Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa Jadinya Jika Bantuan Siswa Dipakai Bayar Kredit Motor

8 Januari 2016   19:56 Diperbarui: 9 Januari 2016   12:25 1619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: Kompas/ M.Latief"][/caption]Tak sengaja, saya mengamati beberapa murid yang bermain ternyata pakaian, sepatu dan tas sekolahnya telah usang. Kelihatan belum diganti oleh orang tuanya. Padahal beberapa hari yang lalu, kepala sekolah sudah memanggil para wali murid untuk hadir ke sekolah dalam rangka pembagian bantuan untuk seluruh siswa di sekolah di mana saya mengabdi.

Kepala sekolah juga sudah memberikan arahan dan mewanti-wanti agar uang itu dipergunakan sebaik-baiknya demi mempersiapkan program pendidikan anak-anaknya selama masih sekolah.

Tapi nyatanya, memang mungkin sudah kadung kebiasaan, jadi orang tua menunggu bantuan siswa bagi anaknya bukannya untuk membayar kebutuhan sekolah, tapi malah digunakan di luar peruntukannya.

Karena penasaran, iseng-iseng kutanya salah satu murid di sekolahku.

"Nak, kemarin duit bantuannya dibeliin apa aja, kog baju sama tasnya belum ganti? Bukankah kemarin sudah dapat beasiswa dari sekolah? 

Sang murid menjawab, "duitnya sama bapak untuk membayar angsuran motor, uangnya dipakai bapak tunggakan angsuran motor dua. Satu untuk bapak dan satu untuk kakak."

Mak jleb, sontak saja saya terkaget-kaget, kog bisa ya duit bantuan biaya pendidikan bagi anaknya malah dipakai kridit motor? Apa nggak salah tuh? Jangan-jangan orang tua justru menganggap kesempatan ada bantuan, dan berharap bantuan mengucur terus untuk anak-anaknya tapi tujuannya karena ingin dimanfaatkan untuk program lain.

Walah ada-ada saja masyarakat negeri ini. Lah wong duwit untuk biaya sekolah anak kog malah untuk angsuran motor? Padahal program pemerintah menganggarkan bantuan bagi siswa (miskin) ini tentu saja agar biaya sekolah seperti pembelian pakaian, sepatu, alat-alat tulis bisa dilaksanakan dengan tanggung jawab. Tapi dengan kenyataan ini membuktikan selama ini banyak orang tua anak-anak sekolah (khususnya ABK) justru tidak mengindahkan program pemerintah ini.

Meskipun membayar angsuran motor itu kebutuhan, tapi yang terpenting dan tujuan bantuan siswa itu bukannya untuk kebutuhan sekunder, lantaran pendidikan anak sebagai kebutuhan primer amatlah tidak boleh diabaikan. Apalagi motor sampai dua buah dalam satu keluarga, sedangkan pakaian anak sampai sempit dan kelihatan mulai usang ternyata tidak diprioritaskan.

Bahkan yang lebih aneh, ada salah satu siswa tuna grahita yang kedapatan ke sekolah membawa gadget, bukannya masuk kelas sang anak asyik bermain dengan mainannya. Bahkan beberapa bulan yang lalu juga orang tua siswa tersebut menggunakan bantuan siswa tersebut untuk membeli keramik. Biaya sekolah untuk kebutuhan sekolah kog untuk beli keramik. Aneh bukan?

Repotnya pemerintah mengalokasikan bantuan khusus siswa 

Sebenarnya jika dibilang repot atau sulit sih tidak juga, asalkan semua pelaku kebijakan sampai penerima bantuan bersikap amanah atau konsisten menggunakan bantuan dari pemerintah ini sesuai peruntukannya, tentulah tidak jadi kendala. Tapi anehnya, meskipun tujuannya baik jika ternyata penerima bantuan ini memanfaatkan dana bukan untuk peruntukannya tentu menjadi masalah yang krusial. Bila pemangku kebijakan menyelewengkan dana tersebut disebut korupsi, kalau penerimanya juga menyelewengkan dana itu berarti bisa disebut korupsi. 

Dana yang semestnya untuk pembelian perlengkapan sekolah, ternyata membeli perlengkapan lain yang sama sekali jauh dari tujuan semula.

Ada kegamangan tersendiri ketika mengalokasikan dana bantuan untuk siswa ini, pertama, jika dana itu diserahkan ke sekolah, kebanyakan sekolah juga kerepotan lantaran harus meneliti dan menghitung benda-benda apa saja yang dibutuhkan siswa. Kalau diseragamkan tentu orang tua siswa banyak yang komplain lantaran tidak sesuai kebutuhan mereka. Padahal jika dilaksanakan oleh sekolah, tentu penggunaannya lebih jelas. Asalkan pihak sekolah juga amanah, tentu tidak perlu dikhawatirkan adanya penyimpangan dana. Tapi sekali lagi, orang tua seringkali tidak menerima dengan puas, atas apa yang sudah dibelikan sekolah.

Kedua, jika dana tersebut diserahkan kepada orang tua, maka masalahnya adalah benar atau tidakkah orang tua membelikan kebutuhan sekolah anaknya, bukan sebaliknya justru memanfaatkan uang itu demi kebutuhan hidup keluarganya. Lalu, apa fungsi bantuan siswa kalau tidak dimanfaatkan secara konsekuen. Jika alasannya anak sudah memiliki semua kebutuhan dan uang itu disimpan tentu tidak menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan apabila bantuan itu digunakan pada hal yang tidak menyentuh kebutuhan anak sekolah.

Sekolah perlu memberikan teguran dan sanksi jika dana bantuan siswa itu disalahgunakan

Sejatinya sekolah pun tidak memiliki wewenang membatasi penggunaan bantuan tersebut, lantaran sekolah hanya berwenang membagikan serta memberikan pengarahan. Selebihnya diserahkan pada pihak penerima. 

Tapi jika kondisi orang tua justru bertolak belakang dengan tujuan semula, maka dengan melakukan koordinasi dengan dinas terkait maka selayaknya bantuan itu ditahan dulu, sampai orang tua benar-benar menggunakannya dengan tepat. Bolehlah dilakukan surat panggilan dan teguran terlebih dahulu, agar orang tua menyadari kesalahannya. 

Jika setelah ditegur ternyata masih saja membandel, maka ada baiknya pengalokasian bantuan itu diserahkan pada kebijakan sekolah atau pemerintah dengan mengacu pada teknis dan aturan yang berlaku.

Namun lagi-lagi pihak sekolah selalu saja berbenturan dengan kebijakan dan para wartawan yang cenderung menilai kebijakan sekolah ini dianggap sebagai pelanggaran. Jangankan untuk menahan dana bantuan, membelikan barang yang harganya dianggap tidak sesuai saja sudah menjadi persoalan hukum.

Kita, berharap, segala macam bantuan bagi siswa itu benar-benar membantu orang tua dalam mempersiapkan masa depan pendidikan anak-anaknya. Toh jikalau dana itu masih teramat sedikit, penggunaan dana yang tepat sasaran akan berdampak positif bagi kelangsungan pendidikan anak-anaknya, sampai pemerintah benar-benar mampu mencukupi semua kebutuhan siswa hingga ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun