Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tulisanku ke-965, Kurang Percayakah Kalau Aku Kompasianer Juga?

21 November 2017   21:29 Diperbarui: 21 November 2017   22:03 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo, apa kabar admin Kompasiana, dan kompasianer sejagat semua. Semoga kabar kalian baik-baik saja ya? Aamiin

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa hingga detik ini sebisa dan semampu mungkin saya masih menyempatkan diri menitipkan tulisan-tulisam saya di blog bersama ini. Dan alhamdulillah saya pun merasakan banyak manfaat di dalamnya. 

Terus terang, saya bersyukur bisa menjadi bagian etalase warga, bisa menjadi bagian orang-orang yang mengkaryakan dirinya dengam tinta-tinta emas. Dan ternyata sampai sejauh ini tidak terasa umur sudah semakin tua. #eh

Harapannya dengan bertambahnya usia, membuat saya semakin terbuka dan bebas merdeka dalam menyuarakan bait-bait kata dan simphony nada dari relung jiwa yang terdalam. Bukan ingin merasa pandai atau mengerti, tapi ingin memberi yang bisa diberi. Bukan harta yang aku punya, tapi goresan tinta sederhana yang boleh jadi kurang bermakna, menjadi hadiah terindah yang bisa aku persembahkan.

Mungkin, inilah cara terbaik seorang putra desa ini bergaul bersama warga bangsa dari berbagai penjuru nusantara. Meski hanya sekali bisa ketemu dengan kompasianer lain, ternyata bisa memberi warna tersendiri.

Seperti kata ayahku dan almarhumah ibuku, jadilah orang yang bermanfaat maka dirimu akan berarti, mengalah bukan untuk kalah tapi sebuah kemenangan yang terbaik. Sukurilah yang kau punya maka hidupmu akan berbahagia.

Dengan energi yang lahir dari pesan-pesan kebaikan itu, maka hingga detik ini tetap kutorehkan kata-kata. Meskipun kelasnya ndeso, tapi saya bangga bisa menjadi bagian perubahan dalam setiap masa.

Menulis sebanyak 965 karya, pembuktian bahwa saya adalah kompasianer (semoga)

Pernah suatu masa saya vacum, stagnant dan tidak menulis di kompasiana. Saya berusaha merenungi diri dan membuka lahan sendiri di blog pribadi. Itu semua saya lakukan karena aura merah sudah mulai menyeruak di blog bersama ini. Tak lain dan tak bukan, karena para penulis di dalamnya adalah para aktivis politik yang selalu berusaha menjadi pemenang dalam setiap debat terbuka. Tak perduli meskipun dengan cara menjatuhkan lawan dan membuat penulis lain lari tunggang langgang dan kecewa.

Tapi itulah fakta dimana pun berada. Di antara mereka yang menyebarkan senyuman, karena alasan politis justru menyebarkan amarah, dendam dan intrik yang sungguh menyakitkan. Bagi yang tidak terbiasa maka akan muncul ketersinggungan dan ketidaknyamanan. Bahkan bisa saja beradu kekuatan.

Padahal apa yang dicari selain kebebasan berekspresi. Jika ingin hadiah, cukuplah masuk ke ranah kompetisi. Namun sayang sekali, justru kebanyakan para politisi bagaimana membela jagoannya tanpa memberi sedikit empati. Bolehlah disebut risiko tapi sungguh merusak konsep kompasiana sendiri. Menulis bukan memfitnah dan bukan pula mencari "wah". Apalagi mencari musuh maka dirinya pun akan jatuh.

Mungkin benar, siapapun yang berani tampil di sini, maka harus siap-siap tahan banting. Tak perlu khawatir akan dikalahkan karena bukan untuk mencari kalah dan menang apalagi menjadi pecundang.

Menjadi kompasianer, jalan terjal menjadi penulis (semoga)

Percaya atau tidak, setuju atau tidak,kita semua diciptakan menjadi penulis. Namun sayang sekali kebanyakan kita hanya menghabiskan energi untuk menulis gosip dan status remeh di sosial media.

Padahal banyak kesempatan untuk belajar menorehkan kata. Tak muluk untuk mengajari pembaca, tapi bagaimana menjadikan tulisan sendiri sebagai kaca pembesar betapa kita adalah kecil. Maka dari itu perlu menjadi besar dengan memanfaatkan kemampuan secara optimal. Menjadikannya sebagai ibrah. Agar makhluk yang kecil ini bisa membesarkan diri sendiri untuk kemudian membesarkan orang lain.

Mungkin waktuku bergabung belum selevel senior lain, tapi dengan rentang lebih dari tiga tahun adalah masa-masa yang tak mudah untuk bertaham dalam tempaan kesulitan dan belajar.

Terimakasih untuk semuanya, dari kalian saya menempa dan mendapat aneka pengtahuan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun