Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nostalgia dengan Mainan Tradisional

24 April 2015   17:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:43 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_412473" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar : Anak tengah bermain egrang (doc.pribadi)"][/caption]

Sore tadi anakku yang sekolah dasar tiba-tiba meminta dibuatkan egrang, katanya sih mau dikumpulkan ke sekolah. Kayaknya guru atau kepala sekolah memerintahkan semua muridnya agar mengumpulkan mainan ini. Entah apa tujuannya, tapi mungkin saja karena memang ingin memasyarakatkan kembali mainan tradisional. Jadi setiap anak diingatkan kembali akan mainan tempo doeloe agar tradisi ini tidak lekang oleh kemajuan jaman yang serba modern.

Beruntung meskipun saat ini tanaman bambu sudah semakin langka, ternyata masih ada saja masyarakat yang membudidayakannya sebagai bahan kebutuhan sendiri, seperti untuk membuat pagar ataupun lanjaran untuk tanaman kacang panjang. Jadi tak sulit saya menemukan mencari sebatang bambu.

Tak hanya anak-anak saya yang kebetulan tertarik bermain egrang, karena saya sendiri juga sangat hoby memainkan mainan tradisional. Karena cenderung aman, mudah membuatnya serta murah harganya. Selain itu bermanfaat untuk melatih cinta lingkungan. Lantaran dengan permainan tradisional tersebut, sedikit banyak mengurangi polusi dan penggunaan listrik akibat permainan modern saat ini banyak menggunakan arus listrik dan baterai.

Apalagi saya pun sedari kecil memang menyukai mainan tradisional, seperti ketapel, pestol-pestolan dari bambu, patok lele, mobil-mobilan dari kaleng susu, ada juga mobil-mobilan dari sabut kelapa yang saya pelajari dari bapak yang juga kebetulan hobi mengajarkan anaknya akan mainan tradisional. Termasuk egrang menjadi salah satu mainan saya diwaktu kecil yang tetap asyik untuk dimainkan.

Tak hanya di usia anak-anak, ketika usia saya menginjak SMP saja permainan ini masih ada, meskipun pada akhirnya permainan ini sedikit demi sedikit hanyut oleh gemerlap modernisasi di segala bidang. Tak hanya menyerang kaum tua, dunia anak-anak pun mendapatkan serangan yang cukup kuat oleh arus modernisasi yang tidak dapat dihindari. Plus minusnya kalau sebagai orang tua tidak memperkenalkan kembali mainan tradisional tersebut maka alamat sudah pasti tradisi yang ditinggalkan nenek moyang dahulu akan lekang dan punah tak bersisa.

Saat ini, permainan modern memang cukup mengkhawatirkan, seolah-olah pergerakan jaman tidak dapat dihindari. Semua bentuk permainan disulap dengan bentuk permainan yang serba elektronik. Permainan game via online juga saat ini semakin lama semakin marak. Jadi amat wajar jika permainan tradisional ini semakin lama semakin punah.

Beruntung, jika para orang tua, pendidik dan penggiat kesenian serta permainan tradisional mau memperkenalkan permainan ini pada generasi muda. Jika orang tua sudah enggan memperkenalkan permainan ini, tentu dampaknya lambat laun permainan tradisional ini akan benar-benar punah dan anak-anak kita selaku generasi muda akan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang menjaga warisan budaya.

Egrang hakekatnya amat mudah cara membuatnya, hanya membutuhkan dua batang bambu ukuran kurang lebih 2 meter saja, dan di sepertempat bagian di bawah diberikan ruas kayu yang dihubungkan dengan bambu utama. Tujuannya sebagai pijakan kaki dan mengendalikan tekanan ke tanah. Sedangkan tongkat pokoknya untuk keseimbangan dan langkah dari pemain egrang sendiri.

Selain sebagai bentuk pemasyarakatan permainan tradisional, egrang pun dapat dimanfaatkan sebagai ajang olehraga, membentuk kekuatan otot tangan dan kaki, melatih keseimbangan fisik, konsentrasi dan keberanian. Lantaran dengan bermain egrang ini si pemain diharapkan tetap menjaga posisi berdirinya sambil berjalan. Sehingga mau tidak mau pemain egrang memiliki keberanian, kelenturan dan kekuatan fisik, serta menjaga stabilitas dirinya dalam menahan beban tubuh.

Karena egrang merupakan media bermain, tentu saja para pemainnya akan menikmati hiburan murah dan menyenangkan. Sehingga akan membantu pembentukan emosi dan kejiwaan anak menjadi anak-anak yang periang. Namun demikian, permainan egrang pun semestinya diajarkan bagaimana cara membuatnya, sehingga anak-anak tidak hanya bisa memainkannya, tapi juga mampu membuatnya secara mandiri. Tentu saja tergantung usia yang mereka miliki.

Yang pasti, dengan memperkenalkan dan memasyarakatkan egrang pada anak-anak paling tidak kita sudah berusaha menjaga warisan leluhur ini tetap terjaga dan tidak terlibas oleh arus modernisasi teknologi permainan saat ini.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun