Sudah hampir sebulan dana sertifikasi yang sedianya cair pertengahan hingga akhir Desember 2015, ternyata sampai detik ini belum juga terlihat realisasinya. Padahal menurut informasi para guru penerima tunjangan profesi itu, SK TPP sudah diterbitkan oleh kementerian, tapi nyatanya mereka belum juga menerima dananya. Kenapa dan ada apa ini, kenapa tunjangan itu tak juga masuk ke rekening mereka.
Sebagaimana keterangan dari beberapa guru yang tak saya sebutkan namanya.
Pak, kog dana sertifikasi kita kog belum pada cair ya? Padahal guru-guru lain juga sudah cair. Kog ndengaren dana yang biasanya keluarnya mulus kog di triwulan keempat ini justru belum kelihatan realisasinya.
Untuk memastikan informasi tersebut, saya pun menelepon guru lain di sekolah yang sama, serta guru-guru di daerah lain, kebetulan dari Bandar Lampung. Mereka mengatakan:
"Bener pak, dananya belum masuk rekening, padahal di SK TPP sudah tercantum nominal dan tanggal cairnya. Tapi kog belum juga cair ya? Tapi anehnya di antara mereka ada juga yang sudah.
Lebih jauh saya tanyakan, emang beda bank ya, kog bisa tidak seragam jadwal pencairannya?
"Iya pak, yang sudah cair katanya dari bank BNI, sedangkan bank Mandiri belum ada yang cair. Sedangkan Bank BRI ada sebagian yang cair. Tapi yang belum cair masih banyak kog."
Dalam hati saya, kog aneh ya? Tunjangan yang semestinya sudah menjadi hak guru-guru itu, kenapa sampai tahun berganti kog belum cair.
Meskipun demikian di antar a guru itu tetap berpikir positif, bolehjadi dana tunjangan itu dicairkan dobel pada triwulan pertama di tahun 2016. Mudah-mudahan informasi ini benar adanya.
Mekanisme pencairan dana sertifikasi itu dari pusat atau daerah ya?
Saya sempat bertanya-tanya dan bingung dengan kebijakan ini, pada mulanya beredar informasi bahwa pencairan dana sertifikasi untuk dikdas dan dikmen sepenuhnya diserahkan oleh kebijakan pusat. Jadi dana-dana itu tidak diserahkan dulu ke daerah tapi langsung masuk ke rekenaning masing-masing penerima.
Tapi anehnya, beberapa hari yang lalu, informasi baru beredar bahwa dana dana sertifikasi untuk dikdas diserahkan kepada kebijakan daerah, sedangkan untuk dikmen diserahkan kebijakan pusat.
Benarkah demikian? Kalau benar ada baiknya apapun yang terkait kebijakan untuk guru mbok ya lebih jelas lagi. Kalau memang dana sertifikasi itu memang hak guru, ada baiknya langsung saja ditangani oleh pusat. Jadi daerah tidak cawe-cawe mengurus dana sertifikasi ini. Apalagi kegiatan daerah terkait keuangan juga sudah banyak. Tentu dengan kebijakan langsung ke pusat, tentu memperingan kerja daerah dalam merealisasikannya.
Yang anehnya lagi, menurut cerita teman-teman guru, guru yang hakekatnya satu rombongan PLPG dan SK Â TPPnya bareng, kenapa bisa keluarnya tidak berbarengan. Ini menimbulkan polemik dan kekisruhan di antara guru. Ada kecemburuan yang muncul. Bahkan ada yang sempat khawatir, jangan-jangan hak mereka tidak disalurkan secara benar.Â
Jika SK TPP sudah menyatakan sudah direalisasikan, semestinya juga keberadaan uang itu sudah masuk ke rekening paling lambat tanggal 31 Desember 2015. Tapi faktanya hingga hari ini belum juga terlihat.
Kasihan dengan guru-guru, khususnya guru SLB yang sudah bekerja dan tinggal menanti uang manis itu jika harus diperlambat lantaran ada pihak-pihak yang kurang berpihak kepada guru.
Harapan guru terkait tunjangan profesi
Tunjangan profesi adalah harapan terakhir para guru bisa menikmati jerih payahnya selama pengabdian. Jadi semestinya tunjangan tersebut segeralah dibayarkan jika memang kondisi keuangan negara sudah mengalokasikan.
Guru jangan dibuat bingung dan khawatir lantaran bisa mengganggu berlangsungnya kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Lantaran selama ini untuk mencukupi kebutuhan mereka, jika mengharapkan gaji, terang saja gaji mereka sudah habis dibayarkan ke Bank karena terlilit hutang. Nah, dengan tunjangan ini mudah-mudahan kesejahteraan mereka dapat terpenuhi.
Selain itu, harapan para guru, dana yang memang disalurkan dari pusat, jangan dilewatkan ke kas daerah, lantaran akan muncul beberapa kekhawatiran kalau ternyata hak guru tersebut justru dimanfaatkan pada hal-hal lain yang bukan pada peruntukannya.
Salam
*NB: Mohon maaf jika terdapat kesalahan informasi
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H