Anak autis SLB N Metro/ Doc. Pribadi
Kisah ini bermula ketika saya mendapatkan kesempatan untuk mendampingi anak autis dalam proses persiapan mengikuti pra Olimpiade Sains Nasional, yang kebetulan di adakan di Bandarlampung beberapa waktu lalu. Kegiatan tersebut merupakan event yang rutin diadakan setiap tahun dalam rangka menjaring anak-anak berbakat dan berkemampuan dalam bidang sains, termasuk di dalamnya IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang dilombakan.
Mendampingi dan membina anak autis seperti yang saya alami amatlah sulit, meskipun ada pula di antara guru dan orang tua yang dapat mendidik anak-anak tersebut dengan perhatian yang ekstra melebihi perhatiannya kepada anak-anak pada umumnya. Sehingga dengan kerja keras dan kesabaran mereka dapat mendidik anak-anak autis dengan cara yang "mendidik" dan bukan memaksa apalagi dengan cara menyakiti.
Kenyataan ini terlihat rata-rata orang tua akan mengeluh manakala dihadapkan pada situasi sulit seperti itu, tak terkecuali saya sendiri, akan tetapi ada pula di antara mereka yang mampu menjadikan anak-anak mereka sukses seperti anak-anak pada umumnya.
Ada yang menarik ketika berhadapan dengan anak autis, di mana anak tersebut mengalami kelainan perkembangan sistem saraf yang dimulai sejak masa balita, dengan karakteristik mereka cenderung kesulitan membina hubungan sosial, komunikasi secara normal maupun memahami emosi dan perasaan orang lain.
Seringkali dalam mendampingi mereka mengalami kesulitan seperti anak melakukan apa yang menjadi keinginannya, konsentrasi pada satu hal yang disukai dan cenderung sulit diarahkan. Akan tetapi semua anak autis akan bisa berkembang tatkala dalam mendampingi mereka sedikit melupakan teknik "memaksa" karena pada hakekatnya anak autis memiliki keingintahuan yang tinggi pada hal-hal tertentu. Namun demikian sebagai manusia biasa ada kesan jenuh jika menghadapi anak yang memang sulit untuk diajak fokus akan tetapi usaha dan usaha dengan sabar dan rutin alhamdulillah kendala-kendala tersebut dapat diatasi.
Ada kecenderungan anak-anak autis mencari sosok idola, saking idolanya ke mana-manapun akan mencari guru yang benar-benar dekat dan iklhlas dalam mendidik mereka, sehingga secara tidak langsung ada ikatan emosional antara guru dan siswanya.
Karena kedekatan emosi tersebut akibatnya anak akan senantiasa mengikuti bimbingan dan arahan yang diberikan kepada mereka.
Jika melihat kondisi keluarga, anak ini tergolong anak yang cukup mampu secara finansial sehingga tidak ada alasan bahwa anak tersebut terlahir sebagai anak autis karena kurang gizi, akan tetapi bisa jadi karena pengaruh hormon yang dimiliki orang tuanya, sehingga berakibat pada pembentukan saraf yang berhubungan dengan kecerdasan emosi dan sosialnya.
Anak autis cenderung memiliki prilaku tak terkendali manakala salah dalam penangaannya yang akibatnya justru anak akan bertindak aktif, bahkan kadangkala menyakiti tubuhnya sendiri serta menyakiti orang lain.
Ada satu kebanggaan tersendiri manakala anak dapat menjadi juara pertama meskipun hanya di tingkat propinsi. Paling tidak bentuk penghormatan atas suksesnya guru dalam membina anak autis serta penghargaan kepada siswanya agar siswa tersebut terpacu lagi dalam belajar.