Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Harus Berebut Status Terhormat?

25 April 2015   20:28 Diperbarui: 5 April 2016   17:08 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Faktanya, saat ini tidak terlihat perbedaan satu agama manapun. Meskipun dalam ayat Alqur'an sudah dijelaskan dengan gamblang bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa. Dan itu tak dapat dibantah lagi kebenarannya, lantaran tak berharga harta benda, kekayaan, keindahan rupa dan fisiknya, jika dibandingkan dengan keutamaan akhlak seseorang.

Tapi sungguh ironi, dalam Islam sendiri perspektif pemaknaan terhadap stratifikasi dan diferensiasi sosial semakin terlihat. Bagaimana tidak? Tatkala di satu majelis saja, bisa ditebak, mana sekelompok orang-orang yang kaya raya dan kalangan miskin yang hidupnya serba kekuranga.

Tak hanya dalam perbedaan perlakuan dalam komunitas masyarakat, dalam penghargaan atas ide-ide yang dilontarkan begitu kentara perbedaannya. Seperti misalnya, di dalam sebuah majelis terjadi musyawarah, Si A yang kaya raya melontarkan gagasan, kayaknya tidak ada kata tertolak lantaran si A dianggap lebih tahu persoalannya dan karena status sosial yang tinggi. Bedakan dengan si B yang kebetulan hanya penggembala kambing atau pengemis, tentu pendapat si B amat jarang diterima, dengan alasan kemiskinan dan pandangan bahwa setiap orang miskin itu bodoh dan tak tahu apa-apa.

Dari sini terlihat sekali, status VIP, kastanisasi, stratifikasi dan diferensiasi sosial sudah semakin sulit dibedakan dari semua agama, tak hanya bagi kalangan Hindu yang melakoni aturan ini, karena dalam Islam sendiri ternyata umat Islam saat ini mulai memiliki pandangan yang berbedan terkait derajat kemanusiaan.

Terjadinya proses dehumanisasi secara perlahan dan ternyata tanpa disadari sudah menggerogoti umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Tapi itulah faktanya dan tak dapat dihindari, bahwa status VIP (Very Important Person) sudah mulai bergeser bukan hanya persoalan sifat kemanusiaan, akhlaki, kebersihan jiwa, kelembutan budi, tapi semua diukur oleh banyaknya materi.

Ketika Kaum Miskin pun Berebut Status VIP

Boleh saja dan memang yang kaya berhak dihormati karena status kekayaannya, ketika ia memiliki uang yang banyak tentu amat wajar dihormati lantaran mampu membeli fasilitas yang lux. Mereka boleh saja menyewa pelayan khusus yang harus melayaninya sepanjang waktu karena mampu membayar.

Seorang pimpinan genk amat dihormati lantaran para anak buah yang merasa ketakutan jika melawan, atau merasa terlindungi lantaran si bos amat disegani. Atau karena kehidupan si anak buah sudah tercukupi lantaran uang bos yang banyak. Tapi bagaimana jadinya jika kaum papa justru terjangkiti penyakit syndrom VIP?

Sebenarnya ia nggak berhak menempati posisi penting dengan gaya hidup yang serba nyaman karena minimnya status ekonomi. Mereka enggan bekerja keras lantaran merasa gengsi jika harus dipanggil pembantu misalnya. Atau bekerja sebagai kuli karena ia merasa dirinya tak layak mengerjakan pekerjaan kasar tersebut.

Sungguh aneh, mereka tak mau mencari rezeki dengan bermacam-macam usaha, lantaran ia merasa dirinya seperti orang kaya. Ingin dihormati dan dihargai meskipun kemampuan secara personal amat rendah. Ditambah lagi kemampuan finansial juga amat terbatas. Uang yang didapat diusahakan diperoleh dengan cara yang mudah, cepat dan tak perlu berkotor-kotor ria. Pantaslah, karena syndrom VIP ini munculnya generasi-generasi pemalas.

Tak mau bekerja tapi ingin makan enak dan kendaraan yang mewah. Sampai-sampai berprinsip "usia muda senang-senang, matinya masuk surga".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun