Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Apa yang Kau Minta, Ini yang Kupunya, Cegah Korupsi"

13 Maret 2016   22:22 Diperbarui: 26 Maret 2016   08:53 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, sebelum kondisi labil ini terjadi, ada baiknya terbuka saja dengan apa yang ada. Jangan seolah-olah kita bisa melakukan segalanya meskipun kenyataannya nol besar. Memberikan penjelasan yang masuk akal terkait apa yang dimiliki saat ini akan lebih baik dibandingkan memberikan harapan palsu dengan risiko kehidupan yang lebih buruk.

Rasa syukur, kunci terhindar dari korupsi

Bukankah hidup itu perlu disyukuri? Dan bukankah ada banyak keluarga yang lebih rendah statusnya dari kehidupan kita? Ya.

Ada banyak keluarga yang hidupnya berantakan. Hutang di sana-sini hingga hidup tak lagi tenang. Berusaha jaga imej yang berujung main antem kromo dengan cara-cara curang. Dampaknya pastilah lambat laun kejahatannya akan terbongkar.

Seorang kepala keluarga dan istri sebagai kepala rumah tangga yang terbiasa mengatur keuangan rumah tangga tentu harus bisa mengontrol diri. Jangan terjebak pada situasi asal orang bisa wah, maka segalanya diterabas. Bahkan ada yang aneh lagi dengan prinsip "bene tekor seng penteng sohor" Biarlah rugi yang penting terkenal.

Setiap orang berulah seolah-olah sebagai keluarga kaya raya, padahal gajinya amatlah pas-pasan. Mereka berusaha terlihat sebagai keluarga yang mentereng dengan aneka kendaraan di garasi meski tiap bulan ditagih tukang kredit. Dan tentu saja berusaha bermewah-mewah, padahal pendidikan anaknya terhambat lantaran uangnya sudah ludes di pakai jalan-jalan.

Muncullah sikap arogansi. Entah di rumah, di kantor maupun dalam lembaga kemasyarakatan berbuat semaunya sendiri. Segalanya dijadikan sebagai obyek untuk meraih keuntungan pribadi meskipun merugikan pihak lain. Padahal apalah artinya bersikap arogan dengan memanfaatkan pihak lain demi kepentingannya jika ujung-ujungnya akan masuk ke dalam kehancuran.

Persoalan keluarga bukan hanya bagaimana bisa memanaje keuangan saja, tapi lebih dari itu pendidikan moral dengan mencegah diri dari tindakan mengambil yang bukan haknya adalah pendidikan keluarga yang sesungguhnya.

Mengajarkan kepada anak arti kesyukuran adalah amat penting daripada mengajarkan kemewahan meskipun cara-cara yang dilakukan tidak tepat.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun