[caption caption="Gelombang pekerja asing (china) semakin membanjiri perusahaan-perusahaan lokal. Tentu kehadiran mereka turut memicu kecemburuan dan situasi tak menentu terkait kebijakan ketenaga kerjaan yang notabene pengangguran masih banyak terjadi di Indonesia. Kebijakan terkait pekerja asing juga perlu diperbincangkan secara mendalam karena sampai sejauh ini keberadaan mereka masih belum diterima apalagi banyaknya kasus PHK massal yang akan menggusur pekerja dari negeri ini. Gambar : Pekerja asal China (pribuminews.com)"][/caption]
Setelah saya pikir-pikir kog berita akhir-akhir ini semakin runyam saja, satu sisi menentang kebijakan Ahok yang notabene sudah benar menata kembali Kampung Pulo yang biasanya menjadi langganan banjir. Padahal apa salah Ahok? 'kan beliau hanya menjalankan aturan, bahwa bantaran sungai tidak boleh ditinggali atau dibuat rumah apalagi pertokoan. Dampaknya kerusakan lingkungan dan merusak keindahan saja. Maaf jika pendapat ini ada yang kurang sepakat karena memang faktanya sungai memang rawan menjadi tempat pembuangan sampah. Jadi ya otomatis merusak lingkungan. Meskipun belum tentu masyarakat setempat yang melakukan. Tapi mau bagaimana lagi, tata kota memang seharusnya tertata dan tidak semrawut. Toh masyarakat yang tinggal di Kampung Pulo banyak yang gak memiliki hak atas tanah alias nupang saja, jadi secara hukum mereka juga tidak berhak tinggal terlalu lama karena akan diperuntukkan pada hal lain yang lebih bermanfaat.Â
Beruntung kebijakan Pemprof DKI Jakarta menyediakan fasilitas kontrakan bagi yang sama sekali tak punya aset tempat tinggal Jakarta, nah kalau yang memiliki hak dengan bukti sertifikat tentu akan mendapatkan ganti rugi yang sesuai.
Terlepas dari kisruh yang terjadi akibat penertiban Kampung Pulo yang turut memicu konsentrasi pesta kemerdekaan kita yang ke- 70, ternyata jagad Indonesia juga dihebohkan dengan pekerja dari China. China, Cina, Tionghoa, atau Tiongkok saya gak peduli lantaran sama-sama warga China. Meskipun ada yang asli lama tinggal di Indonesia atau yang baru datang menjelang tahun 2015 ini.
Saya membaca beberapa berita online sepertinya turut memicu pertentangan dan penolakan kenapa perusahaan-perusahaan asing (china) justru mendatangkan pekerja dari China yang notabene di Indonesia masih banyak lulusan sekolah dan sarjana yang nganggur dan mereka membutuhkan pekerjaan. Bukankan masyarakat kita lebih berhak mendapatkan pekerjaan itu? Dan bukankah saat ini gelombang PHK juga menuntut para mantan pekerja untuk dapat dipekerjakan pada perusahaan lain?
Sungguh pertanyaan itu amat berat dicari jawabnya, lantaran semua berbenturan dengan banyak sisi. Pertama pengusaha memang memiliki hak untuk mencari pekerja darimanapun mereka berasal. Tak melulu warga China lantaran di Indonesia banyak pula yang datang dari Amerika, Australia, Jepang, India dan negara lainnya yang notabene mereka bekerja karena skill atau kemampuan yang mereka miliki. Jika pekerja-pekerja itu memang dibutuhkan maka tidak salah jika perusahaan merekrut mereka. Bagaimana dengan pekerja kita? Apakah siap bersaing dengan pekerja asing? Kita harapkan jawaban yang pasti bahwa mereka juga tak kalah "pinter" dari pekerja di negeri ini.
Seperti bagaimana proyek PGN ketika mengerjakan proyek saluran pipa gas, ternyata pekerja-pekerja di Indonesia masih sedikit yang menguasai ilmunya. Dampaknya perusahaan tersebut justru merekrut pekerja asing yang memang dianggap mumpuni. Itupun masih hitung-hitungan terpaksa menerima pekerja dari daerah meskipun skillnya rendah. Maklum, ada tekanan dari warga sekitar dan pemda apabila tidak memberikan peluang dari pekerja dari sekitar maka resikonya akan mendapatkan tekanan.
Banyak pula pekerja yang datang dari India, China dan Jepang yang sampai memiliki istri di Indonesia, bahkan salahsatunya warga India sekarang menetap di Lampung Tengah. Saya mengenal beliau dan beberapa kali berdiskusi terkait proyek gas negara itu. Dan kebetulan saya juga pernah mendaftar di perusahaan itu sebagai tenaga administrasi tapi tak lulus lantaran memang gak punya kompetensi di bidangnya.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di manapun perusahaan itu berdiri semua minta diberikan pekerjaan, tapi logikanya apakah para pendaftar itu menguasai lapangan? Kalau memang bisa dipercaya tentu akan ada penjelasan lain yang lebih masuk akal.
Kenapa kita menolak pekerja asing?
Saya boleh mengutip sebuah berita di media online yang sepertinya berusaha membawa pengaruh negatif agar masyarakat menentang para pekerja asing dari China. disini Tulisan dari media online tersebut sengaja menghembuskan stigma negatif bahwa pemerintah sudah salah menerima pekerja asing. Tapi kenapa hanya China yang disudutkan? Padahal masih banyak pekerja lain yang sudah lama bekerja di Indonesia?
Belum lagi beberapa media lain yang turut menyuarakan penolakan pekerja asal negeri tirai bambu itu. Padahal apa hak kita melarang-larang? Toh mereka juga memiliki skill yang dibutuhkan. Sama halnya negeri kita juga mengeksport pekerja (TKI dan TKW) ke negara lain yang notabene mereka saat ini menikmati pekerjaan mereka. Bahkan keluarga saya sendiri ada yang bekerja di luar negeri. Tidak ada yang salah dalam hal ini lantaran kebijakan memperkerjakan pekerja asing adalah hak dan boleh dilakukan asal sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku.
Namun demikian, seyogyanya perusahaan-perusahaan itu tetap menjaga prinsip dan aturan 20 persen pekerjanya harus memperkerjakan masyarakat sekitar. Atau kebijakan lain yang tentu pihak stakeholder yang memiliki kewenangan yang harus merumuskannya. Belum lagi aturan kebijakan MEA justru memberikan peluang bagi pekerja dari manapun agar dapat bekerja di negara yang dituju dengan kemampuan skill yang memadai. Ada asas kompetisi dalam hal ini, di mana kita pun harus mempersiapkan pekerja-pekerja dengan skill yang minimal sama dengan mereka agar kebutuhan pekerja dari negeri sendiri dapat terpenuhi.
Saya yakin, penolakan pekerja asal China ada penyebab lain yang kiranya mesti ditelusuri lebih jauh. Penolakan yang terjadi tentu ada sebab musababnya yang apabila tidak dicari akar masalahnya tentu akan berdampak pada hubungan kedua negara dan negara lain yang terlibat dalam investasi di negeri ini. Salam
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H