Sebuah trik politik halus namun menyakitkan ketika di negara di mana ia dilahirkan justru seakan-akan menjadi tamu. Apakah sama fenomenanya dengan kepindahan pak Sukro dengan para ilmuwan di negeri ini? Bahkan belum lama ini sosok Archandra Tahar rela dilengserkan setelah menduduki jabatan menteri selama 20 hari, dengan alasan beliau memiliki kewarganegaraan ganda. Apakah memang orang-orang pintar selalu tidak menjadi pintar jika berkaitan dengan politik? Orang-orang yang sedianya menikmati kehidupan yang nyaman dengan ilmunya ternyata justru seperti tidak berdaya dengn kondisi yang ada.
Itulah kondisi politik dan fenomena perpindahan kewarganegaraan saat ini, apakah ini menjadi respon bagi pemerintah mengapa rakyatnya justru tidak betah tinggal di negeri sendiri, atau justru dibiarkan begitu saja, dan justru negeri ini diisi oleh para tamu yang saat ini semakin menguasai ekonomi dan politik. Dan akhirnya, apa artinya darah dan air mata tertumpah dialami para pejuang demi bisa merdeka, jika ternyata kemerdekaan itu justru tetap dibayar dengan air mata dan penderitaan. Dan ternyata justru orang lain yang tidak pernah berjuang, bisa menikmati kebahagiaan di negeri tercinta ini.
Ketika Presiden Memanggil Para  Professor Kembali Pulang
Ide memanggilnya kembali para Professor di perantauan oleh Presiden Jokowi perlu mendapatkan apresiasi. Lantaran saat ini, Indonesia tengah diuji oleh berbagai persoalan yang sepertinya perlu mendapatkan dukungan dan bantuan penyelesaian agar persoalan itu segera teratasi. Bukan persoalan sebatas nilai-nilai materi bagi seorang Professor, tapi persoalan rasa cinta tanah air mereka semestinya kembali pulang agar bangsa ini dapat diselamatkan dari ancaman degradasi. Bumi ini tengah didera masalah pelik terkait SDM dan SDA yang semakin memprihatinkan, maka memanggil mereka untuk kembali adalah sebuah kewajiban dan keniscayaan.
Apalagi para professor dan ilmuwan yang tengah mengabdi di perantauan itu kebanyakan adalah orang-orang yang sukses dalam bidangnya, mudah-mudahan dengan kembalinya mereka ke tanah air, pengalaman yang sudah diraih bisa dikembangkan lagi. Meskipun ada kemungkinan tidak mudah meminta para tokoh itu untuk kembali, lantaran persoalan politik dan birokrasi yang tak kunjung membaik. Belum lagi persoalan penghargaan atas kerja keras dan pengetahuan yang juga kurang masih sangat minim.Â
Pengalaman, bagaimana Prof. Ing. BJ. Habibie rela mengabdikan ilmunya di German beberapa waktu lalu, tentu menjadi salah satu keadaan dimana para cerdik pandai, insan cendekia lebih memilih hidup dan mengembangkan ilmunya di luar negeri. Semua bukan tanpa sebab, lantaran persoalan politik yang "rancu" membuat para cerdik pandai ini rela meninggalkan tanah airnya demi bisa mencari penghasilan dan mengembangkan ilmu pengetahuannya di negeri orang. Belum lama ini pula sosok Mantan Mentri ESDM Archandra Tahar yang juga lebih memilih hidup di Amerika Serikat demi mengembangkan keilmuannya. Padahal sosok-sosok seperti merekalah bangsa ini bisa bangkit dari keterpurukan.Â
Persoalan politik dan ekonomi yang pelik memaksa mereka meninggalkan bumi pertiwi demi kehidupan yang lebih baik.
Namun demikian, sebaik-baik dan seindah-indahnya negeri orang, negeri sendiri tetaplah lebih baik untuk mengembangkan ilmu dan mengabdikan diri. Bagaimanapun kondisinya dan keadaannya, inilah Indonesia yang masih bergelut dengan persoalan yang menunggu untuk dituntaskan.Â
Kembalilah generasi terbaik negeri ini, bantulah bangsa ini agar segera bangkit dari keterpurukan. Bumi pertiwi memanggimu pulang demi Indonesia yang lebih baik.
Salam Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H