Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sosok Icha dalam Uttaran, Lugu atau Dungu, sih?

7 Maret 2016   20:26 Diperbarui: 19 Maret 2016   01:50 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

5. Cinta Sebagai Alat Permainan

Cinta dan pernikahan sejatinya adalah sakral, karena cinta dan pernikahan merupakan bagian asasi kebutuhan manusia. Jika cinta hanya berlandaskan untuk menguasai tanpa rasa pengertian, maka berujung pada (pembantaian) karakter. Hukum rimba muncul di sana, yang kuat maka dialah yg menjadi pemenang. Meskipun cara-cara yang dilakukan adalah keliru.

6. Materialistis

Mencintai harta memang boleh, tapi kalau materialistis justru amat berbahaya. Timbulnya kecemburuan, kedengkian dan kesenjangan di antara keluarga menjadikan keluarga tidak lagi damai dan nyaman. Kepentingan untuk menguasai harta menjadi titik didih persoalan yang terjadi.

7. Ketika agama hanya pelengkap, maka Tuhan menjadi permainan

Agama adalah pedoman umat manusia, semua agama pun menghendaki kebaikan kepada penganutnya. Nah, jika agama hanya jadi simbol, maka yang terjadi agama dianggap permainan dan sebagai penunjukan eksistensi tanpa ada pemahaman dan pengalaman yang substantif. Ketika terbiasa menyebut nama Tuhan, tapi sifat dan perilaku jauh melenceng dari nilai-nilai ketuhanan.

Film yang ditayangkan di AN TV ini sebenarnya sebuah prestasi sebuah produksi film yang tak layak dicontoh. Meskipun penjiwaan masih-masing aktor patut mendapatkan apresiasi. Peran antagonis yang sejatinya hanya bohongan, pun dapat dilakukan dengan apik. Ternyata bisa berdampak pada prilaku sosial dalam masyarakat.

Karakter dan peran di dalam  film tersebut turut menjadi masalah jika penontonnya tidak menganggapnya sebagai sebuah tontonan saja. Yang berbahaya lagi, jika tontonan menjadi tuntunan. Para penikmat film ini bisa saja berubah perangai seperti dijelaskan di atas yang sebenarnya tidak pernah diharapkan.

Yang pasti, film hanyalah tontonan belaka. Meskipun demikian, nilai karakter seorang wanita hakekatnya bukan tempat untuk teraniaya. Mereka berhak memilih mana yang disukai dan mana yang tidak tanpa mengorbankan orang lain dan tanpa intimidasi.

Kekayaan bukanlah alat untuk menindas orang-orang yang miskin, karena kaya dan miskin hakekatnya sama di hadapan Tuhan. Kalau kekayaan hanyalah titipan, tentu kemiskinan juga hanyalah sebuah ujian.

Salam

Metro, Lampung, 9-3-2016

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun