Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Beberapa Kebijakan Ini Mungkin Dapat Menyelamatkan Hutan Indonesia

13 Maret 2014   07:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah pemerintah kita terlalu lamban dalam menangkap para perusak hutan? Atau apakah pemerintah terlalu memanjakan para pelaku kejahatan tersebut hingga kasus perusakan hutan begitu berlarut-larut untuk dapat ditangani secara tuntas?

Pertanyaan-pertanyaan tersebutlah sejatinya yang sering terlontar dalam benak saya, melihat banyaknya kasus perusakan hutan, mencakup ilegal logging, pembakaran hutan karena ingin membuat perkebunan dan seabrek masalah hutan yang tak kunjung terselesaikan. Padalah sesuai dengan nota kesepahaman yang ditandatangani tatkala KTT Climate Change di Bali beberapa waktu lalu. Di mana Indonesia sebagai salah satu negara pemilik hutan yang cukup luas ke-dua setelah hutan Amazon bertanggung jawab akan kelestarian hutan.

Dengan membuat kebijakan kehutanan sekaligus menyusun program kerja pengelolaan dan pelestarian hutan. Sehingga mau tidak mau Indonesia pun turut andil dan bertanggung jawab dalam melestarikan hutan.

Potret Kerusakan Hutan di Indonesia / Sumber: Forest Watch Indonesia (fwi.or.id)

Akan tetapi masalah di lapangan tak sejalan dengan nota kesepahaman yang tertuang dalam pertemuan tersebut. Karena, hingga dasa warsa terakhir hutan di Indonesia mengalami pengurangan dan penyempitan secara signifikan. Semua tanpa sebab karena begitu banyaknya hutan yang dibabat untuk pembangunan, pembukaan lahan baru maupun penebangan liar untuk industri dan ekspor.

Meskipun ada beberapa pihak yang mensinyalir bahwa KTT tersebut tidak menguntungkan Indonesia, karena Amerika Serikat sebagai salau satu negara yang tidak mau menandatangani protokol pengurangan emisi gas karbondiosida. Karena memang AS merupakan negara industri sehingga wajar saja jika AS tidak mau mengikuti aturan KTT perubahan iklim tersebut. Sebuah keputusan yang egois. Di satu sisi menghendaki semua negara berperan aktif dalam mengatasi isu global warming, di sisi lain negeri paman sam tidak mau mengikuti resolusi untuk mengurangi emisi gas berbahaya tersebut.

Terlepas dari KTT Perubahan Iklim dan protokol untuk mengurangi emisi gas Carbon di Bali tersebut, potret hutan di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup signifikan, sebagaimana dipaparkan oleh Forest Watch Indonesia, bahwa pengalihan fungsi hutan (deforestasi) dan pengrusakan hutan (degradasi) hutan sejak tahun 2000 hingga 2009 terjadi sekitar 2 juta hektar.(fwi.or.id)

FAO (Food and Agricutural Organization) dalam buku state of the World’s Forest, menempatkan Indonesia di urutan ke-8 dari sepuluh negara dengan uas hutan alam terbesar di dunia, dengan laju kerusakan hutan mencapai 1,87 juta pertahun dalam kurun waktu 2000-2005. (fwi.or.id)

Kenyataan tersebut sangat ironi, tatkala kita sangat membutuhkan hutan sebagai paru-paru dunia, tenyata justru Indonesia adalah negara yang memiliki peran besar terhadap kerusakan hutan.

Perbandingan LuasTutupan Hutan terhadap Luas Daratan Indonesia Tahun 2009

Sumber: fwi.or.id

Kembali pada persoalan kenapa pemerintah dinilai terlau abai, dan menganggap kerusakan hutan sebagai kerusakan biasa. Dan sayang sekali justru saat ini sebagian besar hutan di Indonesia sengaja dirusak karena dialihfungsikan menjadi kawasan hutan tanaman industri yang siap ditebang sewaktu-waktu, atau dialokasikan menjadi kawasan perkebunan sawit mapun karet. Meskipun akhirnya tetap ditanami pepohonan, akan tetapi ekosistem hutan dan keanekaragaman jenis flora pun turut punah. Sehingga saat ini Indonesia kesulitan tatkala membutuhkan kayu-kayu super karena keadaannya sudah tidak ada lagi.

Melihat semakin banyaknya investor asing yang banyak menanamkan modalnya dalam bisnis perkebunan, ternyata tak diiringi dengan aturan-aturan yang tegas untuk membatasi prilaku curang dalam membuka lahan baru. Misalnya para pengusaha perkebunan tersebut seperti tidak merasa takut tatkala membuka lahan baru dengan cara membakar. Boleh jadi alasannya karena dengan membakar ongkos yang dikeluarkan lebih sedikit daripada dengan cara lainnya.

Karena faktor mencari untung inilah, para pengusaha memanfaatkan para pekerja harian untuk membakar hutan agar perusahaan mendapatkan keuntungan karena berkurangnya modal yang harus dikeluarkan. Meskipun cara ini sangat merusak dan tentu saja merugikan orang lain, faktanya perusahaan-perusahaan perkebunan seperti memiliki kesepakatan bahwa mereka harus membakar hutan agar dapat membuka lahan baru. Perusahaan yang untung masyarakat umum yang rugi karena kerusakan hutan yang parah dan tentu saja asap yang turut menghiasi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang dibakar. Seperti yang dialami Provinsi Riau hingga saat ini masih diselimuti kabut asap yang cukup tebal dan mengganggu masyarakat dalam beraktifitas.

Jika melihat fenomena kerusakan hutan yang semakin lama semakin luas, sepatutnya pemerintah mesti keras dan tegas dalam menjerat pelaku perusakan hutan. Tidak hanya menindak pelaku pembakaran, akan tetapi perusahaan yang mengelola perkebunan pun semestinya mendapatkan hukuman yang setimpal.

Ada beberapa langkah yang semestinya dapat dilakukan terkait pencegahan kerusakan hutan. Antara lain:

Pemerintah semestinya memberikan porsi yang jelas, seberapa persenkan wilayah-wilayah daerah yang bersinggungan dengan hutan yang dapat dijadikan lahan baru. Karena selama ini sepertinya pemerintah seperti kecolongan dalam tanda kutip. Karena areal hutan semakin lama semakin habis lantaran tidak ada batas wilayah yang tegas yang dapat dijadikan lahan perkebunan.

Pemerintah melakukan pengawasan secara ketat, serta melaksanakan aturan menebang satu pohon dan menanam satu pohon pengganti sebagai langkah mengatisipasi kerusakan hutan akibat penebangan yang membabi buta.

Masyarakat adat sejatinya memiliki peran yang cukup signifikan terkait pengelolaan hutan. Oleh karena itu seyogyanya pemerintah pusat dan daerah serta tokoh adat saling bekerja sama dalam menjaga kelestarian hutan, sehingga terdapat unsur swadaya masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan.

Mengembalikan kawasan hutan (register) yang diperuntukkan sebagai hutan nasional yang telah dijadikan permukiman. Akan tetapi langkah-langkahnya pun harus persuasif dan menempuh langkah yang bijak agar tidak bersingungan dengan masyarakat.

Memberikan penghargaan bagi masyarakat dan pengusaha yang rela menyelamatkan hutan dan berpartisipasi aktif dalam pelestarian hutan. Minimal tindakan nyata dengan menanami lahan kosong dengan tanaman-tanaman bermanfaat.

Pemerintah menjunjung asal hukum dan keadilan, yaitu menghukum dengan seadil-adilnya para pelaku perusakan hutan tanpa pandang bulu, baik pemilik perusahaan yang memerintahkan perusakan hutan, serta masyarakat yang dengan sengaja melakukan perusakan secara individu.

Rujukan:

http://fwi.or.id/wp-content/uploads/2013/02/PHKI_2000-2009_FWI_low-res.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun