[caption caption="Gambar kemasan rokok, Propaganda atau iklan rokok saat ini masih tinggi, tapi keberadaan bungkus rokok yang cukup mengerikan itu ternyata turut mengurangi jumlah perokok aktif. Sebuah ekses positif jika kemasan rokok dibuat mengerikan ditambah lagi jika peredarannya dibatasi."][/caption]Benar sekali bahwa segala sesuatu yang dibuat, sedikit banyak memberikan dampak atau akibat bagi orang lain. Dampak yang muncul bisa saja positif dan bisa juga negatif.
Seperti misalnya, banyaknya iklan rokok - sebelum ada larangan menampilkan rokok dengan orang yang tengah menghisapnya - ternyata berpengaruh pada naiknya target penjualan racikan tembakau itu. Bahkan dapat dibilang gara-gara iklan, gambar, maupun tayangan di media sosial atau internet, tingkat daya beli dan konsumsi masyarakat semakin meningkat.
Gara-gara iklan rokok tersebut, hampir semua orang doyan merokok. Tak hanya kalangan bapak-bapak, lantaran anak-anak usia dini pun ada yang sudah gatuk sama merokok. Bahkan sempat pula ditayangkan di beberapa laman berita nasional, sosok balita asal Lampung yang kedapatan sudah menghisap rokok. Sebuah kenyataan pahit ditengah-tengah masyarakat kita yang disebabkan karena iklan rokok.
Belum lagi jika lingkungan sekitar merupakan pecandu nikotin itu, maka semakin tinggi pula komsumen yang terpapar asap rokok lantaran bersama-sama menikmati rokok.
Jadilah penjualan rokok menanjak atau naik secara signifikan disebabkan oleh iklan rokok yang memikat.
Ketika iklan rokok ditayangkan terus menerus, ternyata konsumsi rokok di tengah masyarakat mengalami peningkatan. Mau tidak mau siapapun yang sudah melihat tayangan iklan itu, secara perlahan menjadi korban "tersesat" lantaran modifikasi iklan yang menggugah selera. Tak pelak ada sekitar 90% remaja yang menjadi perokok lantaran iklan rokok yang memikat. sumber
Ada "dosa" para pembuat iklan terhadap naiknya konsumsi barang berbahaya itu bagi para remaja. Ekses negatif muncul lantaran iklan yang justru seperti mengajak siapapun untuk mencoba-coba menghisapnya lantaran pengaruh sensasi menipu dari sebuah tayangan iklan.
Kenyataan yang cukup ironis, bukan?
Efek terbalik pun terjadi saat ini, jika awalnya propaganda iklan berpengaruh negatif terhadap gaya hidup masyarakat, kini penyertaan gambar pada bungkus rokok, seperti dihiasinya bungkus rokok dengan gambar orang yang lehernya berlubang - yang menurut keterangan kemasan itu - disebabkan karena aktifitas merokok, pun membawa dampak positif bagi penikmatnya.
Ada pula gambar seseorang yang meninggal dunia dengan sebagian tubuhnya terbuka dengan kondisi paru-parunya rusak lantaran aktifitas yang sama. Ternyata menjadi "ancaman" efektif sebagai langkah antisipatif terhadap maraknya peredaran rokok dan iklan rokok yang cukup menggoda.Â
Seperti yang baru-baru ini diceritakan oleh seseorang yang kebetulan menghentikan aktifitas merokok. Beliau bercerita tentang perubahan gaya hidupnya lantaran melihat gambar kemasan rokok. Gambar mengerikan pada bungkus rokok ternyata turut membuatnya takut.
Sebut namanya pak Budi, sejak berumur belasan tahun sudah menikmati rokok. Kala itu rokok masih seharga 2.500 / bks. Beliau bisa menikmati rokok lantaran nilai mata uang kala itu masih sebanding dengan harga rokok. Meskipun boleh jadi penghasilan saat ini lebih tinggi, tapi daya beli masyarakat terhadap produk berbahaya itu masih cukup terjangkau. Tak pelak, pak Budi dengan mudahnya membeli dan menghisap rokok. Selain itu, ternyata aktifitas negatif dilakukan bertahun-tahun lantaran tidak ada larangan dari orang tuanya. Ditambah lagi di usia belasan tahun itu beliau sudah bekerja di sebuah pencetakan genting (tobong) di kampungnya. Pantas saja dengan pekerjaan yang dijalaninya beliau dengan mudahnya menikmati rokok.
Selain kemampuannya membeli, lantaran sudah mandiri secara finansial di usia belasan tahun itu, orang tuanya juga seorang penghisap rokok. Mau tidak mau, karena ada uang dan orang tua juga merokok, secara tidak langsung mengajarkan kepada anaknya bagaimana merokok. Meskipun aktifitas ini amat berbahaya.
Bahkan, sampai beliau menikah, aktifitas merokok ini masih saja dilakukan. Nah, tepat setelah diluncurkan bungkus rokok dengan gambar yang cukup mengerikan itu, pak Budi dengan inisiatif sendiri memutuskan menghentikan aktifitas merokok. "Aku dadi wedi ngrokok bar ndelok gambar paru-paru kebakar karo gulu seng bolong kui" (Saya jadi takut merokok setelah melihat gambar paru-paru terbakar dan gambar leher yang berlubang itu).
Pernyataan pak Budi disela-sela percakapan kami ketika beliau mengantarkan pesanan genting di tempat kami. Pernyataan inipun diiyakan dan didukung oleh Sopir yang kebetulan berbarengan dengan pak Budi, katanya "aku rodo males ngrokok, ngrokok rodo ora enak goro-goro ndelok gambar kui mas" (saya agak malas merokok, merokok agar kurang enak lantaran melihat gambar itu (gambar paru-paru terbakar-pen).Â
Dua orang yang merasakan sugesti yang cukup kuat lantaran melihat gambar yang mengerikan di bungkus rokok. Tak pelak, saya sendiri yang sudah mengurangi aktifitas merokok pun semakin dibuat takut, setelah mendengar pernyataan kedua orang tersebut. Semoga saja saya benar-benar bisa berhenti merokok seperti pak Budi dan supirnya yang saat ini berhenti merokok gara-gara melihat bungkus rokok yang mengerikan tersebut.
Iklan dan Gambar, Propaganda dan Ancaman bagi Perokok dan Non Perokok
Secara tidak langsung mendengar pernyataan kedua orang ini, saya bisa menangkap kesan positif jika bungkus rokok benar-benar diberikan gambar yang "Seram" itu. Meskipun hobi merokok sulit dihindari, keberadaan gambar (foto) tersebut membuat penghisapnya menjadi was-was. Bahkan tak hanya was-was lantaran di antara mereka ada yang takut, kapok dan segera menghentikan aktifitas yang berbahaya ini.Â
Keberadaan gambar ancaman serta peringatan pemerintah yang tercantum dalam bungkus rokok "merokok bisa membunuhmu" tentu saja menjadi daya ancam yang serius terhadap penikmat rokok. Meskipun sampai saat ini, penikmat rokok masih tinggi dibandingkan yang berhenti, tentu keberadaan gambar itu cukup membawa efek positif bagi pencegahan dan penghentian aktifitas merokok di tengah masyarakat kita.
Namun, yang menjadi pertanyaan saya saat ini adalah, ketika pemerintah sudah membuat ancaman serius dengan "membunuh" itu, mengapa pabrik rokok masih saja beroperasi? Bahkan tak hanya pabrik rokok, lantaran import rokok semakin tinggi. Terbukti banyak rokok asal luar negeri yang beredar luas di tengah masyarakat kita.
Ancaman kematian bagi perokok cukup efektif, namun menjadi amat mustahil untuk dapat dihentikan, jika peredaran rokok dijual bebas. Apalagi banyak yang mengatakan bahwa "merokok nggak merokok tetap mati kog mas" merokok tidak merokok tetap saja meninggal. Atau pernyataan "merokok batuk, lah kambing saja bisa batuk meskipun tidak merokok" atau pernyataan "kalau merokok itu membawa kematian, mengapa perokok yang jumlahnya jutaan orang itu tidak mati secara serempak". Tentu menjadi preseden buruk terhadap upaya pemerintah dalam mengantisipasi melonjaknya jumlah perokok di negeri ini.
Boleh jadi, hal tersebut disebabkan ketidak pedulian akan bahaya merokok bagi kesehatan. Dengan dampak kematian itu ternyata masih kurang berefek positif jika peredaran rokok masih begitu bebasnya. Sama saja kasus kematian gara-gara narkoba, ternyat justru mempertinggi penyalahgunaan narkoba di tengah-tengah kita.
Yang pasti, propaganda akan menemui jalan buntu lantaran ancaman "kematian" gara-gara menghisap rokok. Tapi dampaknya akan amat sedikit bagi masyarakat, jika import dan produksi rokok masih cukup tinggi.  Dengan kata lain "Kenapa sih melarang orang merokok jika pabrik rokok dan import rokok masih terus berjalan?? Salam
Metro, Lampung, 30-10-2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H