Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gara-gara Gambar Ini, Pak Budi Berhenti Merokok

30 Oktober 2015   20:15 Diperbarui: 31 Oktober 2015   03:17 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebut namanya pak Budi, sejak berumur belasan tahun sudah menikmati rokok. Kala itu rokok masih seharga 2.500 / bks. Beliau bisa menikmati rokok lantaran nilai mata uang kala itu masih sebanding dengan harga rokok. Meskipun boleh jadi penghasilan saat ini lebih tinggi, tapi daya beli masyarakat terhadap produk berbahaya itu masih cukup terjangkau. Tak pelak, pak Budi dengan mudahnya membeli dan menghisap rokok. Selain itu, ternyata aktifitas negatif dilakukan bertahun-tahun lantaran tidak ada larangan dari orang tuanya. Ditambah lagi di usia belasan tahun itu beliau sudah bekerja di sebuah pencetakan genting (tobong) di kampungnya. Pantas saja dengan pekerjaan yang dijalaninya beliau dengan mudahnya menikmati rokok.

Selain kemampuannya membeli, lantaran sudah mandiri secara finansial di usia belasan tahun itu, orang tuanya juga seorang penghisap rokok. Mau tidak mau, karena ada uang dan orang tua juga merokok, secara tidak langsung mengajarkan kepada anaknya bagaimana merokok. Meskipun aktifitas ini amat berbahaya.

Bahkan, sampai beliau menikah, aktifitas merokok ini masih saja dilakukan. Nah, tepat setelah diluncurkan bungkus rokok dengan gambar yang cukup mengerikan itu, pak Budi dengan inisiatif sendiri memutuskan menghentikan aktifitas merokok. "Aku dadi wedi ngrokok bar ndelok gambar paru-paru kebakar karo gulu seng bolong kui" (Saya jadi takut merokok setelah melihat gambar paru-paru terbakar dan gambar leher yang berlubang itu).

Pernyataan pak Budi disela-sela percakapan kami ketika beliau mengantarkan pesanan genting di tempat kami. Pernyataan inipun diiyakan dan didukung oleh Sopir yang kebetulan berbarengan dengan pak Budi, katanya "aku rodo males ngrokok, ngrokok rodo ora enak goro-goro ndelok gambar kui mas" (saya agak malas merokok, merokok agar kurang enak lantaran melihat gambar itu (gambar paru-paru terbakar-pen). 

Dua orang yang merasakan sugesti yang cukup kuat lantaran melihat gambar yang mengerikan di bungkus rokok. Tak pelak, saya sendiri yang sudah mengurangi aktifitas merokok pun semakin dibuat takut, setelah mendengar pernyataan kedua orang tersebut. Semoga saja saya benar-benar bisa berhenti merokok seperti pak Budi dan supirnya yang saat ini berhenti merokok gara-gara melihat bungkus rokok yang mengerikan tersebut.

Iklan dan Gambar, Propaganda dan Ancaman bagi Perokok dan Non Perokok

Secara tidak langsung mendengar pernyataan kedua orang ini, saya bisa menangkap kesan positif jika bungkus rokok benar-benar diberikan gambar yang "Seram" itu. Meskipun hobi merokok sulit dihindari, keberadaan gambar (foto) tersebut membuat penghisapnya menjadi was-was. Bahkan tak hanya was-was lantaran di antara mereka ada yang takut, kapok dan segera menghentikan aktifitas yang berbahaya ini. 

Keberadaan gambar ancaman serta peringatan pemerintah yang tercantum dalam bungkus rokok "merokok bisa membunuhmu" tentu saja menjadi daya ancam yang serius terhadap penikmat rokok. Meskipun sampai saat ini, penikmat rokok masih tinggi dibandingkan yang berhenti, tentu keberadaan gambar itu cukup membawa efek positif bagi pencegahan dan penghentian aktifitas merokok di tengah masyarakat kita.

Namun, yang menjadi pertanyaan saya saat ini adalah, ketika pemerintah sudah membuat ancaman serius dengan "membunuh" itu, mengapa pabrik rokok masih saja beroperasi? Bahkan tak hanya pabrik rokok, lantaran import rokok semakin tinggi. Terbukti banyak rokok asal luar negeri yang beredar luas di tengah masyarakat kita.

Ancaman kematian bagi perokok cukup efektif, namun menjadi amat mustahil untuk dapat dihentikan, jika peredaran rokok dijual bebas. Apalagi banyak yang mengatakan bahwa "merokok nggak merokok tetap mati kog mas" merokok tidak merokok tetap saja meninggal. Atau pernyataan "merokok batuk, lah kambing saja bisa batuk meskipun tidak merokok" atau pernyataan "kalau merokok itu membawa kematian, mengapa perokok yang jumlahnya jutaan orang itu tidak mati secara serempak". Tentu menjadi preseden buruk terhadap upaya pemerintah dalam mengantisipasi melonjaknya jumlah perokok di negeri ini.

Boleh jadi, hal tersebut disebabkan ketidak pedulian akan bahaya merokok bagi kesehatan. Dengan dampak kematian itu ternyata masih kurang berefek positif jika peredaran rokok masih begitu bebasnya. Sama saja kasus kematian gara-gara narkoba, ternyat justru mempertinggi penyalahgunaan narkoba di tengah-tengah kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun