Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Momentum Tahun Baru 2014 dan Refleksi Bencana Tsunami Aceh 2004

28 Desember 2013   14:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:25 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momentum Tahun Baru 2014 dan Refleksi Bencana Tsunami Aceh 2004

Karena itu mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.(QS Al A'raaf: 78)

Sebentar lagi, semua orang akan memperingati Tahun Baru Masehi 2014. Pada saat itu semua orang berlomba-lomba membuat malam tersebut menjadi gegap gempita, riuh, tepuk tangan pun membahana dan tak ketinggalan di event tersebut yang paling ditunggu-tunggu adalah di ledakkannya petasan, kembang api yang menyala-nyala di angkasa, suara terompet tanda tahun telah berganti tepat pukul 00.00 WIB semua negara pun tak ketinggalan menghidupkan sirene sebagai tanda berakhirnya tahun tersebut dan dimasukinya tahun yang baru.

Ada yang menarik dalam peringatan tahun baru tersebut, di mana setiap orang memiliki impian, harapan dan cita-cita yang akan diraihnya ketika tahun pun berganti. Ada yang ingin melanjutkan pendidikan, ada yang menikah, ada yang ingin ke luar negeri, berangkat haji atau umroh, ingin menjadi penulis dan ada pula yang sederhana ingin memperbaiki rumah tangganya yang sempat mengalami kegoncangan.

Semua impian dan cita-cita serta harapan meluncur dari lisan-lisan mereka namun ada pula yang tak dapat mengucapkan satu patahpun kata untuk tahun depan. Kenapa? Karena mereka merasa tahun ini atau tahun depan sama saja. Kehidupan mereka tidak berubah karena kemiskinan yang menjerat. Bahkan semakin tahun berganti justru kemiskinan semakin memberatkan lantaran harga kebutuhan pokok semakin mahal sedangkan usaha yang dilakukan tidak semakin baik. Mereka yang menganggur pun sama saja tidak pernah mendapatkan pekerjaan yang memadai. Dan mereka yang sudah bekerja, ternyata kehidupan mereka tidak juga berubah. Pasalnya karena hasil dari bekerja ternyata tidak pula dapat memenuhi impian dan cita-citanya. Jangankan bermimpi menjad ini dan itu,bermimpi beras di rumah tak pernah kosong pun terlalu berat untuk di lalui.

Sebuah kesenjangan antara kaum miskin dan kaum kaya. Mereka yang kaya mampu menyulam dan merangkai mimpi-mimpi seperti yang mereka inginkan. Lain halnya yang berada di bawah garis kemiskinan, berubah dan tidaknya tahun ini tetap sama saja tidak ada yang berbeda.

Apakah kaum miskin tidak boleh bermimpi? Sepertinya tidak juga kan? Karena bermimpi itu milik semua orang. Andaikan tahun ini mimpinya belum tercapai boleh jadi Tuhan tengah menunggu usaha dan kesabaran kita hingga mimpi-mimpi itu Tuhan wujudkan. Tergantung sejauh mana kita mau berusaha dan bersabar serta berdoa agar mimpi­-mimpi itu dapat diwujudkan.

Akan tetapi, di antara sederet mimpi dan cita-cita yang diucapkan, amat sedikit yang memimpikan dirinya menjadi manusia yang semakin taat beragama, menjadi dermawan, menjadi semakin shaleh  dan tentu saja menjadi manusia yang bermanfaat tuk sesama. Sehingga ketika mimpi tersebut sama sekali tidak bersinggungan dengan konteks sosial sepertinya meskipun tahun berganti tetap tidak memberikan makna apapun selain hanya menumpuk-numpuk uang tanpa memberikan manfaat kepada orang lain.

Anehnya lagi, ketika masyarakat miskin tengah dalam kesusahan, kehidupan yang serba sulit, ternyata ketika tahun baru justru mereka berlomba-lomba dalam kemaksiatan. Mereka menghambur-hamburkan uang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Dan yang lebih parah lagi di antara muda-mudi itu justru menggunakan malam tahun baru untuk menebarkan kesesatan dalam pergaulan. Mereka melakukan mesum dengan pasangan kencannya, narkoba, minum-minuman keras dan pesta-pesta yang mirip dengan pestanya orang yang kesetanan. Maka pantas saja di tahun baru justru malah terjadi banyak bencana namun sayang sekali sedikit sekali yang menjadikan bencana sebagai pelajaran.

Jika kita mengingat kembali betapa menyedihkannya bencana Tsunami Aceh beberapa tahun yang lalu, tepatnya 26 Desember 2004 yang telah merenggut banyak korban. Korban tidak hanya dari golongan pembuat maksiat tapi juga golongan anak-anak yang tidak berdosa. Tidak hanya puluhan tapi ribuan nyama melayang karena terjangan tsunami yang meluluh lantakkan sebagian dari wilayah Aceh. Dampaknya sampai saat inipun meninggalkan trauma, ketakutan, bahkan ada pula terkena gangguan jiwa karena tidak mampu menerima kenyataan bahwa harta benda dan keluarganya telah musnah ditelan bencana.

Tidak hanya nyawa yang dikorbankan, semua harta benda pun telah hancur dalam hitungan jam. Padahal ketika kita mencarinya membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Bertahun-tahun dikumpulkan agar kehidupan menjadi lebih baik. Namun, karena musibah tersebut semuanya sirna begitu saja tanpa sisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun