dihargai, bukan malah dihina atau dilecehkan. Karena dalam titah-Nya pun menyatakan bahwa jika ingin menghormati ibumu, maka hormatilah ibu orang lain. Begitu pula sebaliknya, jika ingin merendahkan ibumu, maka dengan merendahkan ibu orang lain akan sama nilainya dengan merendahkan ibu sendiri.

Sebagai seorang ibu, tentu Anda sangat mengerti apa itu makna toleransi dan menghargai. Mungkin saya tidak harus mengatakan menghormati Agama kami, lantaran boleh jadi penghormatan bagimu hanyalah kepada manusia. Sedangkan kepada Tuhan atau pemilik agama, bagimu tidak ada. Mungkin karena engkau anggap agama itu hanya petuah-petuah yang tiada berguna. Tapi tahukah Anda bahwa dengan menghormati agama, hakekatnya Anda sudah menghormati diri Anda sendiri, dan yang pasti Anda ingin melihat betapa agama-agama itu indah dan lebih indah dari sebuah syair yang Anda ucapkan.

Kembali ke laptop, wahai ibu, seorang putri dari pendiri bangsa ini, pernahkah Anda melihat sosok Roy Kiyoshi? Seorang pengisi acara di acara Karma? Sepertinya Anda mengenalnya, sosok muda yang bertalenta dengan kelebihan sebagai paranormal atau indigo. Hampir setiap malam Roy Kiyoshi mengisi malam-malam di layar televisi sebagai peramal kehidupan orang lain. 

Meskipun ramalan bukanlah sesuatu yang harus dipercayai seratus persen lantaran manusia sifatnya lemah dan tidak akan mampu membaca takdir seseorang, dan bisa dianggap musyrik bagi orang yang mempercayainya lantaran mendahului Tuhan. Tapi apa yang dilakukan Roy Kiyoshi tidak pernah sedikitpun merendahkan agama Islam, agama kita. Jika Islam bukan agama Anda, sebagai manusia biasa tentu tak layak pula untuk merendahkan ajaran yang suci dan benar dari pemilik alam semesta ini.

Jika Anda melihat dengan seksama, sosok pria indigo yang kini usianya 31 tahun yang tentu saja jauh lebih muda dari Anda itu, ternyata ia lebih dewasa dan sangat-sangat jauh toleransinya dari sikap Anda. Sepengetahuan saya, sekalipun tidak pernah melecehkan agama Islam, karena sang paranormal itu tahu menghargai sebuah agama. 

Bahkan dalam akhir pernyataannya selalu saja mengatakan pesan "semoga anda selalu dalam karma yang baik". dan selalu berpesan lawanlah atau bayarlah karma buruk anda dengan kebaikan-kebaikan." Sungguh pesan yang baik meskipun tidak beragama Islam. 

Roy Kiyoshi tidak pernah mengusik agama partisipan dengan menjelekkan agamanya, meskipun sosok di depannya tengah berhijab atau mengenakan penutup wajah, yang boleh jadi apakah menggunakan hijab hanyalah tren atau mengikuti agama yang suci ini.Tidak pernah menjelekkan sang partisipan meskipun boleh jadi dosa-dosanya melebihi langit dan bumi. Tapi Roy selalu saja memberikan pesan "berbuatlah yang baik" karena dalam Islam pun diajarkan dosa akan terhapus dengan perbuatan-perbuatan baik. Ibarat kayu yang terbakar akan padam apinya jika ditetesi terus menerus dengan air.  meskipun boleh jadi prosesnya lama dan kayunya sudah menjadi abu.

Ibu Sukmawati, tidaklah Anda tahu bahwa toleransi tidak hanya sebatas teori belaka, tapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi hanyalah omong kosong jika hanya sebagai pembalut kepentingan untuk menjadi penguasa, karena makna toleransi lebih indah dan jauh lebih sempurna daripada kekuasaan itu sendiri, meskipun dengan dibalut dengan kata-kata manis.

Yang pasti, agama kami dan boleh jadi agamamu pastilah tidak ingin dicibir atau dinista karena agama memiliki keindahan dan keistimewaan melebihi apa yang anda pahami. Jika Anda belum paham ajaran agama Islam, cobalah bertanya atau jika gengsi belilah buku-buku agama yang boleh jadi sebuah kisah tentang kebaikan Rasulullah SAW. Sebuah kisah yang bisa menjadi teladan bagi manusia yang jauh dari prasangka orang yang tidak mengerti.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun